Quantcast
Channel: Olive's Journey
Viewing all 398 articles
Browse latest View live

Banghuris Homestay, Kampung Wisata Bernuansa Jawa di Selangor

$
0
0

Nyawa yang belum seratus persen terkumpul, tersentak dengan talu – taluan rebana yang menyapa saat kepala baru melongok setengah dari dalam pintu bus di pelataran rumah panggung tempat bus yang saya tumpangi berhenti. Aduuuh, ini di mana? Koq ramai benar? Rumah siapa ini, sepertinya tak asing. Kusapa Shams yang berdiri tak jauh dari para penalu rebana.

banghuris homestay, rentak selangor, discover selangor, homestay di selangor

Kebun Bambu Madu di Banghuris Homestay

+ Heiiii! kita pernah ke sini kan? ya, kaaaan?
– Iyaaaa. Eh, kapan ya kamu ke sini?
+ MTH2013
– Aaaah, iya benar

Saya ingat sekarang, rumah ini adalah ikon di Banghuris Homestay tempat menikmati makan siang sewaktu mengikuti keriaan Malaysia Tourism Hunt (MTH) 2013. Masa awal berkenalan dengan destinasi wisata Malaysia. Biasanya, keriaan acara Banghuris Homestay dipusatkan di pekarangan rumah ini.

Banghuris adalah akronim 3 (tiga) kampung yang bertetangga di Sepang; Kampung Bukit Bangkong, Kampung Hulu Chuchuh, dan Kampung Hulu Teris. Hari pertama Desember 2016, saya kembali ke Banghuris mengikuti Rentak Selangor yang peresmiannya digelar di Kampung Hulu Chuchuh. Kampung tempat berdirinya rumah – rumah panggung dengan pekarangan yang lega, ditumbuhi aneka pohon dan tanaman hias. Di pekarangannya, saya senang duduk menikmati wangi tanah yang basah tersiram air hujan, menenteramkan hati.

banghuris homestay, rentak selangor, discover selangor, homestay di selangor

Kelompok kesenian Cempuling Cendana Klasik

Warga Banghuris membuka lebar – lebar pintu rumahnya yang dijadikan homestay untuk diinapi pejalan yang ingin menikmati suasana dan keseharian di kampung dan berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat. Kalau pun tak menginap, pintu – pintu rumah itu tetap terbuka untuk melihat – lihat seperti apa kamar – kamar yang tersedia di dalamnya. Janganlah heran, bila tahu dirimu datang dari Indonesia akan diajak bertutur dalam bahasa Jawa. Karena, warga Banghuris mewarisi darah Jawa dari kakek nenek buyut mereka yang bermigrasi ke Selangor, Malaysia.

Seperti siang itu, saat hendak mengantri mengambil makan siang, Hj. Basir bin Wagiman, salah seorang pengurus Banghuris Homestay datang menyalami dan mengajak berbincang. Dia bercerita, baru saja pulang dari Mojokerto bersua keluarganya sekaligus memandu pelancong melihat – lihat Jawa Timur. Setiap tahun, tiga sampai empat kali dirinya terbang ke Indonesia membawa rombongan pelancong Malaysia ke Bandung, Yogya, Surabaya dan Malang. Ya, bapak sekalian pulang kampunglah. Karena tak pandai berbahasa Jawa meski wajah berparas Jawa; kami pun berbincang dengan bahasa gado – gado Indonesia – Melayu.

Di Banghuris Homestay pengunjung dapat menikmati akulturasi budaya Jawa, Sunda, Melayu, India, Cina, dan moderen yang berkelindan satu dengan yang lain, tersaji lewat desain rumah, kesenian, busana, tutur bahasa, dan ragam kuliner. Siang itu, kami menikmati menu santap siang sederhana di pekarangan rumah Hajjah Misriah berupa Ayam Goreng Rempah, Tumis Buncis + Kembang Kol, Sambal Goreng Tempe Teri, dan aneka lalapan dengan sambal mentah yang aduhai pedasnya. Psst, saya suka lalapan jantung pisangnya dicocol dengan sambal; pengalaman pertama makan jantung pisang dilalap, rasanya menyenangkan lidah 🙂

banghuris homestay, rentak selangor, discover selangor, homestay di selangor

Lalap Jantung Pisang yang ndesss

Usai bersantap, kelompok kesenian Cempuling Cendana Klasik pun unjuk suara. Mereka sungguh menghibur dengan mendendangkan lagu dari Jawa, Melayu, Cina, India, Indonesia, dan Thailand. Bila merunut perjalanannya, musik cempuling diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat berdakwah ke Selangor dengan alat musik dasarnya terdiri dari Gendang Sunda, Gendang Jawa, Eting – eting, Kempreng, Kempul, dan Gendang Ageng. Seiring dengan perkembangan seni, lahirlah akulturasi cempuling moderen dengan bergabungnya akordeon, keyboard, gitar, dan bas.

Banghuris terkenal dengan wisata agronya. Dulu, waktu pertama kali datang ke sini, saya dan tim MTH2013 diajak berkebun dan bermain. Beramai – ramai belajar menyadap getah karet, memanen kelapa sawit yang pakai perjuangan karena mengangkat alat potongnya saja sudah mengeluarkan energi besar, dan memanen kopi. Yang tak kalah seru, bermain – main di kebun Bambu Madu, tempat yang menjadi sasaran berswafoto.

banghuris homestay, rentak selangor, discover selangor, homestay di selangor

Lulumpatan seru di kebun Bambu Madu (dok. Yuli Seperi)

Hj. Basir bin Wagiman
Banghuris Homestay, Kampung Hulu Chuchuh
43950 Sungai Pelek, Sepang, Selangor
Tel: +6013-300 3942
Fax: +603-31421010
Email: banguris_homestay@yahoo.com

banghuris homestay, rentak selangor, discover selangor, homestay di selangor

Menyadap getah karet, salah satu kegiatan yang bisa dilakukan di Banghuris Homestay

Bagi yang berkesempatan tinggal di sini, tentu akan lebih banyak kegiatan lainnya yang bisa dilakukan seperti melihat – lihat kebun anggrek dan sayur hidroponik, mengunjungi pabrik (mie, tahu, kerupuk) yang dikelola warga, memancing, turun ke sawah, dan banyak lagi kegiatan lainnya termasuk permainan tradisional yang menyenangkan dan sudah sangaaaaat jarang dimainkan oleh anak  anak di kota – kota besar, saleum [oli3ve].



Mencari Tuhan

$
0
0

Hari ini, hari ke-17 saya di Kota Daeng. Kota yang biasanya hanya menjadi kota transit bila mudik, kali ini disinggahi lebih lama. Bukan karena betah, tapi harus be[r]tahan di sini untuk sementara waktu. Jangan tanya saya sudah berkeliling ke mana saja? Tanyakanlah kuliner apa saja yang sudah saya cicipi tanpa banyak berpindah tempat 😉 Sebut saja jalangkotek, ikang bakar, coto Makassar, sop saudara, pallubasa, es pisang ijo dang kawang – kawangnya dari tempat makan terpercaya, sudah mi kucoba semua! #eeeh

rumah sakit stella maris, pelayanan rumah sakit, stella maris makassar, rawat inap

Sebuah kabar mengejutkan hadir di pagi pertama tahun ini, telepon dari orang – orang dekat yang meminta saya segera terbang ke Makassar. Pagi itu, saya hanya mengintip harga tiket sekali terbang dan menimbang – nimbang jam terbang mana yang nantinya akan saya pilih. Karena pagi itu, saya masih bergegas ikut ibadah syukur di awal tahun dengan banyak mengusap mata yang sebentar – sebentar basah dan kusuk menikmati sakramen perjamuan kudus. Jadi, memasuki 2017 saya harus melakukan perjalanan tanpa rencana dan membatalkan beberapa perjalanan/pertemuan terencana.

Pulanglah sekarang, Nak. Siap – siap ya, ini berat, sangat berat. Kuatkan hati kamu, urus adikmu dulu. Apapun yang terjadi, kita usahakan yang terbaik.”

Suara itu terus saja terngiang sepanjang perjalanan malam Jakarta – Makassar. Suara parau, perlahan, berat, penuh khawatir. Suara seorang dokter, om saya, yang jelas tahu bagaimana kondisi seseorang yang terluka parah, di ujung tanduk, saat kami berbincang lewat telepon.

Pk 02.30 saat semua orang sedang lelap, saya turun dari taksi yang membawa saya dari bandara Hasanuddin di pelataran parkir Rumah Sakit Stella Maris, Makassar. Seperti layaknya setiap pejalan ketika menjejak di destinasi tujuan adalah berjalan, saya pun berjalan tapi ke destinasi yang tak biasa. Bukan, ini bukan destinasi yang acap saya kunjungi tapi destinasi yang baru kali ini juga saya datangi di kota ini; ruang tunggu ICU/ICCU. Saya mendekati petugas keamanan yang berjaga di depan pintu masuk IGD. Ronald namanya, dari logat dan bentuk raut wajahnya saya langsung menebak dirinya dari timur Indonesia. Dia yang membukakan pintu, menunjukkan lorong panjang, remang, dan senyap yang harus saya lewati untuk sampai di tujuan.

Dari sini lurussss, gang kedua belok kanan nanti akan kelihatan orang – orang tidur di lantai; itu ruang tunggu ICU.”

Baru saja dirinya selesai berbicara, ada tangis yang pecah, ‘ngilu hinggap di kuping, terdengar dari celah – celah jendela sebuah ruang tak jauh dari tempat kami berbincang. Saya membuang jauh-jauh segala rasa tak nyaman dan berusaha menghapal petunjuk dari Ronald sembari mulai mengayun langkah perlahan – lahan, menggeret koper. Di jelang ujung lorong itu saya tergesa berbalik menarik koper hingga rodanya meringis mencium lantai, kembali ke depan Ronald. Saya bersyukur baru mengetahui dua hari kemudian kala berlalu di depan IGD mencari ATM, suara tangis yang terdengar malam itu berasal dari rumah duka yang letaknya tak jauh dari kamar jenazah. Puji Tuhan, meski terbiasa menyusuri jejak sunyi, ternyata saya tak mati rasa karena masih memiliki rasa takut hehe.

Mas, boleh nggak minta tolong anterin ke dalam? Saya tidak menemukan gang kedua, bahkan sama sekali tak melihat ada persimpangan di lorong ini, nggg .. gelap

Malam itu Ronald berjaga sendirian, sedikit ragu dia bangkit dari duduknya, dan menemani saya melangkah di lorong yang terasa sangaaaaat panjang. Ketika sampai di tengah – tengah lorong, dari depan saya melihat ada bayangan yang muncul dari gelapnya dinding ruang yang menutupi lorong itu, melangkah gontai ke arah kami. Semakin dekat, saya pun mengenali lelaki yang wajahnya sangat lusuh itu, abang saya. Ronald pamit meninggalkan kami yang memilih duduk – duduk di bangku kayu panjang, menghadap ke taman rumah sakit yang remang – remang. Saya menebak – nebak, dirinya pasti belum makan jadi saya sodorkan saja bungkusan roti yang tadi dibagikan di pesawat.

rumah sakit stella maris, pelayanan rumah sakit, stella maris makassar, rawat inap

Keseharian di ruang tunggu ICU/ICCU

Sudah cukup lama kami tak berbincang berlama – lama, dan hari itu kami memulai percakapan sedikit panjang sembari makan roti seperti makan sahur. Kepala saya yang mulai berat karena belum tidur, mencoba menyerap informasi yang disampaikan dengan suara perlahan – lahan, kadang tak terdengar. Tentang kejadian yang masih samar – samar, perjalanan panjang yang menegangkan dan melelahkan selama 8 jam dari Toraja, ambulan yang tak lelah berlari cepat – cepat berkejaran dengan waktu, adik kami yang tak sadar dan terus saja meronta kesakitan, ketakutannya melihat darah, proses yang sudah dijalani, hasil CTScan, rencana operasi, langkah yang harus diambil, dan lain – lain yang membuat kepala semakin pening. Saat suara kokok ayam terdengar, kami menyudahi perbincangan dan memutuskan untuk beristirahat meski mata hanya merem melek berbaring di dinginnya lantai ruang tunggu.

Ruang ICU/ICCU berada di gedung lama Rooms Katoliek Ziekenhuis (RZK) Stella Maris, rumah sakit yang didirikan oleh kongregrasi suster Jesus Maria Joseph (JMJ) atas inisiatif apostolik Makassar masa itu, Mgr Martens untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat tak mampu. Setelah mendapat persetujuan dari petinggi Makassar, sebuah bangunan untuk RZK pun dirancang oleh Fermont Cuypers dan mulai dibangun pada 8 Desember 1938.

Ada empat pintu akses masuk ke ruang itu, satu pintu yang dibuka lebar – lebar dua kali sehari saat jam bezoek, sisanya pintu lalu lalang petugas rumah sakit. Satu pintu yang lebih banyak ditutup, sering pula menjadi jalan mengendap – endap sembari menyodorkan muka memelas pada perawat yang duduk dan berjaga di meja kerjanya bila tak sabar menanti jam bezoek.

rumah sakit stella maris, pelayanan rumah sakit, stella maris makassar, rawat inap

Seminggu pertama di Makassar, ruang gerak saya hanya sebatas lorong – lorong antara ruang tunggu, ruang ICU/ICCU, kamar operasi, lobi, toilet dan kantin. Tak jauh, hanya beberapa langkah pendek – pendek saja. Misal, bila pagi datang dan petugas kebersihan mulai berteriak – teriak untuk merapikan peralatan tidur; abang saya lebih senang berjalan keluar rumah sakit mencari kopi dan membakar sebatang dua batang rokok. Nanti bila dia kembali, giliran saya yang memilih untuk masuk ke kantin yang hanya lima langkah dari ruang tunggu, memesan kopi dan sarapan nasi kuning. Bila malas, saya minta ijin ke petugas kantin untuk membawa gelas kopi dan nasinya ke ruang tunggu.

Seminggu kedua, bolehlah sedikit lega karena tidurnya berpindah ke ruang perawatan dengan pemandangan yang lebih manusiawi walau tetap gelar tikar di lantai. Jarak langkah pun bertambah meski masih di lingkungan rumah sakit. Setidaknya, bisa turun naik lift, berpindah dari gedung lama ke gedung baru, bisa menikmati pantai, matahari terbit dan terbenam meski hanya dari kisi – kisi jendela kamar. Pun terasa mewah karena ada sofa untuk duduk – duduk di lobi lantai 6, tempat sesekali menyesap kopi/teh sembari membuka selembar dua lembar bacaan.

Aaah, saya jadi teringat pada gadis remaja yang meregang nyawa petang itu, di ranjang yang bersebelahan dengan ranjang adik saya yang saat itu juga sedang dalam kondisi kritis. Kali pertama seumur hidup melihat langsung bagaimana seseorang menghadapi saat – saat terakhir dalam hidupnya. Ketika TUHAN berkehendak atas hidup mati seseorang; tabung oksigen tak akan ada artinya lagi dan segala jerih bantuan pernapasan pun tak akan bisa menolong.

Carilah TUHAN selama Ia berkenan untuk ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat! – [Yes 55:6]

Saya pun teringat pada malam terakhir kami tidur di ruang tunggu itu. Malam dimana semua yang berjaga di luar tak bisa lelap karena sebentar – sebentar terbangun oleh suara perawat memanggil keluarga pasien disusul tangis yang pecah mengiring kepergian seseorang hingga jelang pagi. Bahkan ada keluarga pasien yang heboh tengah malam, nangisnya sembari gebuk – gebuk pintu kamar yang membuat keluarga pasien lain was – was. Malam saat tiga nyawa melayang dalam rentang sejam, malam yang membuat kami berlarian dan berdesakan mencari pintu yang terbuka, mencoba menyelinap ke dalam ruang yang selalu tertutup rapat itu.

rumah sakit stella maris, pelayanan rumah sakit, stella maris makassar, rawat inap

Dua minggu bergaul dengan lorong rumah sakit

Malam ini, malam ketiga punggung saya kembali menikmati empuknya kasur dan bisa tidur sedikit lelap meski tetap saja terbangun pada jam – jam tertentu seperti saat masih piket di rumah sakit. Bersyukur bisa melewati malam – malam berat dan kurang tidur selama dua minggu kemarin. Bersyukur dikelilingi orang – orang yang peduli, yang memberi semangat untuk menjalani hari – hari kemarin serta hari esok yang tentu saja memiliki senang dan susahnya sendiri.

Selamat menapak di tahun 2017! Semoga kita selalu dikaruniai hati yang berlimpah syukur agar kita tahu mengucap syukur dalam menjalani kehidupan ini. Dan semoga kita tak mencari – cari alasan untuk mendekat pada pemberi hidup hanya saat kepayahan, lalu menyalahkan TUHAN yang menjauh karena kita tak tahu saat kapan dan bilamana diriNYA hadir dalam hidup kita, saleum [oli3ve].


Iqro, “Petualangan” Aqila Meraih Bintang

$
0
0

Aqila memiliki minat yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan alam khususnya benda antariksa. Cita – citanya menjadi seorang astronot. Aqila memiliki misi khusus ketika memilih tawaran liburan di rumah Prof. Wibowo, opanya, seorang astronom yang sehari – hari bekerja di Obervatorium Bosscha, Lembang. Namun, setelah bersua opanya, hasrat Aqila untuk segera menjalankan misinya mengamati pluto lewat teropong Bosscha mesti ditunda dahulu karena dari perbincangan mereka berdua, sang opa mengajukan satu syarat yang memberatkan. Untuk bisa masuk Bosscha dan memegang teropong utamanya, sang cucu harus pandai mengaji.

iqro, film iqro, aisha nurra datau, nurra datau

Aqila

Apa hubungannya meneropong pluto sama ‘ngaji?

Keberatan yang dilontarkan Aqila di atas, mungkin akan menjadi pertanyaan kamu juga bila berada pada posisi Aqila. Tanpa perlu berbantahan, Opa Wibowo berhasil meyakinkan dan memotivasi Aqila lewat penjelasan sederhana bagaimana iqro ( = membaca) menjembatani mimpi seseorang untuk meraih bintang.

Agar bisa memahami pesan Allah, mengerti tanda – tanda alam, dan makna hidup ini; bacalah ayat – ayat Allah yang tertulis dalam Al-quran, bacalah ayat – ayat Allah yang ada di atas langit, dan bacalah ayat – ayat Allah yang ada di dalam dirimu. Opa Wibowo juga bercerita bahwa jauuuuh sebelum manusia mengenal tanda waktu, manusia menggunakan benda – benda langit untuk mengatur dan menentukan waktu, termasuk waktu sholat.

Meski dalam dialog dengan sang opa, Aqila sudah mengawalinya dengan melontarkan tanya keberatan, Aqila adalah anak kreatif, penurut, tak banyak bersungut – sungut walau inginnya harus tertunda. Sifat yang jauuuuh dari anak kebanyakan yang akan merengek – rengek agar keinginannya yang sangat kuat segera dipenuhi oleh orang dewasa di sekitarnya. Aqila yang sedang senang – senangnya bermain gawai, dengan mudah mengekor Ros, anak asisten rumah tangga Opa Oma,  ke pesantren kilat di masjid dekat rumah meski tetap membuka game saat kawan – kawannya sedang menyimak pesan dari Kak Raudhah, pembimbingnya. Singkat cerita, lewat pesantren kilat, Aqila pun secara kilat lancar membaca Al-quran bahkan tak ragu untuk ikut festival iqro Al-quran di Bandung.

iqro, film iqro, aisha nurra datau, nurra datau

Itulah inti cerita yang saya tangkap usai menonton Iqro, Petualangan Meraih Bintang, film garapan Rumah Produksi Masjid Salman ITB dan Salman Film Academy di Panakukkang XXI, Makassar, Kamis (27/01/2017) lalu.

Ditinjau dari tema, Iqro menarik dan berhasil menggerakkan langkah saya ke bioskop karena penasaran bagaimana mengemas dan menautkan sains dengan religi untuk disajikan di layar lebar agar gampang dicerna anak – anak. Sayangnya, entah karena Petualangan Sherina terlalu melekat dalam memori, membuat kisah petualangan Aqila kurang menggigit.

Jika makna petualangan yang dimaksud pada judul film adalah sebentuk usaha mengeluarkan adrenalin dari tokohnya untuk melakukan aksi yang mendebarkan dan memainkan emosi penonton; maka perjalanan seorang Aqila untuk menyentuh teropong utama Bosscha sangat jauh dari sebuah petualangan. Pokok cerita pun melebar dengan hadirnya konflik lain menudungi kisah Aqila meraih bintangnya seperti: kegiatan pembangunan hotel mewah tanpa ijin di lingkungan Bosscha, sebuah kawasan cagar budaya, gangguan – gangguan yang dialami keluarga Wibowo serta keruwetan Opa Wibowo setelah kedatangan tamu dari badan antariksa yang mengancam untuk menghentikan pendanaan karena operasional Bosscha sudah tak bisa maksimal.

