Quantcast
Channel: Olive's Journey
Viewing all 398 articles
Browse latest View live

BETH

$
0
0

Obrolan tiga petugas yang berjaga di rumah tahanan (rutan) khusus pesakitan penyalahgunaan obat terlarang malam itu terputus teriakan salah seorang penghuni rutan. Tak sabar dengan pesakitan yang tak lelah gaduh mencari cahaya dengan mengguncang – guncang pintu selnya sepanjang hari; mereka memutuskan untuk mengirimkan pesakitan yang sudah tak waras itu ke rumah sakit jiwa. Si pesakitan yang masuk sel karena narkoba, lelaki muda, parasnya bule Arab dengan rambut ikal yang jatuh melewati bahu itu juga tak henti berguman akan masa lalu.

Beth, Review film Beth, Sha Ine Febriyanti, Bucek Depp

Esok harinya, lelaki muda itu pun berjalan menyusuri selasar Rumah Sakit Jiwa Manusia yang riuh dengan pandangan kosong sembari memeluk skateboard-nya erat – erat. Oleh dokter, ia ditempatkan di sel isolasi, tempat baginya menjalani masa – masa orientasi dan observasi sebagai penghuni baru sebelum diijinkan bergabung di kamar dan bergaul dengan penghuni lainnya.

Di sel barunya yang terang, dia terus saja mencari cahaya. Dari tempat yang sama, ia menemukan masa lalu yang berkelebat dari sosok perempuan muda yang berjalan – jalan di selasar di depan selnya. Sepotong kenangan pada masa lalu yang tersisa dan melekat baik dalam ingatan, menautkan hati Pesta, lelaki pencari cahaya dengan Beth yang dititipkan oleh keluarganya karena tak waras. Ternyata, cinta tak selalu dinyatakan dengan sekuntum kembang. Setiap manusia punya caranya sendiri – sendiri yang dipikirnya wajar meski bagi orang lain dipandang tak wajar. Hal yang sama berlaku bagi Pesta dan Beth. Satu malam, Pesta menemui Beth untuk menyatakan cintanya (kembali) dengan menghadiahkan seekor kecoak yang didapatnya dari cahaya yang turun lewat lubang yang dengan sengaja dibuatnya di atas langit – langit tempat tidurnya.

Beth adalah penghuni khusus di rumah sakit itu. Sehari – hari ia ditemani oleh Rehan, suster pribadi yang dibayar mahal oleh Papanya untuk menjaga dan menyiapkan segala kebutuhan Beth termasuk menemaninya bermain piano dan dipaksa menyanyikan pujian meski dirinya berulang mengatakan dia bukan kristen, terus saja dia bernyanyi. Di waktu – waktu tertentu, ketika rindu menderanya, Beth akan berkabar dengan menelepon Eliza untuk menumpahkan sayangnya. Pada “anaknya” itu, Beth pun selalu mengingatkan untuk mendengarkan apa kata Mama dan melawan Opa. Saat dijenguk oleh orang tuanya, Beth akan sangat girang memeluk dan bermain dengan Eliza, ia tak hirau akan kehadiran Mama Papanya.

Beth, Review film Beth, Sha Ine Febriyanti, Bucek Depp

Suster Rehan lama – lama tak tahan juga dengan kelakuan Beth namun tak kuasa menolak permintaan pasiennya itu. Pun ketika diminta untuk mencari Triveni, ia baru tersadar setelah lelah berjongkok di depan kolong lemari yang dicarinya hanyalah seekor kecoak. Untuk mengurangi beban emosinya, ia mencurahkan laranya pada rekan perawat yang membuatnya semakin lara mendengar pengakuan rekannya yang ternyata mantan penghuni di rumah sakit jiwa tempatnya bekerja.