Observatorium Bosscha didirikan atas inisiatif Karel Albert Rudolf Bosscha, penyandang dana utama pembangunan observatorium di Lembang itu pada 1923. Setelah Indonesia merdeka, Bosscha diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Pada 2004, Bosscha ditetapkan sebagai benda cagar budaya.

iqro, film religi anak - anak, film iqro

Bosscha, Lembang

Sebagai remaja yang memiliki minat besar pada tata surya, tinggal di rumah Opa Omanya yang berada di lingkungan Bosscha tak sedikit pun mengusik keinginan besar Aqila untuk sekadar melakukan sedikiiiiit saja “kenakalan” anak dan remaja. Misal, mengendap – endap dan mengintip ke dalam Bosscha ketika opanya lengah atau kala dirinya bersama kawan – kawannya belajar iqro di pelataran Bosscha. Andaiiiii saya Aqila, maka kesempatan itu tak akan disia – disiakan! Andai, sayang jiwa bertualang Aqila, kurang dipelintir.

Maafkan bila ada ragu yang meriap dalam hati dan pikiran bagaimana anak usia 9 (sembilan) tahun secepat kilat mahir membaca Al-quran? Bukan hanya itu, selama mengikuti pesantren kilat, tak tampak tambahan mengaji selama Aqila berada di rumah Opa Oma; orang yang mendorongnya untuk belajar membaca Al-quran agar bisa pintar seperti mamanya dahulu yang selalu bangun pagi –  pagi, sholat, belajar untuk meraih bintang selain sholat subuh berjamaah yang menjadi aturan di rumah Opa Oma. Dan ternyata, pesantren kilat pun bisa melahirkan keberanian seorang anak untuk mengikuti festival membaca Al-quran.

Terlepas dari mendangkalnya tema cerita yang ditulis oleh Aisyah Amirah Nasution dan Tatia, penyelesaian setiap masalah yang ditampilkan pun dilakukan dengan sederhana sesuai target pasar yang disasar film ini, anak – anak. Kebosanan pada jalan cerita buat sebagian besar anak yang daya tangkapnya belum bisa menjangkau jalannya cerita, membuat beberapa anak yang turut menonton pada hari yang sama hanya bertahan duduk tak lebih 30 menit di bangkunya. Di sisa waktu pemutaran film, mereka  berlarian ke sana ke mari di dalam dan keluar masuk studio.

Mutia, murid SD kelas III yang datang berombongan dengan 30 orang kawannya dari Rumah Sekolah Cendekia, Gowa usai menonton mengatakan, penampakan ruang teropong raksasa Bosscha adalah bagian paling disukainya dari Iqro. Selebihnya, dia hanya menggeleng ketika ditanya kesannya usai menonton Iqro. Saya tak tahu apakah Mutia dan kawan – kawannya bisa menangkap pesan religi, pengetahuan, dan sosial yang disampaikan dari film yang mereka tonton bersama. Ibu Adelia Octoryta, Kepala Rumah  Sekolah Cendekia yang mendampingi murid – muridnya petang itu berharap sepulang menonton, anak – anak didiknya dapat menceritakan kembali cerita film yang mereka tonton. Tentu, saya pun berharap, para ibu guru yang mendampingi anak – anak ini ke studio bisa membantu menjembatani sampainya pesan dari film tersebut pada murid – muridnya dan tak sekadar menuntut anak – anak untuk mengerjakan tugas sekolah.

iqro, film religi anak - anak, film iqro

Murid – murid Rumah Sekolah Cendekia usai nobar Iqro di Panakukkang XX1

Ahhh ya … saya sedikit terbawa emosi ketika kamera menyorot mata berkaca – kaca Mak (Merriam Bellina) dan Bang Codet (Mike Lucock), preman kampung saat menyaksikan Faudzi (Raihan Khan), anaknya, mengaji dengan olahan rasa yang dalam. Faudzi yang dihadirkan sebagai sosok pengganggu, bila disimak dari keseluruhan cerita, perannya bisa dihilangkan karena gangguannya tak menghadirkan konflik yang berarti bagi Aqila untuk melangkah ke pesantren kilat.

Terakhir, bila dilihat dari sisi pemain, pemilihan 2 (dua) bintang senior, Cok Simbara (Prof Wibowo) dan Neno Warisman (Istri Prof Wibowo) yang menjadi Opa Oma, lawan main Aisha Nurra Datau (Aqila), bintang cilik pendatang baru di flm pertamanya ini; menghadirkan kontak emosi yang membuat Nurra pun bisa bermain dengan natural dalam mengimbangi akting mereka meski pada beberapa dialog sempat keselip lidah yang dibiarkan saja hadir dalam cerita Iqro, Petualangan Menggapai Bintang.

Jadi, berhasilkah Aqila menyelesaikan misinya untuk mengintip pluto dari teropong utama Bosscha? Ajakl dan dampingilah anak, keponakan, anak tetangga ke bioskop terdekat dari tempat tinggalmu dan tonton sendiri sebelum filmnya diturunkan, saleum [oli3ve].


Pulau Carey, Kampung Mistis Mah Meri

$
0
0

Sewaktu diajak ke Pulau Carey, saya pikir akan menyeberang dengan perahu atau kapal motor cepat dari Damansara, tempat saya menginap selama di Selangor, Malaysia, ke sebuah pulau yang bernama Carey. Jadi, saya pun bertanya, dari mana dan berapa lama waktu tempuh yang diperlukan untuk menyeberang?

+ We don’t go for an island hoping Lip, Pulau Carey can be reach by bus.
– Owuoooo

Penjelasan dari beberapa kawan pejalan yang menemani berjalan hari itu pun melahirkan “o” bulat berkepanjangan di bibir serupa orang oon.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

Moyang Pongkol

Pulau Carey diberi nama mengikuti nama Edward Valentine Carey, pengusaha perkebunan yang berhasil mengembangkan komoditi kopi dan karet di Malaysia hingga dihadiahi sebuah pulau oleh pemerintah yang berkuasa di Malaysia pada abad 19 untuk dikelola. Pulau yang berada di wilayah Kuala Langat itu, letaknya di sebelah utara Kota Banting, di sisi selatan Port Klang, dan dipisahkan oleh Sungai Langat dengan daratan Selangor.

Sejam perjalanan yang diisi dengan tidur pulas di dalam bus melahirkan ke-oonan kedua sesampai di tujuan, Kampung Sungai Bumbun yang warganya masih percaya mistis. Entah ini termasuk syarat untuk bertandang, saya tak mau terhanyut menerima sambutan selamat datang yang tak biasa. Saat bus berhenti, tanpa pikir panjang saya sigap berdiri dari bangku dan .. praaaank! Otak masih setengah tidur, belum bisa mengingat dan berpikir dengan jernih, hanya mengarahkan mata memandangi sebuah kamera yang tergeletak di lantai bus. Lensanya lepas dari cangkangnya, menggelinding ke kolong bangku seberang. Tak sadar, kamera yang jatuh itu bukan milik tetangga. Penghalang pertama untuk mengikuti ritual telah dipatahkan, ketergantungan pada seperangkat kamera dslr yang lensanya PATAH!! #nyessss

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

Tarian Selamat Datang

Turun dari bus, saya mengayun langkah pendek – pendek mendekati sebuah pekarangan rumah orang asli Mah Meri untuk menerima Bunga Moyang. Mahkota yang terbuat dari anyaman daun pandan itu disematkan di kepala. Tok Batin, Ketua Kampung Sungai Bumbun lalu mengajak kami mendekat ke depan semacam para – para kecil yang berdiri di atas rumput, di depan rumah. Dinyalakannya empat batang lilin yang didirikan pada keempat sudut panga, tempat sesembahan di depan kami yang dihiasi dengan janur sebelum dirinya merapalkan sebait doa dalam bahasa Mah Meri yang terdengar sangat asing di kuping. Belakangan, dirinya menjelaskan doanya adalah permohonan keselamatan kepada tetamu yang boleh sampai dengan selamat di kampung mereka.

Dalam keseharian, orang – orang Mah Meri bercakap dengan bahasa asli Mah Meri. Namun, bila berhadapan dengan pendatang, orang di luar Mah Meri, mereka dengan senang hati akan berbincang menggunakan bahasa Melayu. Mah Meri adalah suku terbesar dan tertua dari 18 (delapan belas) suku asli di Malaysia. Mereka, keturunan sea gipsy people dari bangsa Austronesia yang dahulu senang bertualang di lautan sebelum akhirnya memilih menetap di Pulau Carey.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

met The Mah Meri usai mentas  😉

Usai berdoa, kami pun duduk di bangku – bangku yang tersedia di serambi rumah. Sambutan kedua, sebuah persembahan tari spiritual untuk memanggil moyang digelar; Tari Topeng Mah Meri. Sebuah gunungan yang terbuat dari pilinan daun nipah dan kelapa ditempatkan di tengah – tengah, mereka menyebutnya pusut. Biola mulai digesek, suaranya bersahutan dengan tabuhan gendang (tambo), ketukan buluh, dan dengungan gong yang dipukul; dimainkan tiga lelaki dan dua orang perempuan yang duduk di lantai. Salah satu dari perempuan itu mulai pula melantunkan bait – bait lagu dengan menyebut – nyebut Tok Naning. Dari belakangnya, empat orang perempuan berbaju kulit kayu dengan hiasan anyaman daun nipah yang menggantung dari rambut hingga pinggang dan kembang yang menggantung di jari tengah sebelah kiri; melangkah satu – satu membentuk lingkaran, bergerak mengikuti irama.

Mendengar namanya dipanggil – panggil, Tok Naning, moyang Mah Meri yang baik hati dan selalu berbagi berkat pun keluar. Tak lama, dari belakangnya, menyusul Moyang Pongkol, moyang yang kerap bermain petak umpet, menggelisahkan orang Mah Meri hingga menyesatkan warga di tengah hutan dengan menyamar seperti anak – anak atau orang tua yang baik. Karena dorongan yang kuat untuk bergerak, pada tarian ketiga, saya pun ikut berbaris mengisi lingkaran dan menari bersama mereka, serta diijinkan pula untuk memainkan alat musik, mengetuk – ngetuk buluh; mengiringi para penari.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

Makmur Dimila of Safariku.com yang penasaran dengan Tok Naning dan Moyang Pongkol

Suku Mah Meri masih memelihara dan menjalankan tradisi ritual nenek moyang. Mereka percaya roh nenek moyanglah yang memelihara, melindungi, dan memberkati kehidupan mereka. Sehingga, pada masa – masa tertentu, mereka datang ke Rumah Moyang, sebuah pondok yang didirikan di tepi kampung, di tengah – tengah kebun sawit, yang dihuni aneka patung nenek moyang untuk berdoa dan mengadakan upacara pemujaan. Dua meter di samping kanan Rumah Moyang, berdiri pondok pertemuan yang cukup lega, tanpa dinding dengan meja dan bangku yang terbuat dari kayu dan bambu di dalamnya.

Menurut Eddin Kho, Direktur PUSAKA yang sedang mengkaji lebih dalam kehidupan dan kebudayaan Mah Meri; meski masih percaya ajaran moyang, tak berarti orang Mah Meri tak mengenal teknologi dan pendidikan. Mereka tak menolak untuk berkembang. Di kampung mereka ada sekolah yang didirikan oleh pemerintah, warganya pun ada yang sudah menjadi muslim atau kristen. Walau kemajuan jaman menyentuh keseharian mereka, budaya dan kearifan lokal yang diwariskan dari nenek moyang tetaplah harus dilestarikan.

Memahat dan mengukir adalah kerajinan tangan yang tak bisa dipisahkan dari Mah Meri. Pulau Carey melahirkan pemahat – pemahat kreatif, penghasil karya seni yang indah. Karenanya, sepulang dari Rumah Moyang, saya pun mampir ke bengkel Samri dan Pak Gali untuk melihat dan mendengar proses pembuatan topeng atau patung Mah Meri yang terkenal. Kata mereka, orang Mah Meri membuat patung dan topeng dibimbing roh nenek moyang. Ada cerita – cerita mistis yang menyertai sejak awal hingga selesainya pekerjaan mereka. Bahkan menurut Samri, ketika topeng yang diperuntukkan bagi pengobatan usai digunakan, sering sekali dibuang karena dipercaya sudah menarik roh jahat. Tak baik untuk disimpan.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

Samri, pemahat dari Mah Meri

Dari Nazmi Razali, Penolong Pengarah, Selangor State Economic Planning Unit (UPEN Selangor), saya mendapat tambahan informasi bahwa di jelang akhir Februari setiap tahunnya juga digelar ritual Puja Pantai. Di hari itu, orang Mah Meri berkumpul di pantai untuk menenangkan roh – roh yang ada di laut. Selain itu, ada Ari Moyang, hari yang jatuh sebulan setelah kalender Cina memasuki Tahun Baru Imlek, suku Mah Meri akan mengadakan upacara syukur besar – besaran kepada para moyang khususnya Moyang Kertik, Moyang Gadeng dan Moyang Ambai yang ada di Rumah Moyang. Pada hari itu, mereka pun menyediakan hidangan istimewa untuk disantap bersama. Semacam merayakan lebaran dan natal saja, tutur kak Maznah yang menamani kami bertandang ke Rumah Moyang dan berkeliling kampung.

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

Rumah Moyang

rentak selangor, moyang pongkol, suku mah meri, mah meri tribe, pulau carey

Patung moyang Mah Meri di Rumah Moyang

Belumlah puas menyusuri kampung dan bermain ke bibir pantai,saya sudah diajak untuk kembali ke bus. Ah, rasanya terlalu sebentar kami bertandang ke Pulau Carey. Begitu banyaknya kisah yang belum didengar dan saksikan; yang melahirkan harap untuk kembali ke Kampung Sungai Bumbun, bersua dengan Moana dari Mah Meri, saleum [oli3ve].


Dikilik – kilik di Qliq Damansara

$
0
0

Sudah agak lama saya mendengar sebuah tempat di negeri seberang yang bernama Damansara. Tempat yang ingin disambangi awal tahun lalu, yang harus digagalkan mengingat waktu yang sangat terbatas untuk pergi pulang hingga beranjak ke bandar udara Kuala Lumpur. Tempat yang kata seorang kawan ketika kami menikmati sarapan sederhana yang tersaji di penginapan pada awal Desember 2016 lalu, kawasan elit.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Qliq Damansara Hotel

Damansara mulai dibuka dan dikembangkan pada pertengahan 1990-an menjadi kawasan hunian dan bisnis baru di Petaling Jaya, Malaysia. Jaraknya, sekitar 30 menit berkendara dari jantung Kuala Lumpur bila tak terkendala macet. Siapa sangka kalau di akhir tahun lalu saya akan menginap di kawasan Empire Damansara, yang hanya sepelemparan popok dari apartemen kemenakan yang selalu saja tak bisa bersua atau berselisih jalan ketika saya ke Kuala Lumpur dan mereka justru hendak beranjak dari sana. Nyata benar, segala sesuatu ada masanya.

Selama 3 (tiga) hari mengikuti kegiatan Rentak Selangor di akhir tahun lalu, saya menginap di Qliq Damansara, hotel yang berdiri di Empire Damansara, kawasan hunian dan komersial berkelas yang berada di dalam kawasan segitiga emas Petaling Jaya, Damansara Perdana.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Superior Twin Room

Saya menempati Superior Twin di lantai 20 dengan kaca jendela yang bisa dibuka tutup, menghadap ke tengah kota. Bila pagi datang atau saat petang menjelang, saya senang berdiri di depan jendela menikmati secangkir teh panas menyambut datangnya halimun, sembari melihat lalu lalang kendaraan penghuni Damansara berangkat dan pulang beraktifitas.

Perlengkapan keseharian untuk dipergunakan di dalam kamar, sudah tersedia. Ruang kamar mandi dan toiletnya legaaa, tak seperti hotel kebanyakan yang biasanya meminimalkan ruang bersih-bersih tersebut sehingga saat menggunakannya pun hati lega. Satu yang penting, ada hair dryer! Saking senangnya dengan aroma serai dalam body lotionnya, saya sampai minta dikirimkan berulang ke kamar. Lumayan kan buat bekal keseharian, disimpan dalam bekpek hahaha.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Meja kerja, suka lampu mejanya .. pengen dibawa pulang 🙂

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Kamar mandi yang legaaaa dan terang

Qliq Damansara menyediakan fasilitas layanan kelas satu selama 24 jam seperti pusat kebugaran moderen, saltwater indoor pool (kolam renang dalam ruang yang airnya mengandung garam), restoran, Qliq Corner, dan Zesty Q Lounge untuk bersantai bagi tamu – tamu yang menginap di sini.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Aqua Pool

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Lobi yang menyenangkan

Kala turun sarapan di pagi hari, saya paling senang duduk di bangku di depan rak buku di Qliq Corner. Dari bangku itu, mata bisa leluasa memandang ke hijaunya pepohonan di atas bukit di seberang hotel. Satu yang saya sayangkan, menu sarapannya tak banyak. Selama sarapan di hotel, saya hanya melihat nasi uduk eh nasi lemak dengan lauk-pauknya yang standar seperti semur daging, bihun goreng, kacang goreng, dua macam buah (pepaya dan melon atau semangka), dua macam  kue tradisional, teh/kopi, dan air jeruk. Tak ada salad, aneka buah, konter omelet, sereal, dan roti yang biasanya menjadi sasaran saya bila menginap di hotel. Untungnya, ada History of Malaysia yang cukup  tebal di rak bukunya yang dijadikan pelengkap sarapan setiap pagi.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Sarapan plus @Qliq Corner

Qliq Damansara dikelilingi gedung perkantoran, mal, restoran, gedung teater/pertunjukan, dan tempat – tempat lainnya untuk bersenang – senang bersama kawan atau keluarga. Bila ingin berbelanja keperluan sehari – hari yang tak sempat dikemas atau iseng mencari camilan, di belakang lobi hotel ada gerai myNEWS.com yang buka 24 jam. Pabila ingin berkeliling di mal, berjalan kakilah beberapa langkah dari Qliq Damansara ke The Curve, Ikea atau One Utama. Bagi yang membawa anak, tak jauh dari situ ada pula KidZania. Kalau tiba – tiba perlu dokter, ada Klinik Dr. Onn yang bisa kamu datangi dengan selonjoran saja ke Heritage Lane dari lobi hotel.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Bersua Dr. Onn

Hari kedua menginap di Qliq Damansara, petang hari saat kembali ke hotel untuk rehat, saya mampir ke Klinik Dr. Onn. Ini pengalaman pertama kali berjalan harus mencari dokter. Sejak berangkat, kulit muka dan dagu mengalami gangguan, semacam iritasi yang membuat kulit merah dan gatal. Kesalahan pakai salep, membuat ruamnya merajalela dan perih saat berkeringat. Sore itu, ketika bersua dengan kemenakan yang tinggal di Empire Soho, apartemen di samping hotel, saya mengajak mereka untuk menemani bersua dengan Dr. Onn.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Si Unyil yang menenami ke klinik

Meski berada di kawasan elit, ternyata biaya pelayanan kesehatan di sini muraaaaah sekaliiiiii. Untuk biaya konsultasi, satu macam salep yang masih penuh hingga hari ini dan beberapa butir obat untuk oral; saya bayar tak sampai RM 40, lebih murah dari biaya sekali kunjungan ke dokter langganan, padahal sudah bersiap gesek kartu. Lebih senang lagi setelah dua kali menggunakan salep, dan sekali minum obat; kulitnya menjadi bersih. I love you Dr. Onn. Btw, pelayanan di kliniknya tak seperti di klinik faskes satu tempat saya terdaftar di Jakarta yang orang – orangnya cembetut. Di klinik itu, orangnya ramah, apalagi dokternya senang berbagi petuah sehat haha.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara, heritage lane

Akses ke Heritage Lane dari lobi

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Heritage Lane

Di Heritage Lane juga ada tempat untuk berkesenian, Damansara Performing Art Centre (DPAC). DPAC ini salah satu tempat pertunjukan berkelas di Malaysia. Di sini ada macam – macam pertunjukan dunia yang bisa kamu saksikan seperti teater, tari, musik, dan aneka program yang bisa kamu ikuti. Tentu sesuai jadwal yang tersedia ya. Kalaupun pertunjukan sudah usai, kamu bisa menikmati interior ruang DPAC yang menyenangkan untuk bergambar. Terkadang, ada juga yang mengadakan pameran di serambinya. Bila ingin duduk – duduk santai menikmati kudapan ringan ditemani secangkir kopi atau teh, semangkuk mie, cuci mata, dan bercengkerama dengan kawan kamu bisa mencicipinya di kedai – kedai  kopi dan bakmi yang ada di Heritage Lane ini.

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Ada yang asik sendiri main dengan instalasi di DPAC

Qliq Hotel Damansara
Empire Damansara
No 2 Jalan PJU 8/8A, Damansara Perdana
47820 Petaling Jaya
Selangor, Malaysia

Phone +603-2035-5959/5969
Email contact@qliqdamansara.com

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

myNEWS.com yang buka 24 jam

hotel qliq damansara, hotel di damansara, hotel di malaysia, empire damansara

Starbucks Qliq Damansara

Enggan keluar dari lobi hotel? Mampirlah ke Starbucks sebelum masuk ke dalam lift menuju ke kamar. Hanya perlu diingat, Starbucks-nya hanya buka hingga pk 22.00. Namun, jika masih ingin ngopi atau ‘ngeteh bisa dibuat sendiri di kamar.

Tak ingin lelap di hari terakhir karena harus beranjak pagi – pagi ke KLIA, malam terakhir saya isi dengan duduk – duduk di myNEWS.com, menikmati secangkir teh tarik panas sembari berbagi cerita dengan Makmur Dumilah hingga pagi menjelang. Saat jarum jam sudah menunjukkan pk 03.00, saya kembali ke kamar, menyeduh bubur ayam dan teh panas lalu berkemas kembali ke lobi, menanti jemputan ke bandara. Dengan menumpang uber car, dalam 40 menit saya sampai di KLIA, saleum [oli3ve].


Mencintai Sedalam dan Sekuat Cinta Maipa Deapati dan Datu Museng

$
0
0

Bangunan mungil berwarna hijau pupus yang berdiri di mulut gang, tak jauh dari persimpangan jalan besar di seberang pantai Losari itu sepi – sepi saja saat saya mendekati pekarangannya. Tak ada penunjuk arah ke tempat itu, saya hanya berjalan mengikuti langkah kaki sembari menerka – nerka letaknya ketika menyeberang dari Stella Maris. Ternyata tak sukar untuk menemukannya. Lagi pula mereka, penghuni rumah inilah yang telah mengajak saya ke sini. Membiarkan bersendiri di depan pagar besi berwarna hijau tua setinggi kuping yang ujungnya runcing seperti tombak ditancapkan ke tanah. Pada pintu pagar ada gapura yang melengkung ke atas. Mungkin dahulu ada penanda selamat datang tertulis di sana. Sekarang semuanya polos, hijau tua.

Datu Museng, Maipa Deapati, Makam Datu Museng, Romeo Juliet Makasa

Di depan makam Datu Museng & Maipa Deapati (abaikan muka belum mandi 😉 )

Rumah di depan saya beratap seng. Plafonnya rendah, ada enam lubang udara berbentuk kotak di bawahnya menyerupai kotak sabun colek yang pernah berjaya di masa dulu. Dua jendela persegi empat dengan lubang – lubang berbentuk kembang yang berfungsi sebagai lubang udara, melengkapi bangunan kecil itu sehingga ia tampak layaknya sebuah rumah pada umumnya, memiliki pintu dan jendela dengan sedikit teras yang dilapisi ubin kekuningan. Tepat di tengah, di bawah kaki jendela, ada pusara kecil, tertutup ubin yang senada dengan ubin pada lantai teras.

Ini kunjungan tak biasa di jelang petang. Aah bukan, ini juga bukan kunjungan khusus. Hanya iseng. Iseng mengikuti panggilan tak biasa, yang datang di jelang pagi. Saya pun hanya ingin memastikan mereka yang entah sengaja atau pun tak sengaja bertandang ke kamar di gedung Santo Yosef setelah sebelumnya mencuri perhatian di lorong ruang tunggu ICU/ICCU Stella Maris dan mengajak kemari; pernah ada.

Tentu saja saya menemukan keberadaannya yang terekam pada tulisan berwarna emas pada sebidang plat tipis (sepertinya dari sisa seng) yang dicat merah; Makam Datu Museng. Plat itu ditancapkan lekat – lekat dengan paku di keempat sisinya pada kusen pintu. Sebuah gembok berwarna hitam menggantung, mengunci rapat – rapat pintu itu. Saya berjalan ke samping rumah, mencari pintu lain yang mungkin disediakan di belakang. Tak ada. Hanya sebuah sumur tua menempel di dinding belakang yang saya jumpai namun tak sempat diintip apakah airnya penuh atau tidak.

Datu Museng, Maipa Deapati, Makam Datu Museng, Romeo Juliet Makasa

Pusara Datu Museng dan Maipa Deapati

Lewat lubang angin berbentuk segitiga yang berderet di tengah dinding samping, saya mencoba mengintip ke dalam rumah. Kosong. Ruang itu agak temaram. Setengah dinding ruangnya dilapisi dengan ubin putih. Ada cahaya yang datang sedikit – sedikit melalui lubang angin yang ada pada dinding. Tampak sebuah pusara melintang dari timur ke barat. Pada bagian kepalanya, dua nisan dari kayu (?) yang telah menghitam, berdiri rapat, tak terlalu tegak, sedikit condong ke barat. Saya menebak – nebak, tentu itu adalah nisan Datu Museng dan Maipa Deapati, penghuni rumah yang telah memaksa saya melangkah turun dari lantai 6 (enam) Stella Maris, gedung di seberang rumah mereka, untuk berdiri di depan rumah yang sepi ini.

Cinta Datu Museng dan Maipa Deapati berkelindan rapat – rapat pada abad 17, semasa Sombangta I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Djalil Tumenanga Ri Lakiung memimpin Kerajaan Gowa. Meski kunjungan ke rumah mungilnya tak menemui kendala, pun kala bertandang ke peristirahatan Sultan Abdul Djalil hanya merasakan getaran yang hebat; saya belum bisa bebas berakrab – akrab dengan mereka. Datu Museng dan Maipa Deapati sangatlah hati -hati menjaga rasanya agar tak salah membuka hati. Saya menghargai pilihan mereka, tak bisa dipaksa.

Datu Museng, Maipa Deapati, Makam Datu Museng, Romeo Juliet Makasa, Makam Raja Gowa

Makam Sultan Abdul Djalil, Raja Gowa XIX

Kisah cinta Datu Museng dan Maipa Deapati bertunas dari Galesong, tempat para taruna dari berbagai penjuru nusantara berkumpul memperkuat kesatuan bahari Kerajaan Gowa. Arrangan, satu dari pemuda itu. Ia datang dari Kesultanan Sumbawa. Hatinya tertambat pada salah seorang puteri bangsawan Galesong. Puteranya, Karaeng Gassing, ketika dewasa pun menikah dengan perempuan Galesong memberinya cucu semata wayang, I Baso Mallarangang.

Baso tak sempat berlama – lama menikmati kasih sayang kedua orang tuanya. Mereka meninggal semasa Baso masih balita. Baso kecil lalu dibawa pulang ke Sumbawa dan dibesarkan oleh kakek Arrangan. Datu Museng, nama yang kemudian melekat pada dirinya saat beranjak dewasa.

Datu Museng dan Maipa Deapati dipertemukan di sebuah surau tempat mereka belajar ilmu agama di kaki Tambora. Cinta telah menautkan hati mereka, merekat dalam – dalam meski restu terhalang. Maipa Deapati, jelita nan berani adalah puteri Sultan Sumbawa sebagaimana umumnya turunan kerajaan; ia telah dijodohkan dengan saudara sepupunya Mangalasa.

Datu Museng, Maipa Deapati, Makam Datu Museng, Romeo Juliet Makasa

Ketemu Datu Museng di pantai 😉

Cinta mereka diuji lewat jarak dan waktu. Ketika Maipa Deapati jatuh sakit menahan segala tekanan rasanya pada pilihan orang tua serta terpisah jauh dari kekasihnya; hanya Datu Museng yang diharapnya segera datang untuk mengobati sakitnya. Ketika puterinya sembuh, meski berat, raja Sumbawa akhirnya merestui pernikahan Maipa Deapati dengan lelaki pilihannya.

Tak lama setelah menikah, Maipa Deapati berangkat ke Makassar bersama Datu Museng yang ditugaskan untuk membantu perjuangan Gowa menghadapi Belanda. Di tengah perang yang berkecamuk, kecantikan Maipa Deapati telah membuat seorang kapten Belanda jatuh hati dan menginginkan Maipa Deapati menjadi istrinya. Keteguhan hati Maipa Deapati yang tak tergoda untuk beranjak ke lain hati, membuatnya memilih mati di tangan kekasih hatinya agar cinta dan raganya tak ternoda. Kepergian Maipa Deapati disusul oleh Datu Museng yang memasrahkan dirinya gugur di tengah perang meski dirinya  masih kuat untuk melawan.

Datu Museng, Maipa Deapati, Makam Datu Museng, Romeo Juliet Makasa

Pertama melihat ini, yang teringat Ipeh Pitaloka 😉

Cinta yang terlalu kuat dan mengakar di dalam hati, telah membuat mereka bersetia sehidup semati hingga ke pembaringan terakhir. Namun, bila memerhatikan penanda pada rumah mungil di mulut gang ini, ada sedikit kejanggalan di sana. Kenapa penanda di atas pintu itu hanya ada tulisan Makam Datu Museng? bukan Makam Datu Museng dan Maipa Deapati?

Saya meninggalkan rumah mungil yang berada di sela kedai – kedai makanan,tak jauh dari gapura besar bertuliskan PUSAT KULINER MAKASSAR yang menyambut setiap pejalan yang melaju ke Jl. Datu Museng. Dengan banyak tanya yang berkeliaran di dalam kepala, saya kembali ke pekarangan Stella Maris yang berdiri di antara Jl Datu Museng dan Jl Maipa. Esok atau lusa, bila ragu sudah pupus, kita bisa bersua kembali untuk berbincang dari hati ke hati, saleum [oli3ve].


Menyusuri Jejak – jejak Kerajaan Gowa

$
0
0

Gigitan terakhir deppa kakau a.k.a sawalla (= kue gemblong, bhs Jawa) meluncur ke kerongkongan tepat saat langkah menggapai gerbang kecil di samping Masjid Al-Hilal. Akhirnya kembali ke sini setelah 6 (enam) tahun berlalu dari langkah pertama dijejakkan di parkiran masjid ini. Waktu itu, bang Aras, kawan yang menemani berjalan, meminta ijin untuk sholat Jumat sebentar di masjid terdekat yang kami lalui selama berkeliling di Gowa dan Al-Hilal-lah yang kami tuju saat panggilan sholat menggema.

masjid katangka, masjid kesultanan gowa, masjid tertua di sulawesi, masjid tertua di gowa

Masjid Al-Hilal, Katangka

Saya mampir ke Masjid Al-Hilal selepas iseng bermain ke tempat peristirahatan Sultan Hasanuddin. Dari belakang masjid, tempat peristirahatan itu terlihat di ketinggian Bukit Tamalate. Ada gerbang di belakang peristirahatan, tapi menurut Mustaqim, abang yang berjaga di tempat itu, gerbangnya dikunci. Jadilah saya jalan – jalan petang menyurusi jalan raya untuk turun ke masjid – yang lagi – lagi kata Mustaqim lumayan jauh – dan setiap melewati pagar rumah penduduk atau berpapasan dengan mereka yang melaju dengan kendaraan bermotor; dilihatin dengan pandangan penuh tanya. Jaraknya nggak jauh koq. Keenakan duduk manis di atas kendaraanlah membuat orang malas untuk mengayun langkah.

masjid tua di makassar, masjid kesultanan gowa, masjid katangka, masjid al-hilal, makam raja gowa, makam hasanuddin

Bangunan berbentuk limas di belakang Masjid Katangka

O,ya, alasan lain yang membuat orang enggan berjalan kaki, ternyata, jalanan yang ramai kendaraan itu; rawan copet. Upzzz. Saya baru tahu saat pulang ke Antang diantar sama mas – mas Grabcar. Dirinya berbagi cerita, “mbaaaak, tadi lewatin patung massa – awal mendengarnya saya pikir si mas mau bercerita tentang patung jaman atau berat hihi – kan?, itu simbol mbak, sepanjang tempat itu rawan kejahatan.” Ouuwww yaaaa? Alhamdulillah, terpujilah TUHAN, dilindungi dan diberkatilah selalu para pejalan yang berjalan dengan hati yang bersih; semua aman sentosa.

Masjid Al-Hilal dibangun pada 1603 M di dalam komplek Istana Tamalate semasa pemerintahan I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna, Raja Gowa ke-16. Jika di kemudian hari ia lebih dikenal sebagai Masjid Katangka, itu karena tempatnya berdiri sekarang berada di kampung Katangka.

masjid tua di makassar, masjid kesultanan gowa, masjid katangka, masjid al-hilal, makam raja gowa, makam hasanuddin

Makam kuno di pekarangan Masjid Katangka

Ah ya, sebenarnya, siang itu saya berencana bermain berlama – lama di Museum Balla Lompoa yang berdiri gagah di tengah kota Sungguminasa, Gowa. Ada sesuatu yang ingin saya cari di sana. Nah, mumpung selama di Makassar tinggalnya hanya 30 menit dari Gowa, pergilah saya ke museum yang ternyata pintunya lebih sering tertutup rapat daripada dibuka itu. Yasudah, terlanjur di Gowa, saya beranjak ke Bukit Tamalate.

Istana Balla Lompoa, Museum Balla Lompoa, Istana Kerajaan Gowa

Museum Balla Lompoa ini adalah bekas istana Kerajaan Gowa

Lega melihat tempat peristirahatan Sultan Hasanuddin dan raja – raja Gowa di puncak Tamalate kini lebih terbuka. Pagar beton yang dulu membentengi tempat peristirahatan rapat – rapat sudah berganti dengan pagar besi. Di belakang peristirahatan ada taman berumput yang teduh, dan pengunjung pun bisa menikmati pemandangan yang ada di kaki bukit dengan leluasa. Saya teringat duluuu, mesti mencari pijakan yang agak tinggi bahkan diam – diam memanjat pagar untuk memuaskan rasa penasaran pada penampakan yang ada di baliknya.

Kamu tahu ada apa di balik pagar itu? Ada bangunan – bangunan besar berbentuk limas yang menyembul dari kaki bukit. Tempat yang akhirnya saya datangi saat melangkah ke pekarangan belakang Masjid Katangka setelah tertunda selama enam tahun! Duluu, sewaktu menunggu bang Aras Jumat’an; saya hanya berdiam di dalam mobil karena di luar hujan deras. Sekarang, saya bisa melihat dan menyentuhnya dari dekat.

Lalu, apa isi bangunan besar itu? Tak ada informasi yang bisa didapatkan di sana. Tak ada pula yang bisa diajak berbincang selain dua anak kecil yang asik bermain dengan ikan – ikan kecil di genangan air di tanah berlumpur di antara makam.

masjid tua di makassar, masjid kesultanan gowa, masjid katangka, masjid al-hilal, makam raja gowa, makam hasanuddin

Bagus ya .. ada 5 or 6 makam di dalam bangunan besar – besar di belakang Masjid Katangka

Masuk mi saja bu, tidak dikunci ji pintunya. Ada kuburang di dalam,” berulang mereka mengompori tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan dari ikan – ikannya.

Penasaran, saya pun melangkah dengan bersijingkat, serta sesekali melompat menghindari genangan dan tanah becek, mendekati salah satu bangunan limas yang pintunya terbuka lebar – lebar. Dari balik pintunya saya melongok pelan – pelan ke dalam ruang yang gelap. Onde mandeeee, dua anak kecil itu tak bohong. Makamnya cantik – cantik! pada bagian kepala, kaki dan sekelilingnya diukir serta dicat merah, hitam dan kuning keemasan. Ini bukan makam kebanyakan. Sayang banget, makam – makam itu tak dilengkapi informasi penting untuk pengunjung yang penasaran seperti saya. Lalu, siapa saja mereka? sesuai informasi pada papan yang bertengger di pagar di samping gerbang masjid; Makam Keluarga Keturunan Raja Gowa.

masjid tua di makassar, masjid kesultanan gowa, masjid katangka, masjid al-hilal, makam raja gowa, makam hasanuddin

Coba baca baik – baik tulisan pada pintu makam ini

Di kunjungan kedua ini saya tak mengulas Sultan Hasanuddin. Tentu, kamu sudah tahu kan siapa si empunya nama itu? Saya lebih fokus pada Sultan Abdul Djalil meski energi besar yang mengikuti langkah selama di bukit hingga turun dari Tamalate terbawa dari pintu peristirahatan kedua Sultan Gowa ini. Saya mengerti, mereka, orang  – orang besar pada masanya. Yang saya tak tahu, belum sempat mencari tahu, dan entah saya juga tak tahu apakah nanti akan mencari tahu; adakah yang belum diselesaikan sebelum beranjak ke alam sana? Karenanya, sebelum beranjak dari bukit, saya mohon kepada beliau berdua, “Karaeng, jangan miki ikut na. Berani ka datang sendiri, berani ja pulang sendiri juga.” Eeeh, nggak tahunya dikawal turun dari bukit hingga ke peristirahatan Syekh Yusuf  😉

Di seberang Masjid Katangka, mata saya silau dengan sebuah penanda usang yang berdiri di pinggir jalan. Penanda yang tak tampak bila tak awas … 200M Makam Syekh Yusuf. Kamu tahu kan, mata saya hijau bukan saat melihat uang tapi melihat kuburan! Baru kali ini saya merasakan melangkah menuju titik 200 meter itu, jauuuh ya. Untuk memastikan tak terlalu jauh melangkah dan tak melewati tujuan, saya pun mampir bertanya pada ibu penjaga warung di tepi jalan yang jaraknya hanya dua rumah dari tempat yang dituju hahaha.

makam syekh yusuf

Makam Syekh Yusuf

Langkah saya disambut oleh seorang kakek yang menyodorkan bungkusan berwarna putih di depan gerbang Makam Syekh Yusuf. Tak ada tanya yang sulit untuk dijawab sebelum melangkah ke dalam pelataran makam. Saya hanya merasa dipalak!

+ Sepatunya simpan mi sini biar aman. Saya pun melepas sepatu di dekat pintu.
Terima kasih, permisi pak.
+ Lima ribu, ongkos titip sepatu dan tiket masuk. Baiklah, saya pun merogoh uang lima ribu perak dari kantong celana dan menyorongkan ke si bapak.
Semuanya dua puluh ribu, bunganya belum dibayar

Njirrrr!! #TukangKuburan dipalak di kuburan!! kenapa nggak ada pengumuman ongkos berkunjung atau tulisan, bayar dengan iklas? Saya minta kembali uang lima ribu yang sudah disodorkan dan menyerahkan uang dua puluh ribu agar nggak dipotong lagi ongkos lain – lain (jika ada) dan minta bukti pembayaran HTM yang disobek dari sisa tumpukan karcis yang sudah lusuh.

masjid tua di makassar, masjid kesultanan gowa, masjid katangka, masjid al-hilal, makam raja gowa, makam syekh yusuf, syekh yusuf

Petunjuk berkunjung ke makam Syekh Yusuf

Anggap saja beramal, saya melangkah dengan membuang segala pikiran tak baik yang berusaha menggoda dan menenangkan hati mendekati pintu makam.

+ Duduk dulu bu, di dalam masih ada orang. Silakan pakai kerudungnya.

Mas – mas yang berjaga di depan pintu masuk kubur menghentikan langkah saya dan menunjuk bangku untuk menunggu serta keranjang berisi tumpukan kerudung. Ok deh, ternyata ada dua lapis pintu di sini. Saya jadi ingat sewaktu memanjat menara Masjid Agung di Banten Lama. Ada 3 tempat kotak sumbangan yang disodorkan dari pintu, di dalam menara yang sesak hingga puncak, dan saya memilih hanya mengeluarkan uang setelah turun di pintu masuk. Ingat, hidup itu pilihan!

Oh gitu, eh .. saya ada koq. Gak pa-pa kan pakai punya sendiri? Nah, ini perlu dipastikan jangan sampai ada lagi tambahan ongkos tak terduga.

kuncen makam syekh yusuf, makam syekh yusuf, makam raja - raja gowa

Pak Mudjibu, kuat duduk berjam – jam, dari pagi hingga pagi di makam Syekh Yusuf, Tuanta Salamaka ri Gowa

Saat itu yang duduk – duduk menunggu jadwal berkunjung ada seorang ibu dengan dua anaknya, seorang kakek, dan dua lelaki muda. Ketika waktunya tiba, si mas penjaga pintu berteriak dan mempersilakan kami masuk. Kloter kami ketambahan seorang perempuan muda dan seorang lelaki yang menggandeng puterinya.