Cerita di atas adalah potongan BETH, film layar lebar pertama karya sutradara Aria Kusumadewa yang tak pernah muncul di layar bioskop yang akhirnya berhasil juga ditonton Rabu malam lalu setelah drama gagal nonton karena terkurung hujan di minggu sebelumnya. Film yang telah lama membuat penasaran pada karakter para tokohnya sebagai orang tak waras. Untuk mamahami jalan cerita BETH, penonton pun harus mencoba lebur menjadi gila. Namun, ternyata tak banyak yang ingin dicap tak waras jika melihat jumlah penonton malam itu hanya enam orang saja padahal informasi tentangnya telah disebar beberapa minggu sebelumnya. BETH salah satu film bagus yang lahir 16 tahun lalu.

Usai menonton, sebuah tanya iseng terlontar saat diskusi singkat digelar di ruang studio. Kenapa film ini diberi judul BETH? Bukankah semua pemeran di dalam film mendapatkan porsi yang hampir sama untuk muncul di layar? Sayang malam itu sutradanya tak hadir sehingga tak ada yang bisa memberi jawab. Alhasil semua menebak – nebak saja seturut yang ditangkap dari BETH. Setiap mata yang menikmati film ini pasti akan memiliki persepsi sendiri – sendiri setelah pandangan dan pikirannya mencoba menangkap keseharian yang terjadi di sebuah rumah sakit jiwa.

Jadi, kenapa BETH? Menurut saya, karena ia bercerita tentang Eliza dan Beth yang terangkum dan terangkai dari dalam diri seorang Elizabeth; BETH. Beth adalah anak jenderal seperti yang terekam dalam ingatan Suster Rehan dan membuat kepalanya berdengung – dengung, Beth yang tersipu – sipu membayangkan dirinya sebagai pemain piano yang baik mendengar pujian sinis Suster Rehan, Beth yang hubungannya dengan Pesta tak direstui, yang hamil dan mengalami goncangan jiwa karena kandungannya digugurkan secara paksa. Beth yang dihadiahi Eliza seekor anjing yang diperlakukan bak anaknya sendiri, Beth yang senang sekali kala berkabar pada Eliza bahwa ia memiliki adik bernama Triveni. Pada bagian ini saya senyum – senyum, sebenarnya yang waras siapa sih? Koq si pengawal jenderal dengan patuhnya memegang gagang telepon di kuping Eliza saat ditelpon Beth?

Beth diperankan dengan apik oleh Sha Ine Febriyanti yang demi memerankan Beth yang gila itu dirinya pun makan sepiring dengan Eliza bahkan memperkenankan Eliza menjilat makanan dari mulutnya yang bagi sebagian besar orang itu … jjjiiijiiiiiik. Lhaa .. namanya juga orang gila! Mencium kecoak saja serasa mewangi aroma mawar! Kehadiran pelakon lainnya sebagai pelengkap bahwa mereka yang tak waras pun memiliki lingkungan pergaulan. Memiliki ruang untuk berinteraksi, ruang untuk berekspresi, ruang ambisi, ruang untuk berlakon dan menunjukkan eksistensi diri. Sebagai Pesta, Bucek Depp tak merangsang penonton berharap banyak padanya. Saya lebih terpesona pada Eki Lamoh yang memerankan Eki Si Penyanyi yang meninggal terkena serangan jantung di tengah konser yang digelarnya sendiri di depan rumah sakit jiwa.

BETH ditutup dengan kematian Eliza yang dagingnya terburai ke muka Beth setelah didor pak Jenderal (El Manik) saat anak perempuannya sendang menikmati makan siang bersama Eliza. Beth dijemput pulang ke rumah karena hubungannya dengan Pesta di rumah sakit yang sedari awal tak direstui terutama oleh Papanya terbongkar. Suster Rehan (Nurul Arifin) tak bisa ikut bersamanya, ia tak lolos sesi wawancara. Suster itu bingung dengan keadaannya sendiri.