Pintu dibuka. Orang – orang yang tadi menunggu dengan sabar itu berlomba menggapai pintu. Saya pelan – pelan undur, memilih berjalan paling belakang. Kreek. Pintu ditutup dari depan, dada mendadak sesak, susah bernapas. Hati kecil saya bertanya, “kamu ngapain masuk sini, Lip?”

Belum juga dijawab, kaki masih terpaku di balik pintu memerhatikan pengunjung lain yang bergegas ke tujuannya masing – masing ketika sebuah towelan mendarat di punggung. Ternyata, mas – mas penjaga pintu. Ia menunjuk – nunjuk makam Syekh Yusuf, mengarahkan saya – yang mungkin dilihatnya bingung – untuk mendekati makam itu. Ketika saya melontarkan tanya, dia menolak menjawab pertanyaan saya dengan menunjuk Mudjibu; lelaki yang duduk di antara Syekh Yusuf dan istrinya sebagai tempat untuk bertanya.

Syekh Yusuf Al-Makassary, ulama besar dari Gowa adalah keponakan Sultan Alauddin, Sultan Gowa ke-14, Sultan Gowa pertama yang memeluk agama Islam. Syekh Yusuf meninggal di tempat pengasingannya di Cape Town, Afrika Selatan pada 1699. Jasadnya dibawa kembali ke tanah air atas permintaan Sultan Abdul Djalil, Sultan Gowa ke-19 dan dimakamkan di tempat peristirahatannya sekarang pada 1705. Kisah lengkapnya? Coba cek toko sebelah eeh .. kakek Gugel.

kuncen makam syekh yusuf, makam syekh yusuf, makam raja - raja gowa

Coba di-zoom dan baca tulisan di makam itu

Tak leluasa bergerak dan masih menunggu antrian, saya jadi berkesempatan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang. Selain Syekh Yusuf dan istrinya; bila tak salah mengingat, di ruang yang pengab itu ada 9 (sembilan) makam lain. Dari kesemuanya itu, tulisan pada makam di samping kanan Syekh Yusuf membuat mata jleeeb.

Mappadulung Daeng Mattimung Kareang Sanabone Sultan Abd Djalil, Raja Gowa ke-19, Tumenanga Ri Lakiung.

Jadiii, yang tadi di Bukit Tamalate siapaaaaa? Tergesa, saya pamit pada bapak Mudjibu, mencari udara segar di luar, saleum [oli3ve].


Siri’ na Pacce’

$
0
0

Mentari menurunkan sengatnya saat langkahku menggapai pelataran Benteng Tamalate, tempat yang banyak menyimpan kenangan akan perjalanan masa meski terkadang banyak yang abai pada jejaknya. Aku membayangkan benteng yang dulu berdiri kokoh di bukit ini pastinya memiliki pemandangan yang luas, dengan pagar yang tinggi dan tebal melingkupi puncak bukit membuatnya terlindungi. Kumainkan segala imaji, membayangkan masa itu sambil terus melangkah masuk ke pekarangannya dan mendapati dirinya duduk bersendiri, memandangi merah putih yang menari – nari mengikuti buaian angin senja. 

sultan hasanuddin, makam sultan hasanuddin, makam raja gowa, ayam jantan dari timur

Angin memberikan kesejukan pada udara senja, membuatnya tak terlalu panas, tak juga dingin; hingga ia betah menengadah ke langit tanpa sedikit pun bergeser dari duduknya.

Aga kareba, Karaeng? Baji’ – baji’ki?”

Lelaki yang matang diasah kerasnya pergolakan di bumi Galesong itu, hanya mengalihkan wajahnya sedikit saja sebelum kembali menengadah ke puncak tiang bendera. Entah apa yang bergulir di dalam pikirannya. Mungkin dirinya sedang mengingat – ingat masa pergolakan yang pernah dilaluinya, mungkin pula merenungi hari ini dan perkembangan yang terjadi setelah dirinya lama berlalu; tak bisa kubaca pikirannya.

Tabe Karaeng.” Aku pamit dari hadapannya, memberi dirinya ruang untuk bersendiri. Namun baru selangkah kuayun tungkai kaki hendak beringsut ke tepi benteng, desahnya yang dihembuskan angin menahanku tak menjauh. Lelaki yang tergeming di bawah tiang bendera itu, badannya kini merintangi langkahku.

Kuanggukkan kepala, menaruh hormat pada kehadirannya. Energinya menghangatkan senja, terasa sangat kuat menarik rasa yang membuatku undur dua langkah. “Karaeng Bontomangape … ,” kurasakan suara yang keluar dari bibirku tak terlalu keras tapi tubuhku ikut bergetar.

“Sama siapa ko datang?”
Sendiri, Karaeng.”
Beraninya kau.”
Saya,  Karaeng?”
Keingintahuanmu yang berlebih haruslah kau jaga agar tak menghamilkan hasrat yang tak bisa kau bendung.”
Iye, Karaeng

Senyum enggan hadir di wajahnya. Rahangnya mengeras, sorot matanya tajam, menatap jauh ke kaki bukit. Aku dibuatnya kikuk. Hendak bergeser, khawatir dirinya tersinggung. Mau pamit lagi, nanti disangka tak menghargai. Jadi aku diam saja menahan gelisah, bersabar menunggu tanggapannya.

“Hasrat pada kekuasaan, ketamakan, keserakahan, dan kepongahan; dapat membuat seseorang abai pada kata nurani. Segala cara akan dilakukan demi mendapatkan semua kepuasan akan pencapaian diri tanpa peduli pada apa yang dirasakan orang lain. Itulah yang terjadi pada bangsa- bangsa asing yang berbondong datang ke Nusantara. Mereka terpikat pada rempah – rempahnya, sehingga berlomba untuk menguasai jalur perdagangan di Nusantara.”

Ia kembali terdiam. Aku lebih lagi, menunggu kelanjutan kisah yang hendak dituturkannya.

Sedari aku masih balita; sudah kudengar Belanda, Inggris, Portugis, dan Spanyol bersaing untuk menjadi penguasa rempah di Maluku. Hingga pada satu masa, Belanda membabi buta memusnahkan pohon cengkeh dan pala di Maluku demi menguasai tanahnya. Gowa yang bersekutu dengan Ternate, membangun kekuatan untuk membantu  Maluku.

Aku menjadi kikuk ketika mata tajam lelaki itu bersirobok dengan pandangku. Tetap tanpa senyum. Ia mengingatkanku pada lelaki Aceh yang bibirnya susah sekali ditarik untuk mengulas senyum. Apakah orang – orang dari masanya tak suka tersenyum? Tak mengapa, tapi .. aku masih berharap melihat bibirnya melengkung sedikit saja untuk menenangkan getar yang menggerayangi tubuhku.

sultan hasanuddin, makam sultan hasanuddin, makam raja gowa, ayam jantan dari timur

“Aku tak pernah membayangkan jika satu hari harus berperang melawan saudaraku sendiri. Arung bagiku bukanlah orang lain.”

Emosinya bergejolak, terlihat dari gerak dadanya yang turun naik. Untuk kedua kalinya lelaki itu kembali menarik napas dalam – dalam. “Arung itu saribattangku .. , saribattangku.”

Kami beranjak remaja bersama, bermain, dan belajar mengaji tak pernah berpisah. Aku tak paham, apa yang telah merasuk pikirannya sehingga termakan hasutan Belanda untuk bangkit memimpin pasukan Bone melawan Gowa. Melawan saudaranya sendiri. Belanda itu licik! Taktik pecah belah dipakai untuk menghasut Bone, Buton, Seram, dan Ternate agar bersekutu menyerang Gowa.

Tangan kanannya bergerak membenarkan letak ujung passapu di kepalanya yang tertiup angin. Lengan bella’, kemeja merah terang yang dijahit dengan benang emas dan membalut badannya senja itu turut berkibar – kibar. Emosinya disalurkan lewat cengkeraman tangan kirinya yang mengeras pada kepala badik yang disisipkan pada sarung lipa’ garusu’ -nya. Kakinya melangkah pelan – pelan, ekor matanya mengerling mengajakku mengikuti langkahnya. Aku pun mindik – mindik mengiringnya dari belakang.

Galesong diperkuat taruna – taruna yang bersetia dengan  jiwa pejuang sejati yang siap mati demi membela dan mempertahankan negeri. Sebagian datang dari daerah lain, dari kerajaan – kerajaan sekutu Gowa untuk belajar ilmu bahari dan memperkuat armada laut Kerajaan Gowa. Mereka bersehati tuk maju bersama ke medan perang melawan kompeni.

“Pernah kau dengar istilah siri’ na pacce’?” Aku mengangguk, meski tak terlalu dalam memahami falsalah masyarakat Makassar itu.

“Siri’* adalah harga diri dan kehormatan yang kita miliki, yang haruslah dijaga baik  – baik dalam keseharian. Sedang pacce’** hmm … kalau aku tak salah memahaminya adalah ikatan  emosi yang saling berkelindan, membentuk toleransi rasa terhadap sesama, Karaeng.”

sultan hasanuddin, makam sultan hasanuddin, makam raja gowa, ayam jantan dari timur

Dia memandangku lekat – lekat, energinya terasa hendak menelan bulat – bulat seluruh tubuhku yang kembali bergetar.

Siri’ itu harga diri. Rasa yang membentengi dirimu dari bertindak di luar akal sehatmu sehingga tak membuat malu diri, keluarga, dan masyarakat tempatmu berada. Karenanya berhati – hatilah menjaga lakumu agar kau tak kehilangan siri’mu.  Sedang pacce’, dorongan dari dalam dirimu yang menggerakkan jiwamu merasakan apa yang dirasakan oleh sekelilingmu. Toleransi katamu. Ya. Belas kasih, tenggang rasa. Seperti itulah hidup yang seharusnya kita jalani. Menghormati satu sama lain, dan membela mereka yang terpinggirkan. Ketika ada bagian tubuhmu  disakiti, maka bagian tubuh lainnya pasti akan ikut merasakan sakitnya. Siri’ na pacce’ hendaklah selalu menyertai langkahmu. Jaga itu di dalam hatimu, di sepanjang napasmu.

Kusesap dalam – dalam setiap kata yang mengalir dari mulutnya. Kutimbang – timbang perjalanan yang telah dilalui dan jalan di depan yang masih akan ditempuh.

Siri’ na pacce’, semangat itu yang menyatukan para pejuang Gowa. Ah, jangan mi terlalu banyak kau pikir. Lakukan saja apa yang membuat hatimu damai. Selama tak kau ikuti ego dan emosimu, yakinlah jalanmu akan baik – baik saja meski kau temui kerikil – kerikil dan batu yang melintang di tengah jalan. Itu bukan penghalang untuk terus melangkah.

Aku hanya mengangguk – angguk mendengar petuahnya, menggaruk kepala yang mendadak gatal mencoba menebak – nebak pikiran lelaki yang sepertinya sedang berusaha membaca jalan pikiranku. Aku tersentak melihat dirinya mendadak berdiri. Sebelum dia bergegas kembali ke peristirahatannya, kucoba mengejar dirinya dengan tanya yang berusaha kutahan – tahan agar tak melompat dari ujung lidahku.

“Tabe’ Karaeng, sepahit dan sesakit apa pacce’ yang harus kunikmati untuk menjadi bijak melangkah?”

Ada seulas senyum di bibir lelaki yang sedari tadi lurus – lurus saja itu. Tak tampak sedikit pun gurat amarah pada wajahnya. “Tak perlu kujelaskan padamu, engkau telah memahaminya dengan baik kapan pacce’mu  menggelitik jiwamu.”

Lelaki itu, I Mallombasi, Karaeng Bontomangape, melangkah kembali ke peraduannya meninggalkan diriku yang masih berhitung, pada masa kapan pacce’ yang dia maksud? saleum [oli3ve].

secara harafiah:
*siri’ (bhs Makassar, Toraja) = rasa malu
**pacce’ (bhs Makassar) = perih, sakit di hati



5 Tempat Ngopi Menyenangkan di Toraja

$
0
0

Selain keunikan tradisi budayanya, orang Toraja selalu bangga dengan “Kaa” – nya. Kaa hadir dalam setiap pertemuan. Sejak matahari menggeliat dari peraduannya hingga bulan bersiap meronda semesta; kaa menemani setiap cerita yang bergulir. Dari dapur – dapur rumah, ga’deng – ga’deng ( = kedai) di tepi pasar hingga perhelatan besar di kampung – kampung adat; kaa menghangatkan pertemuan, tersaji dalam ragam bentuk cangkir, mengepulkan uap, dan menebar aroma yang merangsang indera penyesap rasa.

kelana street coffee, jak koffie, kopi toraja, ngopi asik di toraja, toraja arabica

Pa’pia Toraya bersua, ngopi di pinggir lapangan bola

Dulu, istilah kaa hanya dipakai masyarakat Toraja yang tinggal di dataran tinggi. Sekarang, kaa bergulir dalam obrolan keseharian orang – orang Toraja. “Kaa!”, sapa akrab masyarakat Toraja untuk secangkir kopi hitam yang siap disesap.

Bertandang ke Toraja belumlah lengkap tanpa menikmati secangkir kopinya. Meski sejatinya bubuk kopi yang baru diseduh dengan air panas paling mantap dinikmati kala pagi datang sembari duduk – duduk di alang (= lumbung padi), ngopi di kedai kopipun bisa jadi pilihan menikmati kopi pilihan Toraja di tempat asal kaa.

Saking latahnya ingin berbisnis, saat ini kedai kopi menjamur di Toraja. Sayangnya, tak semua kedai itu menyajikan pelayanan dan sajian yang dapat meninggalkan kenangan menyenangkan dalam hati pelanggannya. Bagi #TukangKuburan, selain ngopi di rumah, 5 (lima) kedai berikut menjadi tempat pilihan yang menyenangkan untuk menikmati kopi karena paket spesialnya.

Warung Kopi Toraja
Awal 2016 seorang kawan baik, Rampa Maega, mengenalkan saya pada Warung Kopi Toraja. Menurutnya, this is the real kedai kopi, harus nyoba ngopi di sini. Dari namanya sudah terendus sajian apa yang ditawarkan di kedai sederhana yang menempati beranda depan rumah Sulaiman Miting, pemilik kedai. Di beranda itu hanya ada tiga atau empat meja kecil untuk tamu (dan keluarga bercengkerama). Ruangnya berbatasan dengan dapur. Di dekat pintu menuju dapur, ada lemari kaca untuk memajang kopi kemasan yang siap dijual sedang bagian atasnya untuk menaruh toples – toples kecil berisi biji kopi. Saya sempat mengintip ke dapur yang pintunya dibuka lebar – lebar, di sana tampak wadah yang dipakai untuk menyangrai kopi. Nyata kan, Warung Kopi Toraja ini benar- benar kedai kopi?

Saya memesan arabica sapan yang diantarkan dengan sepiring deppa te’tekan (beberapa menyebutnya deppa tori’), penganan khas Toraja yang dibuat dari campuran tepung beras dan gula aren dibentuk bulat panjang – panjang ditaburi wijen dan digoreng. Kawan saya menyebutnya serupa ee’ kucing, tapi sekali nyoba ketagihan. Iya, ee’ kucing ini enak .. manis dan legit. Deppa te’tekan teman karib kopi Toraja. Meski berada di bibir jalan poros Rantepao – Makale yang riuh lalu – lalang rupa – rupa kendaraan, suasana tenang tetap terasa di Warung Kopi Toraja membuat pengunjung betah duduk berlama – lama. Berbincanglah dengan Om Sulaiman yang tak pernah lelah menebar senyum, beliau akan senang sekali berbagi cerita seluk beluk kopi dan kisah petani kopi Toraja.

warung kopi toraja, kelana street coffee, jak koffie, kopi toraja, ngopi asik di toraja

Warung Kopi Toraja
Jl. Poros Makale – Rantepao No 77
(samping Misiliana Hotel)
Desa Tallulolo, Kesu,
Toraja Utara, Sulawesi Selatan
Telp 0812-4104-8303

Tak banyak yang mengakrabi Warung Kopi Toraja, menjadikannya tempat yang nyaman untuk menyepi dan mencari inspirasi. Jika kamu penikmati kopi sejati, mampirlah ke Warung Kopi Toraja untuk menyesap secangkir kopi Toraja pilihan dari Awan dan Sapan. Agar tetap bisa mencicipi cita rasa kopinya ke mana pun kau berjalan, jangan lupa membeli sebungkus dua bungkus sebagai buah tangan untuk diri sendiri.

Jak Koffie
Mendengar namanya sudah terbayang sebuah tempat ngopi kekinian yang menyenangkan untuk duduk – duduk, berbincang, sembari menyesap secangkir kopi. Jak Koffie hadir di Rantepao, Toraja Utara pertengahan 2016 lalu, dikelola seorang anak muda Toraja, Micha Rainer Pali. Sebagai barista, Micha turun tangan langsung meracik kopi dan melayani pelanggan yang datang ke kedainya.

Jak Koffie menawarkan tempat untuk menikmati kopi dengan beragam pilihan yang sesuai selera bagi generasi kekinian di dua pilihan ruang yang tersedia; ruang berasap atau tanpa asap. Tak sekadar sajian kopi yang ditawarkan, ada banyak cerita yang bisa dinikmati lewat bacaan yang disedikan di sebuah rak buku yang menempel di salah satu sudut ruang depan. Ketika tak sedang sibuk meracik kopi pesanan pelanggan setianya, sang barista pun takkan pelit berbagi cerita menarik tentang budaya Toraja, kopi, fotografi, atau topik yang sedang ramai dibincangkan di keseharian.

kelana street coffee, jak koffie, kopi toraja, ngopi asik di toraja

Ruang Jak Koffie menyenangkan untuk berpose (maafkan tak bisa jauh – jauh dari Aceh  ;))

Jak Koffie
Jl. Wolter Monginsidi No 31
Rantepao, Toraja Utara
Sulawesi Selatan
Telp 0812-9119-5525
IG: @jakkoffie

Ke kedai kopi tanpa berbagi keriaan di media sosial rasanya tak kekinian. Jangan khawatir, Jak Koffie sudah memahami hasrat itu dan menyiapkan kedainya yang instagramable menjadi tempat berbagi kenangan menyenangkan saat ‘ngopi. Tinggal pilih, pada bagian mana Jak Koffie yang membuat ‘ngopimu selalu ingin dikenang.

Kaana Toraya Coffee
Kincir angin dual fungsi Kaana Toraya Coffee memiliki daya tarik tersendiri. Tak sekadar dipajang dan diputar – putar ketika ingin menikmati gemericik air. Ia juga berfungsi sebagai sumber energi untuk menghidupkan roasting machine kreasi sang pemilik kedai, Eli Pongrekun.

Kaana Toraya Coffee tak serupa kedai kopi kebanyakan. Keunggulannya terbaca dari dua kata yang mengikuti namanya, Espresso & Roastery. Lho, apa bedanya dengan kedai kopi biasa?

Gini sangmane, di kedai kopi kebanyakan, kopi yang disajikan diracik barista dari biji – biji kopi yang didapatkannya dari tempat lain. Sedang di coffee roastery, kamu bisa mengetahui proses pengolahan kopi dari masih berbentuk biji, bagaimana memilih biji yang berkualitas dan sesuai selera, melihat teknik dan cara memanggang biji kopi, melihat proses menggiling hingga kopi siap disesap.

kelana street coffee, jak koffie, kopi toraja, ngopi asik di toraja, kaana toraya coffee

Tim Filosofi Kopi belanja kopinya di Kaana Toraya Coffee (dok. IG @kaanatorayacoffee)

Kaana Toraya Coffee
Jl. Pongtiku No 8, Karassik
Rantepao, Sulawesi Selatan
Telp 0813 – 5534 – 0175
IG: @kaanatorayacoffee

Jujur, meski dari kecil suka memainkan biji kopi bahkan kadang ikut mengganggu nenek yang menyangrai kopi di belakang rumah; sewaktu diijinkan membantu memisahkan biji kopi di Kaana, saya baru tahu bedanya lanang dan wadon. Ingin tahu banyak tentang kopi? mampirlah ke Kaana Toraya Coffee, pesan kopimu dan nikmati kisahnya dari om Eli.

Kelana Street Coffee
Pagi pertama sesampai di Toraja minggu lalu, saya merindukan secangkir Green Tea Latte. Lhooo .. katanya ngopi? Jadi gini, saat pertama kali mampir ke Kelana Street Coffee, lidah saya jatuh cinta pada Green Tea Latte-nya. Karenanya, ketika kembali ke Toraja, rasa itulah yang dirindukan.

Kelana Street Coffee menawarkan konsep ‘ngopi yang berbeda dengan kedai kopi pada umumnya yang dibatasi oleh ruang. Eki, sang pemilik, anak muda yang lebih senang berproses di jalan. Katanya, orang yang mau belajar berproses adalah orang yang tahan dibanting di jalanan. Sebagai manusia yang senang berproses, obrolan kami pun mengalir tanpa hambatan. Eki meracik kopinya dari pantat suzuki carry yang sehari  – hari diparkir di salah satu sudut Lapangan Bakti, Rantepao.

kelana street coffee, jak koffie, kopi toraja, ngopi asik di toraja

Eki sedang meracik kopi pesanan pelanggan di Kelana Street Coffee

Kelana Street Coffee
Jl. Mangadil B, Sudut Lapangan Bakti
Rantepao, Toraja Utara
Sulawesi Selatan
IG: @kelanastreetcoffee

Serupa dengan Jak Koffie, di Kelana Street Coffee; kamu bisa memesan beberapa varian kopi yang diracik dari beragam jenis kopi pilihan dengan rasa yang sesuai selera.

Ingin menyesap kopi di tempat terbuka? Wajib mampir ke Kelana Street Coffee. Pesan kopimu dan nikmati sembari duduk – duduk di depan meja kayu atau di bibir lapangan pada pagi atau sore hari. Jangan lupa mengecek IG @kelanastreetcofee untuk menyimak waktu buka kedainya.

Cafe Aras
Cafe Aras adalah kafe resto pertama yang dibuka di Toraja untuk memanjakan mata lewat desain ruang berbentuk ruang di dalam tongkonan, rumah adat Toraja. Dekorasi ruangnya pun tak lepas dari ornamen tongkonan. Cafe Aras menyasar pelanggan kelas menengah ke atas, namun sekali dua kali kamu akan bersua dengan anak – anak muda yang berkumpul untuk suatu perayaan di sana. Meski tak dikhususkan sebagai tempat ngopi, sajian kopi tubruk arabicanya bisa diadu dengan kedai kopi.

Bagi saya, Cafe Aras bukan sekadar tempat yang wajib dikunjungi untuk ‘ngopi ketika pulang ke Toraja. Di sini tempat pertemuan yang menyenangkan dengan sosok – sosok inspitatif, berbagi cerita sembari memuaskan lidah. Pemiliknya pun tak segan menyapa pelanggan yang bertandang ke kedainya bahkan dengan senang hati berbagi banyak informasi seputar budaya dan adat Toraja. Tahun lalu, saya berkenalan dengan Dana Rappoport, antropolog Perancis yang menyelami Toraja lewat etnomusikologi. Perbincangan yang menyenangkan karena Dana suka keceplosan membalas tanya dalam bahasa Toraja yang halus.

Cafe Aras menyediakan makanan khas Toraja seperti pa’piong babi/ayam/ikan atau pantollo’ babi/bale pammarrasan. Namun perlu dicatat, bila ingin mencicipi sajian tersebut, pesanlah 4 – 5 jam sebelum datang duduk manis karena dibutuhkan waktu yang tak sedikit untuk menyiapkannya. Bagi pejalan yang lidahnya tak akrab dengan masakan Indonesia yang kaya bumbu tak perlu khawatir karena Cafe Aras pun menyediakan ragam sajian western seperti steak, pasta, dan lain – lain. Menu kesukaan yang tak pernah lalai dipesan bila bermain ke sini adalah Jus Tamarilo, Kopi Toraja, dan Guacamole, kudapan khas Meksiko yang dibuat dari alpukat. Sedang untuk makanan mengenyangkan saya suka Pork Steak dan Pa’piong Ayam.

kelana street coffee, jak koffie, kopi toraja, ngopi asik di toraja, cafe aras

Bahagia banget tak sengaja bersua Dana Rappoport di Cafe Aras

Cafe Aras
Jl. A. Mappanyuki No 64
Rantepao, Toraja Utara
Sulawesi Selatan
Telp. 0821-9036-2021
IG: @arasparura

Untuk memperluas jangkauan pasarnya, akhir 2016 lalu, Cafe Aras yang dikelola langsung pemiliknya, Aras Parura; telah membuka satu lagi kedai yang menyasar jiwa – jiwa muda yang menyenangi suasana kekinian dengan tetap mempertahankan konsep tongkonan. Tempatnya tak jauh dari kedai yang pertama, pas buat nongkrong, meresapi perjalananmu di Toraja sembari menanti jadwal keberangkatan bus malam yang akan membawamu pulang ke Makassar.

Kopi dan Toraja tak dapat dipisahkan, meski terkadang hanya hadir lewat perbincangan saja. Serupa dengan kebanyakan orang Toraja yang bangga dengan arabica-nya namun tak banyak yang menyadari kaa yang mereka teguk sehari – hari tak lagi dipetik dari kebun – kebun kopi yang dulu subur di belakang tongkonan, saleum [oli3ve].


[Rentak Selangor] Warisan Budaya Jawa, Andalan Wisata Selangor 2017

$
0
0

Dua jam berlalu sejak Wak Rusli menengadahkan wajah dan mengangkat tangannya meminta persetujuan para dewa alam semesta untuk hadir di tengah warga yang sudah berkumpul. Sejak kemenyan dibakar di dalam sebuah nampan yang juga berisi sesembahan dan diletakkan di tengah – tengah tanah lapang, di depan topeng sisingaan. Asapnya membubung ke langit, wanginya terbang dibawa angin yang bergerak pelan – pelan. Satu per satu pemain Kuda Kepang, tarian yang akan dipertunjukkan malam itu, bersimpuh di depan nampan, membasuh mukanya dengan asap yang terus saja meliuk – liuk. Itulah ritual magis yang dilakukan sebelum hajatan Kuda Kepang digelar di Homestay Haji Dorani, Kampung Sungai Besar, Selangor.

rentak selangor, kuda kepang, kerasukan, discover selangor

Gendang ditabuh, gending dibunyikan, suara gong melolong memecah senyap. Para penari mulai mengayun langkah satu – satu. Maju, mundur, berputar, dan berkeliling membentuk lingkaran. Pergantian gerak mengikuti hentakan cemeti. Dua jam pentas disertai suasana magis, makin malam semakin mencekam. Pada tiga puluh menit terakhir, saya menahan napas. Mungkin sebagian yang berkumpul juga menahan napas, menanti dengan was – was apa yang akan terjadi selanjutnya saat Wak Rusli kembali turun ke tengah lapangan untuk “membebaskan” tubuh – tubuh yang sudah diisi dan ditumpangi kekuatan magis sehingga melakukan gerakan tak biasa tanpa merasa lelah. Bulan malu – malu menyingkap tirai awan yang menyelubungi tubuhnya, kembali bersinar di atas kepala.

Kuda Kepang menjadi salah satu atraksi wisata yang dinikmati peserta Rentak Selangor: The Breathing Pulsa of Our Land yang dicanangkan oleh Jawatan Kuasa Pembangunan Generasi Muda, Olah raga, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan, Selangor. Ini merupakan kegiatan #RentakSelangor kedua yang digelar pada 4 – 12 Maret 2017 oleh Selangor State Economic Planning Unit (UPEN Selangor) bekerja sama dengan Gaya Travel Magazine dan diikuti oleh 32 orang peserta yang berasal dari perwakilan media (TV, online, termasuk social media influencer) dari Filipina, Indonesia, dan Malaysia.

rentak selangor, kuda kepang, kerasukan, discover selangor, gamelan

#RentakSelangor merupakan kegiatan kunjungan wisata yang digalakkan untuk mendukung program Tourism Selangor untuk mengenal wisata budaya yang ada di Selangor. Dalam jumpa pers usai pembukaan kegiatan yang digelar di The Kabin, Y.B. Amirudin bin Shari, Executive Concillor Pembangunan Generasi Muda, Sukan, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan mengatakan, keberhasilan program pertama yang digelar akhir tahun 2016 mendapat respon yang baik dari pelaku wisata; mendorong pihaknya untuk kembali mengadakan kegiatan serupa tak lama setelah program pertama digelar.

Kuda Kepang, tradisi budaya Jawa yang diwariskan oleh leluhur Kampung Sungai Besar yang berasal dari Jawa, Indonesia. Mereka datang ke Malaysia berpuluh tahun lalu bersama para perantau dari berbagai pulau lain di Indonesia, menetap, dan beranak-pinak. Selain Kuda Kepang, peserta #RentakSelangor pun diajak untuk mengenal, menikmati dan bercengkerama dengan para pemain Wayang Kulit Jawa dan Gamelan serta Kompang Jawa yang leluhurnya pun berasal dari Jawa.

rentak selangor, kuda kepang, kerasukan, discover selangor

Warisan budaya ini terancam akan hilang bila tak diperkenalkan dan diwariskan kepada generasi penerus. Berbeda dengan Kuda Kepang yang penari dan pemain instrumen musiknya sudah berganti generasi ke yang lebih muda, para pemain gamelan, dalang wayang kulit dan kompang Jawa masih dipegang oleh generasi ketiga yang sudah sepuh. Mereka mulai was – was pada kelangsungan kesenian yang mengingatkan mereka pada akarnya.

Selain wisata budaya warisan di perkampungan Jawa, di hari terakhir, kami pun berkesempatan melihat dari dekat para artisan barongsai dalam membuat pesanan kepala barongsai serta atraksi kesenian barongsai di Wan Seng Han Dragon and Lion Art.

rentak selangor, kuda kepang, kerasukan, discover selangor, kompang jawa

Pada 2017 ini, Malaysia menargetkan untuk mencapai angka kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 31,8 juta wisatawan yang akan berkunjung ke berbagai destinasi wisata yang ada. Dari angka tersebut, Tourism Selangor menargetkan 7,4 juta wisatawan akan berkunjung ke destinasi – destinasi wisata andalan Malaysia di wilayah Selangor. Lewat kegiatan #RentakSelangor ini diharapkan para wisatawan akan medapatkan informasi beragam destinasi wisata yang ditawarkan oleh Selangor terutama wisatawan Singapura dan Indonesia yang pada 2016 lalu tercatat sebagai dua negara tertinggi penyumbang angka kunjungan wisata mancanegara ke Selangor. Saleum [oli3ve].


Nyamannya Bus Malam ke Toraja

$
0
0

Pernah pada satu hari ketika menumpang travel dari Solo ke Surabaya, saya berbagi bangku belakang dengan seorang nenek dan cucunya. Sepanjang perjalanan si nenek tak kehabisan topik untuk dibincangkan, sementara sang cucu – yang ganteng – lebih banyak diam dan hanya mengangguk atau tersenyum ketika namanya dikait – kaitkan dengan cerita sang nenek.

toraja, pemandangan toraja, singki

Saat obrolan sampai pada asal usul, sang nenek yang bertutur dengan gaya khas puteri keraton – dalam salah satu perbincangan di rumah makan tempat kami beristirahat makan siang, nenek itu bercerita tentang keluarganya yang berasal dari keraton Solo – sangat senang mengetahui tetangga bangkunya orang Toraja. Beliau sontak berkicau,”Wah, Lip, berarti kampung kamu di tengah hutan ya? Berapa hari jalan kaki untuk sampai ke sana?

Asyeeeeem! Dipikir saya dari pedalaman?

Setelah menenangkan diri, meneguk teh botolan yang dingin; giliran saya berbagi cerita tanah kelahiran. Tentang alamnya yang – kata orang – indah, tentang budayanya yang – kata wisatawan – unik, tentang perjalanan ke sana yang bisa ditempuh dengan berkendara – tinggal pilih mau lewat udara atau darat – dari Makassar tak lagi berjalan kaki seperti pada masa kuda menjadi angkutan andalan dahulu. Tentu saja tak lupa menambahkan bumbu … penduduknya gagah tampan, cantik molek tiada bandingnya. Terkenal manis budi bahasa dan lemah lembut perangainya. Mereka saling menghormati, saling menghargai hak azasi. Mereka bernaung di bawah pusaka Garuda Pancasila, dan sang saka, Merah Putih lambang Indonesia. – hahaha … itu kata syair lagu yang ngetop dibawain Atiek CB jaman saya SD dulu; Nusantaraku.

O,ya .. cerita di atas terjadi sewaktu saya baru lulus SMA, sedang rajin – rajinnya  mencari tempat kuliah. Ikut tes sana sini, dan mulai memberanikan diri berjalan sendiri dari satu kota ke kota yang lain. Waktu itu, perjalanan Toraja – Makassar (dulu Ujung Pandang) sudah dilayani beberapa perusahaan angkutan dengan bus – bus besarnya yang bangkunya empuk dan bisa disetel. Kamu bisa memilih untuk berjalan di pagi, siang, atau malam hari. Tinggal pilih hari keberangkatan dan pesan tiket bus sesuai dengan yang dibutuhkan (dan ongkos yang terjangkau isi kantong).

Bagaimana sekarang?

Andai bersua dengan nenek dan cucunya, saya akan promosi, ibunya mas Wiwi dari Solo, tahun lalu ke Toraja naik bus lho, Nek! Bus – bus sekarang sudah lebih keren dan memanjakan penumpangnya. Kalau dulu saya berlangganan bus yang itu itu saja, sekarang langganannya yang ini ini melulu.

Kenapa berpindah ke lain hati? Alasannya sederhana saja. Bus langganan lama armadanya belum kekinian, sopirnya suka ugal – ugalan sehingga sering keluar di berita mengalami kecelakaan. Saya pun pernah menumpang salah satu bus itu malam – malam saat mudik. Bus ‘nyaris ciuman dengan bus dari arah berlawanan dan hampir saja terguling di sisi jurang saat melaju di jalan berkelok – kelok. Jadi, tak sekadar berpindah karena godaan iman atau termakan hasutan kawan.

Jika diurutkan dari yang paling sering ditumpangi, inilah 3 (tiga) bus eksekutif jurusan Makassar – Toraja – Makassar yang tiketnya dipesan bila mudik.

Primadona
Namanya sudah menunjukkan dia yang disenangi, bukan? Apa yang membuatnya menyenangkan? Primadona memiliki 3 (tiga) jenis armada yang melayani rute Makassar – Toraja: Mercedes Benz 1626, Scania K360, dan Mercedes Benz 1836 dengan tarif antara Rp 160.000 – Rp 370.000. Tarif itu disesuaikan dengan jenis bus dan kelas bangku yang kamu pilih.

Saya lebih senang menggunakan Scania K360 dengan pilihan bangku kelas Executive Silver, di bagian jendela. Bus ini menyediakan 26 bangku dengan formasi duduk 1 – 1, 1 – 2 dan 2 – 2. Dua bangku pertama La Premiere Gold tarifnya Rp 370.000/penumpang, enam bangku di belakangnya La Premiere Silver tarifnya Rp 250.000/penumpang dan sisanya Executive Silver tarifnya Rp 200.000/penumpang.

toraja, pemandangan toraja, singki, bus primadona, bus malam toraja

La Premiere Silver bus Primadona

Kamu pasti bertanya, apa yang membedakan bangku – bangku tersebut sehingga tarifnya tak seragam padahal berada dalam satu badan bus? KESENANGAN. Ya, fasilitas yang menyenangkan demi memanjakan penumpang yang ditawarkan oleh pengelola bus Primadona.

Kalau kamu duduk di bangku La Premiere Gold maka selama 8 (delapan) jam perjalanan dari Makassar ke Toraja (atau sebaliknya), kamu dapat menikmati pijatan kaki di bawah bangku, nonton tivi lewat monitor kecil yang terpasang di bahu bangku dan bisa kamu geser – geser posisinya, colokan listrik sendiri untuk mengisi daya di HP, kamera atau peralatan elektronik berjalan yang kamu bawa. Bangkunya diselimuti kulit, cukup lega untuk yang ukuran bajunya triple XL. Ada bantal dan selimut untuk menemani tidur. Di bangku La Premiere  Silver, pijat kaki ditiadakan. Sedang di Executive Silver, kamu cuma kebagian selimut tebal yang lembut dan bantal (itupun warna dan coraknya dibedain hahaa).

Tak tergoda untuk mencoba fasilitas di La Premier Gold, Lip? Kalau tiketnya dibayarin mungkin mau. Tapi secara bangkunya paling depan, saya akan berpikir berkali – kali sebelum memutuskan untuk memilih bangku itu karena tak nyaman duduk menghadap langsung ke jalan raya. Pertimbangan lain, saya orangnya PELOR. Kalau naik bus antar kota yang nyaman, pantat nempel langsung molor. Karenanya saya selalu memilih bangku Executive Silver yang besar dan empuk. Begitu masuk bus setel kursi dan sandaran kaki ke posisi nyaman untuk tidur, ambil bantal, tarik selimut, dan zzz.. zz .. bangun – bangun sudah sampai tujuan  🙂 .

bus malam toraja, bus primadona, tiket bus online

Snack di bus Primadona, buat pengganjal perut lapar

Kontak Bus Primadona
Makassar – 0411 – 4772290/ 0811-4497-212/ 0822-9130-5334
Rantepao – 0811-4497-210

Eh, kemarin dulu, dalam perjalanan dari Makassar ke Toraja, saya malah keenakan. Bisa milih bangku yang kosong dan tidur selimutan di dua bangku. Asik kan?

Bintang Timur
Saya menumpang Bintang Timur (lagi) karena dikompori abang yang katanya baru kali ini bisa lelap di bus yang bangkunya nyaman. Kalau disetel, benar – benar serupa tempat tidur. Bangku nyaman itu bisa didapatkan pada satu armada sleeper bus Bintang Timur yang melayani rute Makassar – Toraja – Makassar. Penasaran, sewaktu hendak balik ke Makassar dua minggu yang lalu, saya membatalkan tiket yang sudah dipesan di Primadona dan memesan satu tiket di sleeper bus Bintang Timur.

Karena pesannya sudah di hari keberangkatan, bangku yang tersisa hanyalah bangku paling depan. Berhubung penasaran pengen tahu seberapa nyaman sleeper bus-nya, saya ambil juga dengan membayar Rp 200.000 (konon harga aslinya tak segitu tapi saya dikasih diskon, dikit lagi gratis haha).

toraja, pemandangan toraja, singki, bus malam toraja, sleeper bus toraja, bintang timur

Sleeper bus Bintang Timur

Dengan tarif itu, Bintang Timur menjanjikan bangku yang nyaman untuk tidur karena bisa disetel memanjang menyerupai tempat tidur, dan ada WiFi gratis. Sayangnya, saat saya mau mencoba koneksi WiFi-nya; MATI. Menurut salah seorang kondektur,”modemnya dicuri anak – anak di terminal Daya, sampai sekarang belum dibeli lagi. ” Lanjutnya, “penumpang jarang yang lihat HP, kan pusing ‘nunduk mbak.” Nggak jadi deh dipromosiin :).

Kontak Bus Bintang Timur
HP 0853-9526-9595/0813-5517-1692

Serupa dengan Primadona, di Bintang Timur juga disediakan bantal dan selimut. Bantalnya lebih besar tapi selimutnya terlalu kaku dan tipis serta bangkunya kurang empuk. Formasi tempat duduknya 1 – 2, dengan total bangku hanya 18 buah membuat lorong antar bangku lebih lega.

Bintang Prima
Kalau kamu ingin menjajal bus yang benar – benar menyediakan tempat tidur, pesanlah tiket bus Bintang Prima. Tapi kamu mesti pesan tiketnya jauh – jauh hari, karena bus ini sedang digandrungi dan semua orang ingin mencoba naik tempat tidur yang hanya ada 8 (delapan) unit di dalam satu bus jenis Jetliner itu.

Untuk mendapatkan satu tempat tidur, calon penumpang harus membayar harga tiket Rp 210.000/penumpang.

Kontak Bus Bintang Prima
Makassar – (0411) 2122232,0852-4287-8226
Makale –  (0423) 21142
Rantepao – (0423) 2992567

Mohon maaf saya tak bisa menggambarkan seperti apa kenyamanan yang didapatkan dengan tidur di tempat tidur dalam bus yang melaju di jalan yang berkelok – kelok karena belum mencobanya. Pula, tak berani untuk mencoba karena bila tak salah pengoperasian sleeper bus di Indonesia belumlah mendapat ijin resmi dari Kementerian Perhubungan – CMIIW – mungkin saja sudah berubah.