Beth, Review film Beth, Sha Ine Febriyanti, Bucek Depp

Sebagai penonton yang merasa waras (meski saya mulai kurang yakin dengan kewarasan itu), saya pun terbawa suasana saat air hujan menetes dari langit – langit kamar Pesta yang bolong ketika tetes – tetes air mendadak jatuh dari langit – langit studio ke bibir sofa tempat saya duduk. Saya pun sempat terkecoh oleh sosok berkedok dokter yang rajin mengingatkan penghuni rumah sakit untuk tak lupa meminum obat tiga kali sehari agar mendapatkan energi untuk menghidupkan televisi yang rusak, ternyata adalah penghuni juga. Rumah Sakit Jiwa Manusia itu memang penghuninya beragam, dari seniman (penyanyi, penyair, perupa) hingga politisi, dari warga biasa, anak jenderal hingga kaum terpelajar seperti dokter yang mengecoh itu. Oh ya, yang membingungkan ada perupa yang membuat instalasi dan mengelas malam – malam demi berpameran. Siapa yang pegang aturan ya di rumah sakit itu? koq mengijinkan orang itu sesuka hatinya bahkan bisa mengundang grup punk untuk memeriahkan pameran seni rupanya? Jika dipikir – pikir, semua itu sebenarnya tak jauh berbeda dengan keseharian di luar (rumah sakit jiwa) kan?

BETH merangsang otak untuk berpikir, membuat orang waras merasa tak waras mengikuti keseharian mereka yang dicap mengalami gangguan jiwa serta menebak – nebak dia waras apa nggak ya? Menikmati BETH mesti dengan santai saja. Jika kamu waras (atau pun tak waras), maka kamu akan menyadari betapa tipisnya sekat dalam ruang kewarasan antara yang waras dengan yang tak waras, saleum [oli3ve].



Sate Babi Ubud Bikin Nagih

$
0
0

Makanan apa membuatmu merindukan Bali? Yang menyenangkan dan bangkitkan anganmu ingin kembali ke sana? Babiiiiii!! Idiiiihhh, haram Lip! Iya kalo kamu hanya mengidam – idamkannya saja dan setiap waktu membayangkan bagaimana rasanya begitu menggoda hingga ujung lidahmu tak berhenti meraba – raba tuk mengecapnya.

Eh, iya nggak bagus keseringan makan daging babi, apalagi kalau berjumpa wuenaknya bisa kecanduan. Kawan saya yang gemar memasak daging sapi kaki pendek itu sering mengingatkan,”Hati – hati kebabian lho, Lip!” Upssss  😉

sate babi enak di ubud, sate babi bali, sate babi ubud

Dari jemari si ibu yang belepotan bumbu aja sudah tercium kan wanginya?🙂

Memang susah melepaskan diri dari nikmatnya lauk satu itu meski jujur ayam, saya bukanlah penggemar (daging) babi sejati. Saya hanya lahap menikmati sajian daging babi saat pulang ke Toraja dengan mengolahnya sendiri atau mendatangi kedai sederhana yang menjual aneka lauk dari babi. Di tempat lain, otak saya akan berputar ribuan kali hingga lauk di meja habis jadi rebutan tangan – tangan maniak babi, baru otaknya mengambil keputusan akan menuangkannya ke piring atau tidak?

Ada enaknya juga sih nggak gemar menikmati daging babi di luar Toraja, lonjakan girang kolesterol bisa dijaga. Badan memang kecil, tapi jangan tanya soal kolesterol dan asam urat yang gampang banget melonjak jika diberi kesukaannya. Karenanya, mata saya bisa tahan pada godaan lomok – lomok panggang di lapo atau pun kedai Mandarin yang melambai – lambai pada yang berlalu – lalang di depannya. Bisa dihitung dengan lima jari tangan kanan koq berapa kali dalam setahun lidah saya bersentuhan dengan daging babi. Etapi Sabtu kemarin saya khilaf melihat potongan – potongan pork ribs tersaji di meja.