Nah, dari ketiga bus di atas, hati saya masih belum bergeser dari Primadona. Meski harga tiketnya tak jauh berbeda dengan bus yang lain, Primadona masih memiliki satu keunggulan. Setiap penumpang mendapatkan snack dan air mineral 660ml. Jadi kalau mendadak lapar di perjalanan, tinggal buka kotak kue. O,ya .. tiket bus Primadona juga bisa kamu pesan lewat mobile apps Bus Primadona.

bus malam toraja, bus primadona, tiket bus online

Aplikasi pemesanan tiket online bus Primadona

Beberapa tips naik bus Makassar – Toraja – Makassar:

  • Naik bus malam agar waktumu tak banyak terbuang di jalan, dan kamu bisa memanfaatkan waktu tidur dengan baik.
  • Pesanan tiket bisa dilakukan lebih dulu via telepon, bayarnya kamu bisa lakukan pada saat hendak berangkat di pool bus, terminal, atau di tempat kamu naik bus.
  • Jika bus tiba tepat waktu di Makassar (tak lewat pk 06.00), bus akan mengantarkan penumpang yang ingin langsung ke bandara dan menurunkannya di terminal keberangkatan bandara Hasanuddin. Jadi, informasikan kepada sopir/kondektur saat kamu naik bus hendak turun di mana.
  • Mau beli oleh – oleh? Kebelet pipis di jalan? Bilang saja sama sopir/kondektur agar mampir di tempat penjual oleh – oleh yang memiliki toilet.
  • Bertepuk tanganlah bila alamat yang kamu tuju dilalui oleh bus, itu kode bagi sopir untuk menghentikan kendaraan di tempat tujuan kamu.
bus malam toraja, bus primadona, tiket bus online

Tante ini tidurnya lelap sekali, tak terganggu sinar matahari yang sudah meriap ke dalam bus Primadona

Satu yang penting, jika kamu berjalan pada bulan – bulan orang sibuk berlibur; semua bus jurusan Toraja pasti fully book. Jadi pesanlah tiket min. dua minggu sebelum tanggal keberangkatan. Perhatikan juga tarif bus di atas akan mengalami kenaikan terutama pada libur natal dan tahun baru, saleum [oli3ve].


5 Tempat Trekking Menyenangkan di Toraja

$
0
0

Semalam, selagi nongkrong di Kelana Street Coffee, Eki, pemilik kedai, melayangkan tanya penasaran,”Apa sih yang membuat kakak tertarik dengan kuburan tua? Apakah kuburan yang dicari termasuk kuburan – kuburan yang ada di Toraja?” Tanyanya membuat saya teringat pertanyaan seorang kawan berjalan beberapa waktu lalu, “Senang dong mudik ke Toraja,Lip.” Karena? “Toraja kan terkenal dengan wisata kuburannya!

salam khas toraja, visit toraja, kondongan toraja, tukang kuburan, tongkonan toraja

Talendu’ opa, mampir yuuuuk

Saat mudik ke Toraja, nggak pernah dapat panggilan – sekali eh dua kali pernah, nggak sengaja – untuk menyusuri jejak sunyi. Meski banyak yang berkesimpulan ketertarikan pada kuburan pasti berawal dari tanah kelahiran, dan kentalnya darah Toraja yang mengalir di dalam tubuh #TukangKuburan. Nggak salah dan nggak seperti itu juga. Semua melalui proses. Kepada beberapa kawan yang sering berbagi cerita, saya suka mengatakan, salah satu tujuan berjalan – jalan ke tempat yang banyak dihindari orang itu untuk self theraphy, bersahabat dengan diri dengan meredakan takut berlebihan yang menghantui sedari kecil. Alasan lain, silakan baca di SINI.

Jadi, kalau mudik jalan – jalannya kemana, Lip? Mau tahu, atau mau tahu aja?  😉

Saya ini pejalan anti mainstream, – ‘ngakunya sih begitu – ketika yang lain ingin mengunjungi destinasi wisata yang sedang marak dibincangkan sehingga ramai dikunjungi; saya memilih menepi ke tempat – tempat yang mulai sepi dan dilupakan. Agar tetap bisa berjalan – jalan meski keterbatasan waktu sering menjadi penghalang; maka alasan jalan sehat dan keluar rumah pagi – pagi pun menjadi pilihan. Berjalan ke destinasi menyenangkan yang tak jauh dari rumah.

Ke mana saja? Nih dia 5 (lima) tempat trekking menyenangkan ala #TukangKuburan kala mudik ke Toraja:

Bukit Singki’
Di Rantepao, ibukota Toraja Utara  – bila ke Toraja, carilah penginapan di kota ini karena letaknya sangat strategis dan lebih dekat ke destinasi – destinasi wisata Toraja, promo tak berbayar 😂- ada satu bukit yang di pucuknya berdiri salib raksasa, simbol kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar orang Toraja. Ada yang senang bergurau, bila belum sempat berkunjung ke Bukit Golgota, naiklah ke Singki’. Yang membedakannya di Singki’ hanya ada satu salib, dan sepanjang meniti anak tangga ke atas kamu akan melewati rumah – rumah mini di kiri kanan jalan yang disebut patane (= kuburan berbentuk rumah). Di lerengnya ada pula gua – gua yang dijadikan sebagai liang kuburan. Kalau kamu haus karena lelah meniti 200an anak tangga, janganlah mampir mengetok pintu rumah itu. Penghuninya tak akan keluar.

salam khas toraja, visit toraja, kondongan toraja, tukang kuburan, tongkonan toraja, salib singki

Pemandangan dari puncak Singki’

Lebih baik bawa bekal minummu sendiri, – saya biasanya membawa secangkir kopi panas dari rumah – kudapan, dan buku untuk dinikmati selama menghilangkan penat sesampai di puncak; di atas tak ada kedai kopi. Dari puncak Singki’ kamu dapat menikmati keindahan Rantepao yang mulai sesak dengan bangunan – bangunan yang menjamur, sungai Sa’dan yang lelah mengalir, dan sawah – sawah yang mencoba bertahan meski kiri kanannya terus digerus pembangunan.

Biasanya, saya akan melangkah dari rumah pk 07.00, berjalan pelan – pelan saja, mengulur – ulur waktu demi menikmati perjalanan.

Limbong
Limbong bukan nama orang, tapi kolam alam yang telah ada sejak lama. Ketenangan air dan senyapnya menjadikannya tempat yang menyenangkan untuk menepi, bermeditasi, menajamkan pendengaran pada ceracau burung – burung hutan, dan desah rindu dedaunan pada belaian sayang bayu.

salam khas toraja, visit toraja, kondongan toraja, tukang kuburan, tongkonan toraja, kolam alam limbong

Limbong, tempat menepi yang menyenangkan

Meski berada di belakang Singki’, tak ada kendaraan umum yang melewatinya. Jadi, bila kakimu tak cukup kuat melangkah banyak – banyak, naik turun bukit; sebaiknya minta tolong kawan untuk mengantarkan atau sewa ojek motor saja untuk menggapainya. Ada ongkos berkunjung yang harus kamu bayar sebesar Rp 10.000/pengunjung. Agak mahal sih, karena saya tak bisa menyusuri kolam dengan menaiki bebek – bebek yang hanya diam bersandar di pinggir kolam. Kata bapak yang jaga loket, tarif sebanyak itu diberlakukan sama di semua destinasi wisata Toraja per Maret 2017 (perkara tarif kita bahas di lain kesempatan, ya).

Menyusuri Tepian Sungai Sa’dan
Sungai yang mengalir membawa harapan, ada kehidupan di sana. Tepian sawah lapang, anak – anak yang bergegas di pematang mengejar lonceng tak berdentang sebelum kaki mereka menggapai gerbang sekolah, senda gurau kerbau – kerbau yang merumput, rengekan babi – babi yang kelaparan, ibu – ibu yang berjalan tunduk membawa hasil kebun yang tak seberapa di dalam baka (= wadah dari anyaman bambu) yang menggantung di balik punggung, serta muka lelah para lelaki yang  duduk – duduk saja menanti mata kailnya menarik ikan; adalah pemandangan keseharian di sepanjang tepian Sungai Sa’dan saat pagi menyapa Ba’lele. Maaf, itu bukan karibnya ba’pau ya. Tapi nama kampung yang tepiannya bisa kamu gapai dengan berjalan kaki sejauh 10 menit saja dari Rantepao.

keindahan toraja, sawah toraja, kerbau toraja, wisata toraja

Asik kan bisa melihat yang hijau segar begini

Tak perlu jauh – jauh masuk perkampungan untuk menikmatinya. Berjalanlah sedikit saja ke jalan kampung yang menjalar di bibir Sungai Sa’dan, di bawah kaki Singki’. Di sana tempat yang menyenangkan untuk mengiring embun yang perlahan beranjak meninggalkan pagi.

Bukit Tambolang
Walau tak jauh dari rumah, saya bisa menghitung berapa kali melintasi kaki Tambolang. Jangan tanya kapan terakhir berkunjung! Itu terjadi kurang lebih tiga puluh tahun lalu saat kami beramai – ramai mengantarkan nenek buyut ke tempat peristirahatan terakhirnya. Jasadnya yang dibalun (= dibalut) di dalam buntelan kasur dan selimut lalu dibungkus kain merah, dihiasi manik – manik dan benang warna – warni, dikerek ke atas sebuah liang di dinding salah satu bukit di sekitar Tambolang. Saya pun tak ingat lagi letak dinding batu itu, karena yang terekam dalam memori masa kecil hanyalah kala kami memandang dari jauh, dari balik rimbun batang – batang bambu.

visit toraja, kondongan toraja, tukang kuburan, tongkonan toraja, tambolang, kuburan gantung toraja

Meluruskan kaki di puncak Tambolang

Tambolang bukan sekadar destinasi wisata alam, di dindingnya terdapat pula kuburan gantung serta peti mati kuno yang akan kamu lintasi saat beranjak ke puncak bukit. Serupa dengan Singki’, untuk menggapai puncak Tambolang, kamu cukup siapkan kaki meniti sekitar 400 anak tangga. Saya mencoba memastikan jumlahnya tapi di langkah kelima puluh konsentrasi buyar.

Penatmu mendaki akan sirna sesampai di puncaknya. Tak banyak yang mengakrabi tempat yang hanya sepelemparan handuk dari pusat kota Rantepao ini, menjadikannya tempat yang menyenangkan untuk bergambar. O,ya .. siapkan uang Rp 10.000 di kantong untuk membayar tiket masuk. Kalau kamu datang sebelum petugas loket terlihat duduk manis di bangkunya, datangi saja rumah yang ada di seberangnya, dan katakan kalau kamu hendak berkunjung. Tiket masuk bisa kamu bayar di rumah itu.

Kondongan
Kondongan adalah nama kampung di Toraja Utara yang tentu saja tak akrab di kuping pejalan karena namanya jarang disebut. Pemandangan di kampung ini menyenangkan dan menyegarkan mata, apalagi kalau kamu berkunjung petang hari saat matahari pelan – pelan beranjak ke peraduan.  Tapi ketika hujan lagi girang – girangnya menyapa Toraja di jelang senja, sebaiknya berjalanlah di pagi hari.

Pada salah satu ruas jalannya berdiri photobooth kreasi anak muda Kondongan dengan latar belakang tongkonan (= rumah adat Toraja) menjadikannya sasaran bergambar untuk diunggah di media sosial. Biar kekinian, saya pun mampir ke sana.

visit toraja, kondongan toraja, tukang kuburan, tongkonan toraja, tambolang, kondongan ba'lele

Tongkonan instagramable 😉

Saat bertandang kemarin, saya melihat di salah satu pekarangan rumah warga, tak jauh dari lokasi bergambar di atas; kamu pun bisa mampir di saung – saung – sabar ya, masih sedang dalam tahap penyelesaian – tuk selonjoran sembari menyesap kopi dan kawan – kawannya dari pinggir pematang.

Kelima tempat di atas bisa kamu kunjungi sekali berjalan pagi. Mulailah dengan memanjat Singki, menepi di Limbong, lalu susuri tepian Sungai Sa’dan ke Bukit Tambolang, dan tuntaskan hasratmu di Kondongan. Bila tak senang berjalan kaki, kayuhlah sepeda atau sewalah motor. Tak bisa mengendarai motor? Tenang, ada becak motor dan ojek motor yang siap mengantarkanmu berkeliling. Sepulang berjalan – jalan, mampir ‘ngopi di Jak Koffie atau Kelana Coffee Street pasti menyenangkan. Kalau mendadak lapar, pulihkan energimu dengan menikmati brunch kuliner lokal di Pong Buri.

Jadi, jika berkesempatan mengunjungi  Toraja, apakah kamu sudah tahu bagian Toraja mana yang hendak kamu akrabi? Saleum [oli3ve].


Keluh Kesah Pepohonan

$
0
0

Pernahkah engkau mencoba mendengar keluh kesah pepohonan dan gerutuan air dari sungai – sungai?
Pernahkah engkau merasakan keresahan burung – burung,  binatang – binatang, dan tetumbuhan di hutan yang ketenangannya terganggu?
Pernahkah engkau peduli – meski sedikit saja – pada kelangsungan hidup kami?

chilin sanctuary, forest, rainforest, hutanhujantropis, hari hutan sedunia 2017, international day of forest

Sapa ragu yang sayup tertangkap pendengaran kala matahari menggeliat dari pembaringannya. Pagi saat aku melangkah perlahan di pinggir hutan, menyusuri tepi sungai yang airnya bening dan hasratnya yang menggebu tuk memeluk tubuhku. Aah, dia membuatku menghentikan langkah sejenak sebelum suara itu kembali terdengar.

Takkah engkau bertanya -tanya, mengapa bumi yang kau pijak memanas dari hari ke hari?

Kubuka kuping lebar – lebar, mengedarkan pandang, mencari – cari siapa gerangan yang meniupkan tanya ketika kudapati senyum malu – malu dedaunan yang menggelayut manja pada ujung – ujung ranting pepohonan. Ia memintaku duduk di pangkuan bebatuan yang berdiam tak jauh dari kaki pohon. Katanya, dia sangat ingin berbagi cerita. Maka kuturuti pintanya yang jarang – jarang itu. Dia pun memulai ceritanya dengan kembali bertanya.

Masihkah engkau mengingat pesan bapak ibu guru tentang hutan yang tak bosan didengungkan? Bahwa hutan adalah paru – paru bumi, jagalah keberadaannya. Pada setiap hembusan napasmu, kau membuang karbon dioksida. Kami dedaunan, akan menghirup dan menyerap karbon dioksida itu, zat yang dapat mencekikmu, namun penting bagi kami dalam melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan oksigen yang kau hirup demi memanjangkan napasmu.

Tapi, pernahkah engkau berpikir, mengapa Tuhan mendandani sepertiga permukaan bumi dengan hutan? Apa yang akan terjadi bila paru – paru bumi itu terganggu? Serupa denganmu, kesehatan bumi pun terganggu. Di arisan pepohonan kemarin, beberapa kawanku mengeluhkan batuk – batuk kecil yang mulai mengganggu kesehariannya. Batuk – batuk yang berawal dari polusi udara yang disebabkan pembalakan dan pembakaran hutan secara liar. Kenapa masih saja ada manusia yang berpikir, hutan diciptakan hanya untuk mereka saja? Kamu tahu kan, dua pertiga spesies darat tinggalnya di hutan! Tak sekadar menumpang hidup, Tuhan tak asal menciptakan makhluk hidup dan menempatkannya secara serampangan di muka bumi. Setiap makhluk melakukan fungsinya masing – masing, berkontribusi untuk kelangsungan hidup bumi.

Kulirik dedaunan yang tertunduk pilu. Kegelisahan hatinya tak terbantahkan, pilunya menusuk ke relung hati.

kabut asap, kualanamu airport, dampak kebakaran hutan, hari hutan sedunia 2017

Mendarat di Kualanamu yang diselimuti kabut asap pada 2015 lalu

Aku teringat perjalanan ke ujung barat Sumatera Oktober 2015 lalu. Pesawat pagi yang membawaku berlama – lama berputar di udara karena tak dapat menjejak di Kualanamu. Lewat pengeras suara, pilot memberitahu, kabut asap menyelimuti Kualanamu rapat – rapat. Asap berasal dari kebakaran hutan selama berhari – hari di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi; bahkan diterbangkan angin hingga ke negara tetangga. Jarak pandang menjadi lebih pendek, diingatkannya penumpang untuk berdoa bersama – sama agar pesawat dapat menggapai landasan tanpa terkendala. “Bahan bakar kita masih cukup untuk berputar selama sejam di udara.” Usai memberikan pengumuman yang mendebarkan itu, tak ada lagi suara – suara yang terdengar. Tak ada yang berani bertanya, bahkan pada dia yang duduk di bangku di sebelah. Aku menghitung setiap menit yang berlalu, tepat pada menit keempat puluh lima – usai pemberitahuan dari sang pilot – kudengar cericit ban mencumbu daratan. Sedikit kasar, membuat tubuh pesawat menggelinjang. Tiga hari kemudian, saat aku hendak beranjak ke Sultan Iskandar Muda (SIM); seorang kawan yang bertugas di bandara berkabar, jangan tergesa ke bandara. Lalu lintas udara selama kabut asap turut hinggap di Nanggroe menjadi tak beraturan. Banyak penerbangan dibatalkan demi keselamatan. Sedikit bercanda sang kawan berseloroh, gegara kabut asap, ada pemandangan langka di SIM, kami bisa menikmati body pesawat – pesawat asing yang parkir di landasan.

Segala sesuatu yang dilakukan berlebihan hasilnya tak baik. Kapasitas dedaunan dari pepohonan yang sudah terbatas jumlahnya tak mampu lagi mengimbangi peningkatan karbon dioksida yang dimuntahkan ke udara dari pembakaran mesin kendaraan bermotor dan corong – corong asap industri setiap hari. Keseimbangan ekosistem terganggu, pemanasan global membuat es di kutub mencair. Adakah engkau memikirkan perkara ini, atau engkau hanya memikirkan dirimu saja?

Indonesian forest, international day of forests 2017, forest and energy, hari hutan sedunia, wajah hutan indonesia

Dok. World Resources Institute (http://www.wri.org)

Berdasarkan data  Global Forest Resources Assessment (FRA), Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan. Sebagai salah satu negara dengan hutan terluas – Indonesia berada pada peringkat 9 (sembilan) dengan luas 884.950 km², – setiap tahun Indonesia juga banyak kehilangan hutannya. 684.000 hektar! Ini bukan pencapaian yang layak dibanggakan, jadi jangan berharap untuk menggeser posisi Brazil. Kamu harus membantu Indonesia, angka hilangnya hutan itu HARUS diturunkan agar Indonesia boleh mengembalikan sedikiiiit saja bangganya disebut paru – paru dunia.

Apa yang bisa kamu lakukan untuk menjaga kelestarian hutan? membantu agar kami tak sesak napas oleh ulah manusia?

Dalam rangka Hari Hutan Sedunia (International Day of Forests) 2017, Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) merilis kuisioner sesuai tema IDF 2017; Hutan dan Energi. Kuisioner berisi 10 pertanyaan itu diberi judul panjang how much do you know about forests and energy? Kamu pun boleh ikut mencoba menguji pengetahuan dan pandangan sederhanamu tentang hutan dan energi.

Semoga setelah menjawab pertanyaan tersebut kamu memiliki bayangan tentang kegiatan – kegiatan sederhana yang dapat kamu lakukan untuk membantu mencerahkan wajah dedaunan dan hutan Indonesia. Mari memanfaatkan kekayaan hutan dan energi terbarukan dengan lebih bijaksana. Selamat Hari Hutan Sedunia, saleum [oli3ve].

*****

Tulisan ini dibuat dalam rangka Hari Hutan Sedunia 2017 yang jatuh pada 21 Maret 2017 bersama Travel Bloggers Indonesia (TBI). Mampirlah untuk membaca juga tulisan kakak – kakak TBI lainnya pada tautan berikut (mohon maaf jika ada yang belum dimutahirkan, segera menyusul ya):

  1. Albert Ghana – Suatu Pagi di Hutan Desa Benowo, Purworejo
  2. Atrasina Adlina – Bumi Semakin Kerontang, Hutan Sering Ditebang
  3. Edy Masrur – Hutan Jati Sengsara Berbuah Cinta
  4. Firsta Yunida – International Day of Forests: Stories About The Forest
  5. Indri Juwono – Gemerisik Hutan Pinus Bandung
  6. Liza Fatiah – Hutan Wakaf, Sebuah Inisiatif untuk Menghijaukan Aceh
  7. Parahita Satiti – Cerita Hutan dari Tiga Perempuan
  8. Rey Maulana – Hutanku Dulu, Hutanku Kini
  9. Shabrina Koeswologito – Sustainable Travel: A Path Toward Sustainable Forestry
  10. Titiw Akmar – Hutan Itu Berharga. Hutan Itu Indonesia.
  11. Tracy Chong – World Forestry Day 2017: Why I Love Forest and You Should, too!
  12. Yofangga – Pleidoi si Penebang Hutan

Berkenalan dengan Master Siow

$
0
0

Lelaki tengah baya itu terlihat asik bermain dengan tang, paku, dan seutas kawat di tangannya. Tak sedikit pun terganggu dengan langkah banyak orang yang datang berdiri melingkar di belakangnya, menantinya berpaling dari keasikannya itu.

master of lion dance, master siow, rentak selangor, tari barongsai

Siow Ho Phiew, usianya sudah melewati angka 60. Ia akrab disapa Master Siow – nama itu tertulis di belakang kaos kuning yang dikenakannya siang itu – akhirnya tersadar akan keberadaan orang lain di dalam ruang kerjanya. Diletakkannya perkakas yang sedari tadi digenggamnya, memutar badan lalu menempelkan pantat di ujung meja sebelum mulai bercerita. Ia berhemat bercakap Melayu, lebih banyak bertutur dengan bahasa Mandarin. Ia banyak berbagi kisah menarik hingga yang menggelikan yang berhasil mengalihkan konsentrasi dari hawa panas karena kipas angin besar yang bergelantungan di dinding tak sanggup lagi menyejukkan ruang yang kami sesaki.

Agar tertempias angin, saya undur sedikit mendekati perempuan yang tengah duduk menghias kepala barongsai di samping kaki saya dengan pita. Sesekali dia menyibak rambut di kepala barongsai, mencucuk kulitnya dengan jarum panjang dan tebal yang lubangnya disematkan pita putih, menarik, dan mengikatkan pitanya erat – erat.

Master Siow dikenal sebagai The Master of Lion Dance. Namanya tak asing di lingkup  per-barongsai-an (istilah apa ini :)). Seorang mentor tari barongsai – dirinya master of kung fu lhoo – , artisan, dan produsen kepala barongsai serta perlengkapan tari barongsai.

Tak serupa dengan rangka kepala barongsai buatan Cina yang terbuat dari bambu dan terbilang mahal jika harus dipesan langsung ke Negeri Tirai Bambu, Master Siow memilih untuk membuat sendiri kepala barongsai sesuai seleranya. Untuk rangka, digantinya bambu dengan rotan agar kuat dan tahan lama. Setelah rangka selesai, baru akan dilapisi dengan kertas dan kain, diberi corak dengan cat berwarna – warni serta ditambahkan pernak – pernik lainnya.

master of lion dance, master siow, rentak selangor, tari barongsai

master of lion dance, master siow, rentak selangor, tari barongsai

Ruang kerja Master Siow dan para artisannya berbentuk persegi panjang. Bagian tengahnya dijadikan ruang berlalu – lalang, sedang pada kiri kanannya diisi dengan rak – rak besi yang digunakan untuk menyimpan kerangka hingga kepala barongsai yang sudah jadi, termasuk perkakas dan peralatan kerja mereka. Master Siow tak bekerja sendiri. Ia dibantu oleh anggota keluarga serta teman yang memiliki panggilan jiwa yang sama. Selain menyediakan perlengkapan untuk tari barongsai, ia juga memiliki kelompok barongsai sendiri.

Kecintaannya pada kesenian barongsai membuat Master Siow memutuskan untuk mendirikan Wan Seng Hang (WSH) Dragon & Lion Arts pada 1986. Berkat kerja keras, usahanya lama – lama menjadi terkenal dan maju. Ia kerap mendapat undangan untuk menjadi mentor tari barongsai atau juri di perlombaan – perlombaan tari barongsai di mancanegara. Begitu pula dengan kelompok tari barongsainya yang sering beratraksi di berbagai tempat. Di luar perlengkapan tari barongsai, dalam setahun WSH dapat menghasilkan 500 kepala barongsai. Produk dari WSH ini tak hanya dipasarkan di Malaysia tapi sudah merambah hingga ke mancanegara.

master of lion dance, master siow, rentak selangor, tari barongsai

Master Siow

Siang itu Master Siow juga menjelaskan alat – alat musik yang mengiringi tarian barongsai tak sekadar dibunyikan. Tambur tak asal pukul, cymbal tak sekadar didengungkan. Ada birama yang harus diperhatikan. Ia pun menambahkan, mereka yang kepekaan rasanya lebih tajam pasti akan menghasilkan bunyi yang enak ditangkap kuping meski dia – mungkin – asal pukul saja.

Tari barongsai adalah sebuah pertunjukan yang dipercayai membawa keberuntungan. Ia biasa dimainkan pada perayaan Imlek serta acara – acara syukuran warga Tionghoa seperti pembukaan tempat usaha atau pun rumah ibadah (kelenteng). Setelah mendengar tuturan Master Siow, saya baru tahu ternyata tari barongsai ada dua macam. Yang sering saya lihat adalah tari barongsai yang memiliki keterkaitan dengan kung fu. Coba saja perhatikan gerakan – gerakan dari para penarinya. Barongsainya bisa melakukan lompatan jauh dan tinggi, berputar, serta memanjat pada tiang – tiang besi yang tinggi rendahnya saling silang.

master of lion dance, master siow, rentak selangor, tari barongsai

Sebelum beranjak ke hotel, kami beroleh kesempatan untuk melihat atraksi penari barongsai asuhan Master Siow di sebuah tanah lapang di seberang WSH, saleum [oli3ve].


Generasi Muda Menuju Transformasi Nasional 2050

$
0
0

Menyiapkan generasi muda menjadi pemimpin masa depan harus dimulai dari sekarang dengan melibatkan mereka dalam diskusi rancangan masa depan serta mengajak mereka ikut memikirkan solusi bagi permasalahan yang mungkin saja muncul dari penerapan rancangan yang dibuat saat ini. Karenanya generasi muda harus diberi ruang dan kesempatan untuk berkreasi, membekali diri dengan keterampilan dan keahlian serta memiliki pola pikir yang mumpuni.

auya 2017, fabulous melaka, famosa melaka, bastion

Pada pembukaan konferensi Asia Urban Youth Assembly (AUYA) 2017 yang berlangsung di Hotel Hatten, Melaka 25 Maret 2017 lalu; Wakil Perdana Menteri Malaysia YAB Datuk Sri Utama Dr. Ahmad Zahid bin Hamidi dengan gamblang mengungkapkan langkah konkrit pemerintah Malaysia menyiapkan generasi mudanya menuju era transformasi nasional 2050 (NT2050). Beliau menguraikan 3 (tiga) tren permasalahan yang akan menjadi tantangan di masa datang yang perlu disadari dan diantisipasi generasi muda dari sekarang:

Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial melebar ketika populasi penduduk di satu negara didominasi generasi muda yang tingkat pendidikannya rendah. Hal ini perlu diwaspadai mengingat angka populasi penduduk diperkirakan akan melonjak dari 7.3 hingga 8.8 milyar pada 2036. Pertambahan ini akan berdampak positif ataukah menjadi bencana pada kemajuan ekonomi di satu negara tergantung tingkat pendidikan masyarakat serta  kesigapan pemerintahnya menyiapkan infrastruktur di bidang pendidikan dan sektor pendukungnya.

Tantangan Ekonomi Global
Terjadinya pergeseran ekonomi global disebabkan menurunnya daya beli dari negara – negara yang berhasil pulih dari krisis ekonomi pada 2008, perlahan bangkit untuk melunasi dan mengembalikan dana pinjamannya. Kondisi ini berdampak pada menyempitnya lahan kerja sementara persaingan generasi muda dalam mencari kerja meningkat.

Perubahan Iklim dan Isu Kesehatan
Permasalahan ketiga muncul akibat perubahan habitat serta lingkungan yang ekstrim yang berdampak pada tingkat stres tak hanya pada manusia tapi juga tanah, air, udara, dan unsur lingkungan lainnya. Perubahan iklim ini akan memunculkan masalah – masalah baru dalam bidang kesehatan yang harus dipikirkan cara penanggulannya.

melaka, fabulous melaka, sembang teh tarik, auya2017

Pembukaan AUYA 2017

Konferensi AUYA 2017 mengangkat tema Youth Roles Towards New Urban Agenda – Taking Action for Innovative, Socially Minded terselenggara atas kerja sama pemerintah Melaka dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga Malaysia, UNHabitat, World Assembly of Youth dan Melaka Historic City Council diikuti kurang lebih 300 peserta yang berasal dari 34 negara di Asia dan Afrika. 

Penetapan Melaka sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi AUYA 2017 berdasar pada pertimbangan keberhasilan Melaka menciptakan peluang dalam mengelola pariwisatanya dengan tetap mempertahankan kearifan lokal dan merawat peninggalan sejarah kotanya, saleum [oli3ve].



Wisata Kereta Lembu Kampung Balik Bukit, Melaka

$
0
0

Dulu ketika kendaraan bermotor belum berkeliaran di jalan, masyarakat Melaka menggunakan moda transportasi dengan tenaga hewan – biasanya lembu atau kuda – untuk bepergian jarak jauh. Kendaraan beroda dua dengan pedati/gerobak kayu yang ditarik oleh satu atau dua ekor lembu. Oleh masyarakat setempat, kendaraan ini dikenal dengan nama kereta lembu.

kereta lembu melaka, fabulous melaka, kampung balik bukit melaka

Gini nih kalo orang Filipina dan Tiongkok keliling kampung dengan kereta lembu (dok. Hasif Hamsyari)

Masa itu, ketika kereta lembu adalah satu – satunya alat transportasi, jika hendak ke Melaka, masyarakat dari Kampung Balik Bukit harus berangkat pagi – pagi sekali dan baru sampai di tujuan ketika petang datang. Jika dibandingkan saat ini, dengan naik mobil atau bus waktu tempuhnya hanya 30 menit saja. Meski sudah bukan masanya lagi bepergian dengan kereta lembu, Shamsudin Abdul masih setia membuat kereta lembu. Di belakang rumahnya, di Kampung Balik Bukit, Shamsudin memiliki bengkel kerja namun tak setiap hari ada kegiatan di bengkel itu karena dirinya hanya akan menyibukkan diri di bengkel itu menyiapkan kereta lembu berdasarkan pesanan.

kereta lembu melaka, fabulous melaka, kampung balik bukit melaka

Shamsudin Abdul

Berkeliling kampung dengan kereta lembu adalah salah satu atraksi wisata yang diperkenalkan di Kampung Balik Bukit. Ketika ditawari untuk berkeliling dengan kereta lembu, saya memilih untuk naik kereta lembu yang gerobaknya memang dirancang untuk mengangkut penumpang dengan dua bangku panjang yang dipasang berhadapan. Kereta ini sangat khas dengan atapnya yang berbentuk seperti tanduk yang melengkung ke atas yang dijadikan juga sebagai logo Tourism Melaka. Sedang gerobak yang biasa digunakan untuk mengangkut barang tak beratap. Satu kereta bisa mengangkut delapan orang dengan postur tubuh sedang dan tungkai kaki tak panjang – panjang.

kereta lembu melaka, fabulous melaka, kampung balik bukit melaka

Angkutan tradisional dan moderen

kereta lembu melaka, fabulous melaka, kampung balik bukit melaka

Tempat duduk di dalam gerobak kereta lembu

Di Kampung Balik Bukit sebagian warganya masih mempertahankan rumah tradisional berupa rumah panggung Melayu yang terbuat dari kayu dengan tangga semen dihiasi ubin bercorak. Jika ingin lebih merasakan kehidupan di kampung, tinggallah semalam dua malam di rumah warga yang menyediakan homestay dan mengikuti aktifitas keseharian yang dilakukan warga Kampung Balik Bukit.

melaka, fabulous melaka, sembang teh tarik

Lomba menangkap bebek

Saya bersyukur sewaktu bertandang ke Kampung Balik Bukit bertepatan dengan Sembang Teh Tarik bersama Ketua Menteri Melaka, Datuk Seri Utama Ir Hj Idris bin Haron yang diselenggarakan oleh Tourism Melaka. Kami pun diajak komunitas warga pecinta vespa ke pusat kegiatan warga petang itu di tengah lahan persawahan menyaksikan beberapa lomba seperti lomba menangkap bebek, lomba menarik pelepah kelapa, dan tarik tambang sembari mengudap penganan tradisional di pematang sawah. Tentu saja, saya tak melewatkan untuk mencomot Singkong Rebus yang dimakan dengan cocolan Sambal Tumis Bilis yang sensasi pedasnya terasa nikmat di lidah. Singkong rebusnya pulen, sambelnya pun mantap sehingga kudapan lain tak lagi ditoleh. Tentu saja selain teh tarik campur sirop untuk mendorong makanan ke lambung.

Seri Utama Ir Hj Idris bin Haron, melaka, fabulous melaka

Datok Seri Utama Ir Hj Idris bin Haron, Ketua Menteri Melaka

Berada di tengah keriaan warga Kampung Balik Bukit, Idris bin Haron merasa seperti kembali ke masa kanak – kanak sewaktu permainan tradisional masih marak dimainkan oleh warga kampung selepas panen raya. Menurutnya sebuah kampung akan memiliki nilai lebih ketika kemajuan datang namun nilai – nilai tradisi yang ada tetap bisa dipertahankan dan dijalankan dengan selaras.

Bermain ke Kampung Balik Bukit membuat saya sadar, ternyata selain wisata sejarahnya yang terkenal, Melaka masih menyimpan banyak potensi wisata alternatif untuk dikunjungi. Dan di 2017 ini, Melaka mengincar 1 (satu) juta pejalan dari Indonesia bisa bertandang ke Melaka. Bisa jadi kamu salah satunya, saleum [oli3ve].


Menjenguk To Makula’

$
0
0

Saya mengakrabi senyum perempuan yang menyambut kedatangan saya di depan rumah itu. Senyum yang berusaha saya ingat – ingat, dimana dan kapan pernah mengakrabinya, hingga pertanyaan iseng itu pun meluncur.

Ibu pernah diwawancara National Geographic, ya?”
Haha .. iya, koq tahu?
Saya ikut mengerjakan proyek itu beberapa bulan lalu. Tugas saya menyimak obrolan ibu dan menerjemahkan hasil wawancaranya.

Ah, saya ingat sekarang. Kenapa senyum itu tak asing. Pada tiga video yang masing – masing berdurasi satu jam, senyum malu – malu si ibu dan wajah tegang suaminya selalu hadir, menemani selama beberapa hari berkutat dengannya. Karenanya, senyum itu lekat di memori.

Saya pun teringat ada bagian video yang berisi perbincangan mereka siang itu sembari duduk – duduk di alang (= lumbung, bhs Toraja) tentang nenek yang terbaring “sakit” di atas rumah. Mengingatnya, melahirkan tanya akan keadaan nenek; apakah sudah dikubur ataukah masih di rumah? Dan kalau boleh menjenguknya, apakah ada hantaran khusus yang diinginkan sang nenek?

Ternyata, nenek masih di rumah, saya pun diijinkan untuk mengajak kak Yofangga menjenguknya. Dan Katrina, ibu itu, mengatakan tak perlu repot membawa hantaran, cukup sapa nenek saja dan selipkan uang pangngan (= sirih pinang) saja di sepu’ (=tas kecil untuk menyimpan sirih pinang) nenek.

to makula, jenazah orang toraja, rambu solo, upacara adat toraja

Bagian kepala dibuka agar nenek “tak sesak”

Nenek Windy, panggilan nenek, tidur di kamar paling ujung, di samping pintu menuju dapur. Beliau tidur sendirian di kamar itu. Di dalam peti berwarna kecoklatan yang diletakkan di atas sebuah meja kecil. Sepu’nya tergeletak di ujung peti. Isinya beberapa kotak kecil yang biasa digunakan untuk menyimpan kapur, sirih, pinang, dan perkakas untuk menyirih. November nanti memasuki tahun kelima Nenek Windy hanya tidur – tiduran saja di kamar karena “sakit”. Tubuhnya sudah kaku, tak bisa bergerak lagi. Dia tertidur dengan kacamata menempel di wajah yang kulitnya sudah mengeriput.

Besarnya biaya untuk mengadakan upacara rambu solo‘ (= upacara kematian orang Toraja) membuat keluarga bersepakat “menyimpan” jasad Nenek. Anak cucunya harus menabung, mengumpulkan dana untuk pesta adat sang nenek. Meski sudah tak beraktifitas, selama nenek masih tampak “tidur” di rumah; bagi keluarga, beliau masih ada bersama mereka. Pada keadaan ini, Nenek Windy disebut to makula’ atau orang sakit.

to makula, jenazah orang toraja, rambu solo, upacara adat toraja

Potret Alfrida Tottong Tikupadang aka Nenek Windy

Nanti, mungkin setahun, dua tahun, entah kapan, saat dana yang mereka kumpulkan sudah mencukupi; anak cucunya akan berkumpul dan menggelar sebuah upacara adat untuk melepas kepergian sang nenek. Tak ada lagi air mata, hanya ada syukur karena telah mengantarkan kekasih hati menuju puya (=keabadian). Mereka pun percaya, akan tiba waktunya mereka akan kembali berkumpul di puya; pada satu hari nanti.

Aroma formalin yang sesekali tercium, memerihkan mata memaksa saya melangkah keluar dari kamar. Saya pamit pada nenek yang diam – diam saja tak sekali pun membalas salam yang terlontar. Sebelum menggapai pintu, tangan saya merogoh kantong celana, mengeluarkan titipan uang yang dimasukkan ke dalam sepu’ untuk membeli panggan Nenek Windy, saleum [oli3ve].


Keliling Kuala Lumpur dengan Helikopter

$
0
0

Semasa kecil dulu saya tak bosan – bosannya kagum acap kali ada helikopter mendarat di lapangan bola di depan rumah. Bahkan kalau mendaratnya di lapangan lain, yang tak terlalu jauh dari rumah; saya dengan senang hati akan berlari menuju lapangan itu demi melihatnya mendarat dan rela menunggu di balik pagar hingga ia beranjak pergi. Kehadiran helikopter di kota kecil tempat saya lahir menjadi salah satu hiburan dan tontonan yang menarik. Tak jarang, bila lapangan tempatnya mendarat dilapisi dengan pasir, maka saat pulang ke rumah, kepala pun penuh dengan pasir, potongan rumput, dan tanah yang terkena hempasan angin baling – baling helikopter.

ascend skytour, wisata udara malaysia, naik helikopter di kuala lumpur

Saya tak terlalu suka ketinggian. Ketinggian kadang membuat kaki gemetar. Tapi saya juga menyimpan rasa penasaran, bagaimana rasanya berada di ketinggian, duduk di dalam kokpit helikopter?

Rasa penasaran itu sudah lama terlupakan. Saya tak mengingat kenapa dan kapan angan itu tak lagi hinggap. Sampai pada akhir Maret lalu, saya ditawari menikmati Kuala Lumpur dari ketinggian. Woayoo!! Tawaran yang tentu saja tak mungkin ditolak. Ini kesempatan langka, belum tentu juga ada yang menawarkan hal serupa di Jakarta bukan?

Jadi, siang itu, sesampai di Kuala Lumpur usai mengikuti Konferensi AUYA di Melaka (tentu saja ditambah jalan – jalan bersama Tourism Melaka); berempat dengan Kenneth dan Rosette; keduanya dari Filipina serta Widya kawan dari Kompasiana, kami makan kesiangan di Warung Cafe yang berada di dalam kawasan Malaysia Tourism  Center (Matic). Rencananya usai makan siang, kami akan berkeliling Kuala Lumpur sebelum beranjak ke KLIA dengan HELIKOPTER!

ascend skytour, wisata udara malaysia, naik helikopter di kuala lumpur

KL Tower dan KLCC dari dalam heli

Rencana yang nyaris gagal karena dalam perjalanan ke landasan helikopter di Taman Tasik Titiwangsa, langit mendadak murung, dan gerimis perlahan turun saat kendaraan yang mengantarkan kami tiba di tujuan. Tepat saat kaki melangkah ke dalam ruang kantor ASCEND Skytour, operator yang menjalankan paket wisata udara; hujan menderas dan harapan untuk terbang harus dilupakan segera.

Meski cuaca mendung galau, Shariza Mohd Hithir, Marketing Manager ASCEND Skytour, masih mencoba memastikan dan menanyakan laik tidaknya helikopter terbang dalam cuaca tak bersahabat begini? Tiga orang pilot ditanyai, tapi semuanya sepakat menggeleng, tak mau mengambil resiko. Ya sudah, mari membaca brosur saja sembari berdoa hujan segera reda.