Lha, koq bisa tahan godaan? Karena rasa daging babi Toraja berbeda dengan rasa daging babi di tempat lain. Meski diolah dengan bumbu yang sama, tetep buat saya lebih juara daging babi yang dibesarkan di Toraja. Nggak percaya? Cobain aja … bandingkan tekstur daging serta rasanya 😉

sate babi enak di ubud, sate babi bali, sate babi ubud

Gerobak berasap yang menggoda rasa

Tapiiii … nggak sah ke Bali bila tak mencicipi daging babinya!

Setelah menikmati makan siang Nasi Campur di Pasar Gianyar, dua hari kemudian saat hendak beranjak dari Singapadu, Ubud ke Legian, tak sengaja mewangi Sate Babi di depan Puri Sangsi. Meski sudah berjanji tak akan makan lauk babi siang itu karena malamnya akan melahap daging babi di Bloem’s Waroeng, si lidah nggak bisa ditenangkan. Aroma dan wangi yang menyusup ke dalam kendaraan terbawa angin siang itu benar – benar menggoda rasa dan menggelitik lambung.

Bli, boleh berhenti sebentar? Saya penasaran dengan asap yang mengebul dari tenda itu.”
“Suka sate babi mbak? dari wanginya sudah ketahuan bumbunya kental, pasti enak.”
“Iya, Bli, menggoda banget.”

Tak menunggu lama, setelah memarkir kendaraan, saya bergegas menghampiri tenda berasap di pinggir Jl. Delod Puri itu. Semakin dekat ke sumber asap, semakin tajam pula aromanya. Di atas perapian berjejer tusukan – tusukan daging yang dibakar dengan bara, dikipas dengan kipas angin kecil sembari dibaluri bumbu, dibolak – balik ibu pemilik warung tenda agar matangnya merata dan tak gosong. Sesekali terlihat api menjilat ujung daging saat sari paduan bumbu yang meresap ke dalam daging menetes dan mengagetkan bara.

sate babi enak di ubud, sate babi bali, sate babi ubud

Aduuuh, lapar slurrppp

Iman saya goyah! Dia lupa pada janji untuk tak menyentuh daging babi sebelum malam datang. Tiga porsi sate babi + lontong pun dipesan untuk dibungkus lengkap dengan krupuk kulit babi tentu saja. Agar masih dianggap setia pada janji, saya menahan diri untuk tak membuka bungkusan itu di mobil hingga tiba di Legian. Menikmati makanan setelah menenangkan diri dan memintanya bersabar, membuat syukurmu tak habis pada setiap rasa yang dikecap oleh lidah.

Buat yang penasaran dengan lokasi tenda si ibu sate, patokannya kalau ke Ubud adanya Singapadu depan Puri Sangsi, tepat di seberang Jl Dangin Puri, jalan masuk ke The Sanctoo Villa. Selamat makan siang, saleum [oli3ve].


Bermalam di Kampung Perancis, Colmar Tropicale

$
0
0

Mendadak sekali kami harus bermalam di Perancis. Saya baru mendengar kabar itu sesaat menjelang siang berakhir lewat bisik – bisik antar tetangga yang beredar usai makan siang. Sebagai pejalan yang tak terlalu mempermasalahkan tempat untuk berbaring ketika badan sudah sangat lelah asalkan bersih, saya mah hayuk aja. Lebih cepat dapat kepastian dan sampai di tujuan, lebih cepat beristirahat bukan?

Kepastian kabar berdengung itu akhirnya saya dapatkan dari salah seorang yang dapat dipercaya omongannya. “Malam ini kita akan menikmati perkampungan Perancis abad 16 di Colmar Tropicale, Lip. Kamu pasti sukalah

Di itinerary memang tertulis kami akan berkunjung ke Colmar Tropicale. Hanya berkunjung layaknya para pelancong yang datang bergembira dan bergambar di beberapa spot foto. Lalu pulang, tak bermalam! Jadi, saya tak terlalu tertarik untuk mencari tahu seperti apa kamar yang tersedia di sana. Karenanya setelah dapat kunci dan mulai mencari kamar yang akan diinapi, masih santai – santai aja. Tapi … begitu pintu kamar dibuka, ada yang nyeletuk,”Ini kamar apa apartemen ya? kamarnya kayak kamar Cinderela!”