ASCEND Skytour menawarkan 4 (empat) paket wisata udara:

  • KL Express – durasi 6 menit, tarif RM 630/sekali terbang, untuk menikmati KLCC, KL Tower, Dataran Merdeka, Istana Negara, Masjid Negara Kuala Lumpur.
  • City Explorer – durasi 15 menit, tarifnya RM 1,550/sekali terbang, untuk menikmati Batu Caves, Masjid Wilayah Persekutuan, Dataran Merdeka, KLCC, dan KL Tower.
  • Jungle Escape – durasi 30 menit, tarifnya RM 3,050/sekali terbang, Quartz Ridge, Batu Dam, Telecom Tower, Istana Negara, dan KLCC.
  • Mountain View – durasi 45 menit, tarifnya RM 4,410/sekali terbang, untuk menikmati Genting Highlands, Templer Park, Batu Caves, KL Tower, dan KLCC.

Harga paket di atas adalah biaya sewa satu helikopter (termasuk pajak) yang dapat mengangkut maksimum 3 (tiga) orang penumpang plus 1 (satu) orang pilot. Jika dari postur tubuh calon penumpang cukup lebar, bisa saja helikopternya hanya mengangkut dua bahkan satu penumpang saja. Waktu terbang dapat dipilih antara pk 10.00 – pk. 19.00 dengan mempertimbangkan cuaca. Untuk menjalankan paket wisata udara, ASCEND Skytour mengoperasikan 9 (sembilan) unit helikopter dengan 5 (lima) orang pilot berpengalaman yang direkrut dari luar. 

Selain paket di atas, ASCEND Skytour juga melayani pengantaran titik per titik. Misal kamu ingin naik helikopter dan diturunkan di Batu Caves atau Genting Highlands, bisa banget. Untuk informasi paket tersebut silakan menghubungi alamat berikut:

ASCEND Skytour
Titiwangsa Heliport
Jalan Kuantan, Tasik Titiwangsa, Titiwangsa,
53200 Kuala Lumpur, Malaysia
Sales line: +6019 258 68 18
Email: info@ascend.me

ascend skytour, wisata udara malaysia, naik helikopter di kuala lumpur

Akhirnya mendarat lagi (dok. Widha)

Mata saya masih sibuk membolak – balik brosur ketika Adil Mohd memasuki ruangan. Ia menyatakan kesediaannya terbang dengan syarat hanya sekali terbang untuk TIGA menit saja di udara. Mendengarnya angan masa kecil saya kembali tumbuh. Tak mengapa cuma dapat tiga menit, yang penting mengudara. Ah, tapi hati saya juga sedikit was – was melihat langit masih gelap, dan terus saja menumpahkan air ke bumi.

Shariza mengeluarkan pernyataan hanya akan sekali terbang. Shams dari Gaya Travel yang menemani ke lokasi menawarkan kesempatan itu kepada Widya, Rosette, dan saya dengan pertimbangan Kenneth bisa terbang esok pagi karena dia masih akan berada di Kuala Lumpur beberapa hari ke depan. Selanjutnya semua prosedur persiapan terbang dilakukan cepat – cepat. Seorang staf ASCEND Skytour memastikan keabsahan data diri yang sebelumnya sudah diserahkan termasuk berat badan untuk menentukan siapa yang akan duduk di samping pilot dan yang duduk di bangku belakang. Widya kebagian bangku depan, saya dan Rosette menempati bangku belakang. Setelahnya, kami berlari – lari kecil mengejar Adil Mohd yang telah berlari lebih dulu ke tempat parkir helikopter di pinggir danau. Rasanya seperti sedang evakuasi dari suatu tempat haha.

keliling kuala lumpur dengan helikopter, wisata udara kuala lumpur, naik helikopter di kuala lumpur

dok. ASCEND SkyTour

Kami harus masuk satu – satu ke dalam badan helikopter. Dimulai dari depan, baru belakang kiri, dan kanan. Tak tahu kenapa begitu, saya tak sempat menanyakannya saking semangatnya, bahkan saya lupa akan rasa was – was yang tadi mampir. Sebelum terbang, Adil memastikan semua pintu sudah dikunci, headset berfungsi dengan baik, dan sabuk sudah terpasang dengan kencang. Tak lama, saya merasakan kepala heli sudah mendongak dan perlahan badannya naik, menjauh dari darat, meninggi, dan semakin tinggi. Saya membayangkan serupa duduk di dalam troley belanja berbentuk mobil – mobilan di supermarket yang bisa terbang. Ketika hendak berbelok, moncong heli sedikit menukik, sedang ekornya terangkat. Pada posisi tersebut, rasanya seperti mau tumpah. Sekejap saja, setelahnya biasa lagi.

Tak terasa waktu 3 (tiga) menit telah terlampaui, kami pun harus turun. Lucunya, sesampai di darat, hujan berhenti, dan langit perlahan cerah; turut senang melihat keriangan kami, membuat hati ingin kembali terbang. Sayang, kami tadi telah sepakat hanya terbang sekali, tiga menit saja. Terima kasih Gaya Travel Magazine dan ASCEND Skytour yang telah memberikan kesempatan menikmati Kuala Lumpur dengan helikopter dan mewujudkan angan masa kanak – kanak saya. Next ingin ke Genting Highlands pakai helikopter saja, saleum [oli3ve].


The Kabin: Vancouver, Tempat Pelarian yang Menyenangkan

$
0
0

Saya kembali ke Vancouver malam itu saat purnama mencapai puncaknya. Ia mengintip malu – malu dari sela – sela daun pepohonan  yang tumbuh di samping kabin. Bersyukur sekali saya mendapatkan kabin yang menghadap ke kolam renang. Cukup duduk – duduk di teras, saya bisa menikmati purnama memendarkan warna keperakan saat mencumbu air di permukaan kolam renang itu. Pun bila pagi datang dan menggeliat di lantai teras, pijar keemasannya membuat daun – daun pohon melonjak kegirangan. Keanggunan purnama yang memesona mengalihkan kerinduan badan pada kucuran air panas yang jatuh dari pancuran. Segala lelah setelah seharian berada di luar ruang perlahan susut. Lelehan keringat yang tadi tiada henti mengalir, telah mengering dan lengket pada badan. Saya masih enggan untuk beranjak dari teras. Namun, angin menusuk dari pantai di belakang kabinlah yang akhirnya memaksa diri masuk kamar dan mandi.

the kabin selangor, hotel di selangor, hotel kontainer, rentak selangor

View dari teras Vancouver

Di Vancouver, terdapat 2 (dua) buah ranjang susun yang saya tempati bertiga dengan Emily dan Suci selama 2 (dua) malam saat mengikuti kegiatan #RentakSelangor kedua pada awal Maret lalu. Vancouver adalah nama salah satu kabin/kontener yang telah dimodifikasi menjadi kamar yang nyaman untuk ditempati beristirahat di The Kabin, Kuala Selangor.

the kabin, hotel di selangor, hotel kontainer

Ruang terbuka di belakang Vancouver yang menjadi ruang kerja menyenangkan

Serupa dengan kamar hotel pada umumnya, selain ranjang, kabin ini juga dilengkapi dengan kamar mandi di dalam dengan kloset duduk, wastafel untuk mencuci tangan, dan pancuran untuk mandi yang bisa diatur panas dinginnya. Tersedia 1 (satu) unit televisi layar datar dengan pilihan saluran yang bisa dipilih – yang hanya kami nyalakan di pagi hari -, 1 (satu) unit kulkas satu pintu, 1 (satu) unit ketel listrik untuk menjerang air panas lengkap dengan air mineral dan mugnya, serta meja kecil berlaci memanjang di lantai yang multifungsi. Ya jadi laci penyimpanan, juga meja untuk menempatkan perkakas minum dan tempat pijakan kulkas, serta buat menulis.

the kabin selangor, hote kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Ruang tidur di Vancouver ketika pintu dibuka lebar – lebar

the kabin selangor, hote kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Penampakan di dalam Vancouver, yang di ujung itu toilet, harusnya dibuka ya 😉

Ini kali ketiga saya tidur di dalam kontener. Sebelumnya, saya pernah menginap dua kali di Container Hotel, Kuala Lumpur. Namun, konsep Container Hotel dengan The Kabin berbeda. Model dan tipe kamar yang ditawarkan pun berbeda. Dari segi letak; Container Hotel berada dekat ke jantung kota sedang The Kabin berdiri di pinggir kota.

The Kabin menyediakan 18 (delapan belas) unit kontener panjang untuk kamar yang ditempatkan di 3 (tiga) zona: Asian & Australian Ports, European & Afrikan Ports, dan Amerikana Ports. Vancouver berdiri di wilayah Amerikana Ports. Ia berupa bungalow susun dari dua kontener yang berada di lantai atas. Vancouver berdiri di atas Balboa. Mereka tak saling terhubung karena masing – masing memiliki pintu sendiri – sendiri.

the kabin selangor, hotel di selangor, hotel kontainer, rentak selangor

Pemandangan dari bangku teras saat petang datang

the kabin selangor, hote kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Ketika dua teman sekamar asik dengan gawainya, saya lebih suka duduk – duduk di luar  🙂

Untuk mencapai  Vancouver, saya mesti berjalan menyusuri kolam renang dari samping cafe hingga ujung kolam renang, lalu berbelok ke kiri melawati Long Beach. Dari samping Long Beach, berbelok sedikit ke kanan – lebih tepatnya mengarah ke belakang The Kabin – tempat berdirinya pendapa untuk barbeque. Di sana ada tangga untuk naik ke kabin yang sedikit terhalang oleh rimbunnya tanaman perdu di dekatnya. Bila malam sudah datang, berjalan sendiri ke Vancouver butuh sedikit keberanian. Karena, jalan kecil di samping Long Beach penerangannya kurang, apalagi kalau kabin di bawahnya kosong; selamat berlari deh. Oh, tapi malam itu, purnama yang menuntun langkah saya mencapai anak tangga sehingga tak hirau pada gelapnya jalan di sekitar Long Beach dan  Vancouver.

the kabin selangor, hotel kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Yang di depan kolam ini Long Beach, di sebelah kirinya yang kelihatan satu bangku putih; itu Vancouver

the kabin selangor, hotel kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Dilihat lebih dekat .. Long Beach (atas) dan Santos (bawah). Vancouver cuma kelihatan ujungnya haha. Tampilannya persis seperti Long Beach

Vancouver memiliki teras sendiri yang lega dengan dua bangku rendah untuk berjemur yang terbuat dari kayu, dicat putih dengan pandangan menghadap ke kolam renang serta sebuah meja bulat yang dikelilingi 4 (empat) bangku aluminium untuk duduk – duduk menikmati pagi pun senja.

The Kabin

Lot 2984 Jalan Jati, Pantai Remis,
45800 Jeram, Kuala Selangor, Malaysia
Telp +6017-678 3825 / +603 3264 0578
Email: info@thekabin.com.my

Selain Vancouver, The Kabin juga menawarkan kamar lain dengan harga sewa seperti berikut:

the kabin selangor, the kabin hotel, hotel di selangor, rentak selangor, hotel kontainer

the kabin selangor, hote kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Kelang dan Singapore, di belakangnya adalah ruang makan sekaligus ruang serba guna.

Selama tinggal di The Kabin, setiap tamu dapat menikmati fasilitas yang tersedia seperti Cafe, Kolam Renang, Karaoke, Ruang Multifungsi yang dapat menampung 20 – 20 pax, barbeque, serta wifi yang cukup kencang (di cafe). Jika kamu ingin menginap di The Kabin, jangan lewatkan jam makan pagi, psstt .. Nasi Lemak dan Teh Tariknya bikin ketagihan. Bila malam hari kamu memesan barbeque, jangan salahkan kokinya jika kakimu tak bisa berhenti mondar – mandir ke meja makan.

the kabin selangor, hote kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Function Room 74

Tak hanya kamar yang dirancang dari kontener, setiap ruang di The Kabin – kecuali kolam renang tentunya – memanfaatkan kontener yang telah didesain sesuai dengan keperluan dan fungsinya. Untuk kamar meski dipasangi AC, tetap masih dilengkapi dengan jendela bulat yang besar – besar serupa jendela kapal. Bila nanti kamu bersekempatan untuk menginap di sini lebih dari semalam, ingatkan pada petugasnya untuk membersihkan kamar. Mereka tak akan melakukannya jika tak ada permintaan dari penghuni kamar.

the kabin selangor, hote kontainer, hotel di selangor, rentak selangor

Sudut kesenangan di Cafe The Kabin yang membuat betah

The Kabin dapat dicapai dengan sejam berkendara dari Kuala Lumpur. Tak terlalu jauh untuk dijadikan tempat bersembunyi dan melarikan diri sejenak dari keramaian. Karena kapasitas kabin bisa diisi hingga 6 (enam) orang, sebaiknya bersembunyilah ramai – ramai dengan kawan berjalan, saleum [oli3ve].


Bila Tarra Pergi

$
0
0

Air mata langit menetes satu – satu di jelang senja. Di hari terakhir pada akhir pekan terakhir di bulan keempat. Kusapa ia dengan senyum sepenuh rindu setelah bertahun – hmm .. dua puluh tahun lebih – tak pernah lagi kujejakkan langkah di pelataran passiliran. Mungkin rindu yang telah mengakar membuatnya tak sanggup meredam terjangan air dari pelupuk matanya. Kucoba mereka – reka rasanya dari pandangan sayu yang kuterima senja itu. Mata kami beradu. Langit memalingkan wajahnya, tergesa ditutupinya wajah murung itu dengan selendang kelabu.

passilaran, baby grave, makam bayi toraja

Tarra

Ada apa dengan senja? Kenapa langit bersedih? Bukankah seharusnya mereka riang melihatku kembali ke passiliran? Atau … jangan – jangan perilaku aneh mereka ada hubungannya dengan Tarra?

Ah, aku mendadak teringat  Tarra. Karena dirinyalah aku datang ke passiliran, pada hari pertama kepulanganku ke Tondok Lepongan Bulan. Penasaran, aku bergegas menemui Tarra. Kuayun langkah panjang – panjang menuruni tangga bersemen, turun ke passiliran. Dirinya pasti memahami apa yang terjadi dengan langit dan senja.

Tak hanya langit dan senja yang berubah sikap. Jalan tanah yang dulu becek bila hujan bertandang, kini berganti undakan bersemen. Pada kedua ujungnya ada pagar besi bercat hitam setinggi pinggang orang dewasa. Sebuah kenyamanan bagi yang langkahnya mulai melamban. Mereka bisa berpegangan pada pagar itu saat mengayun langkah satu – satu.

Kutemui Tarra yang masih saja senang bersendiri. Ia berdiri di sela rimbun bambu. Badannya mulai bongkok. Tak lagi gagah seperti terakhir kali kami bertemu. Ia menyembunyikan kepalanya di antara dedaunan yang merubungi tubuhnya.

Tanyaku urung terlontar di depan Tarra yang kulihat kepayahan menopang tubuhnya di ujung senja. Rasanya belum terlalu lama waktuku tak menjumpainya. Tapi ternyata waktu yang telah pergi sudah melampaui jumlah jari tangan. Bila kugabungkan dengan jari kaki pun masih kurang. Waktu kini yang berbicara, ketika hadirku di hadapan Tarra hanya dibalas dengan tatap lelahnya.

Kutatap lekat – lekat badan Tarra yang menyimpan rapat – rapat catatan masa. Badan yang merapuh, lapuk dalam dekapan senja. Di dalam tubuh itu, ia mengandung bayi – bayi manusia yang tak sempat menikmati masa kanak – kanaknya. Bayi – bayi yang ia terima untuk disusui, dihangatkan, dibesarkan, dan dihantarkannya ke puya. Tak kuat, kuberanikan diri memecah kebisuan.

+ Malapu’ sia po komi indo?
 Iyo, ko susi mo to lai’, tang pakulle mo’ tu la bendan simasai. Diparuku bang mi rate.

passilaran, baby grave, makam bayi toraja

Kaki Tarra yang sudah merapuh

Aku mengenal Tarra saat usiaku belum genap sepuluh tahun. Ayah mengantarkan aku ke passiliran setelah lelah memintaku berhenti merengek. Tentu saja ayah heran, kenapa aku jadi bertingkah aneh, dan hanya menyebut – nyebut Tarra ketika ia memintaku untuk berhenti merengek serupa bayi yang meminta susu. Hampir setiap hari, sepanjang minggu, aku hanya meminta diantarkan ke tempat Tarra. Aku pun tak tahu kenapa keinginan itu terus mengikutiku hingga hasratnya tersampaikan. Kepala kecilku mendongak tinggi – tinggi, kagum pada tubuhnya yang menjulang ke angkasa.

Kata ayah, Tarra adalah ibu susu bagi bayi – bayi yang harus lepas susu dari ibu kandungnya karena alamnya telah terpisah. Bayi – bayi itu dititipkan orang tuanya pada Tarra agar tetap terurus dan terpenuhi susunya. Mereka ditempatkan pada lubang – lubang yang sengaja dibuka pada tubuhnya, dari tungkai kaki hingga dadanya. Semakin tinggi posisi bayi itu pada tubuh Tarra, penanda tingginya derajat sosial keluarga si bayi dalam masyarakat.

Yang di depanku kini, Tarra yang mulai enggan berdiri berlama – lama, tapi dia harus tetap berusaha berdiri tegak. Ia ingin tetap terlihat kuat, tetap memberikan senyum yang sama yang pernah aku lihat berpuluh tahun lalu. Meski badan besarnya mulai renta. Meski kulitnya sudah menggelap, mengering, dan terkelupas. Meski rambutnya sudah banyak yang rontok. Ia tak ingin terlihat layu.

Tarra adalah nama jenis pohon yang tumbuhh di Toraja. Dirinya menjadi idaman sedari Toraja masih ramai dikunjungi para pejalan dari berbagai pelosok dunia. Bertahun sudah wisata Toraja menjadi surut, tanpa pernah lagi merasakan pasang. Tapi Tarra tetaplah menjadi idaman mereka yang berkunjung ke Toraja.

passilaran, baby grave, makam bayi toraja

Dahulu, semasa masyarakat Toraja masih memeluk agama lama – mereka menyebutnya aluk todolo – Tarra dipilih sebagai tempat untuk mengubur bayi – bayi yang meninggal. Ia dipercaya dapat menjaga dan menyusui bayi – bayi itu dengan getah putih yang berlimpah di dalam tubuhnya. Tak semua bayi dititipkan pada Tarra. Hanya bayi – bayi yang pergi saat giginya belum tumbuhlah yang boleh disusuinya.

Sepuluh tahun yang lalu petir menyambar Tarra. Tubuhnya tak lagi utuh. Namun setianya tak pernah diragukan. Ia tetap menjaga bayi – bayi itu di dalam tubuhnya, memeluk mereka rapat  – rapat, melekat pada dirinya, tak ingin dilepas. Selayaknya seorang ibu yang tak ingin terpisah dengan bayinya, sedetik pun. Raganya menyatu meski sukma anak – anaknya telah melayang – layang menuju puya.

Pandanganku terhalau tiga orang turis asing yang berlalu di hadapanku. Usia mereka tak lagi muda dan jalannya lamban – lamban. Kudengar pemandunya bercerita tentang riwayat Tarra, ibu para bayi tanpa gigi. Seseorang mukanya kulihat mengkerut, entah sedang mencoba mencerna cerita pemandu yang tentu saja diberi sedikit bumbu penyedap agar enak terdengar, ataukah sedang merancang imajinya sendiri melihat pemandangan tak biasa yang ada di depannya.

Aku pun sedang  menebak – nebak, berapa lama lagi Tarra akan bertahan memeluk bayi -bayi di dalam tubuhnya saat diriya sendiri sudah kepayahan menegakkan tubuh rentanya? Kepada perempuan yang berjaga di kios cinderamata yang kujumpai sebelum beranjak dari passiliran, aku iseng bertanya sampai kapan Tarra akan dibiarkan seperti itu?

+ Malamma mo waka’na tu Tarra jong. Tang dipalaku – laku da’na ma’padolo. Na apa mo la dadi?
– Tae duka mo kutandai.

Perempuan itu terlihat bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan padanya. Kutinggalkan dirinya bertanya – tanya sendiri. Ia mungkin terkejut dengan kehilangan yang akan terjadi, mungkin juga tak pernah memikirkannya. Selangkah sebelum kutinggalkan passiliran, aku bisa memahami wajah keruh langit dan senja hari itu. Bila nanti Tarra pergi, akankah kamu siap kehilangan dirinya? Cepat atau lambat, hanya waktu yang akan menjawabnya, saleum [oli3ve].

Ket.
passiliran = kuburan bayi di Toraja yang ditempatkan pada batang pohon Tarra.
tarra = nama sejenis pohoh, batangnya besar, tinggi (belum ketemu dari keluarga pohon apa  😉 )
aluk todolo = kepercayaan animisme di Toraja
puya = tempat abadi yang  dipercaya pemeluk aluk todolo dituju arwah mereka yang meninggal


Viewing all 398 articles
Browse latest View live