Colmar Tropicale, Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Hotel di Berjaya Hills, Hotel di Pahang

Colmar Tropicale adalah resort mewah di dataran tinggi Berjaya Hills, daerah yang sebelumnya dikenal dengan nama Bukit Tinggi, Pahang. Di puncak bukit itu, Colmar Tropicale dibangun dengan konsep seperti perkampungan Alsace, Perancis abad 16. Komplek ini menjadi salah satu destinasi wisata yang digemari para pelancong yang datang ke Malaysia termasuk pelancong Indonesia untuk menikmati suasana ala perkampungan Eropa. Udaranya sejuk karena dikelilingi hutan, cocoklah buat yang rindu menyepi. Untuk mencapainya, ada shuttle bus yang khusus melayani Kuala Lumpur – Berjaya Hills. Waktu ke Colmar Tropicale, saya tak menggunakan shuttle bus tersebut karena sedang mengikuti kegiatan di Selangor jadi berangkatnya dari Kuala Khubu Baru. Bila ingin mengecek jadwal busnya bisa dilihat di SINI.

Colmar Tropicale. Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Bukit Tinggi, Hotel di Pahang

Colmar Tropicale. Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Bukit Tinggi, Hotel di Pahang

Kamar – kamar di Colmar Tropicale tersebar di beberapa bangunan yang ada di dalam perkampungan tersebut. Saya menempati One Bed Room Suite di lantai 3 (tiga) bangunan Fuschia, bangunan yang berjarak tiga bangunan dari tempat check in yang berada di bangunan depan di samping kiri pintu masuk Colmar Tropicale. Harga kamarnya RM 345/malam termasuk sarapan. Kalau dirupiahkan sekitar Rp 1,100,00 saja semalam. Untuk tarif kamar segitu, tamu dapat menikmati fasilitas di dalam kamar yang dibagi atas tiga ruang besar: ruang depan berupa ruang tamu, ruang makan dan pantry, kamar tidur twin bed dengan seperangkat lemari besar dan rak – rak penyimpanan serta kamar mandi dengan bathtub yang lantainya bisa untuk menggelar tiga kasur ukuran queen.

Colmar Tropicale. Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Bukit Tinggi, Hotel di Pahang

Teh nomor 1, Umphh !! BOH

Untuk bersantai dan bersenang – senang, di kawasan Berjaya Hills dilengkapi pula dengan sarana rekreasi yang letaknya tak jauh dari Colmar Tropicale seperti Japanese Village, Animal Park, Botanical Garden, Adventure Park maupun Sport Complex. Sedang di dalam Colmar Tropicale-nya sendiri ada beberapa restoran dan kafe untuk duduk – duduk sembari bercengkerama dengan kawan. Sayangnya, saya tak sempat masuk ke salah satu kafenya karena malam itu diajak turun ke Awana Resort Genting Highland menghadiri jamuan makan malam. Pulangnya sudah larut, langsung masuk kamar tidur agar esok pagi cukup bertenaga berjalan – jalan ke Jepang.

Colmar Tropicale. Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Bukit Tinggi, Hotel di Pahang

Om – om pengamat burung

Colmar Tropicale. Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Bukit Tinggi, Hotel di Pahang

Jalan di kampung Jepangnya menyehatkan

Pagi hari usai sarapan di Le Blason, kami berangkat ke Jepang dengan shuttle bus yang disediakan oleh Colmar Tropicale. Ternyata Perancis ke Jepang umphh maksudnya … Japanese Village hanya 10 menit saja lewat darat dan jalannya nanjak – nanjak. Bus yang setiap 30 menit mondar – mandir ke sana tak sampai ke gerbang perkampungan. Setiap pengunjung harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki dari perhentian bus diawali dengan meniti 80 anak tangga, dilanjutkan trekking terbungkuk – bungkuk. Heehe .. nggak koq. Buat yang nggak kuat naik tangga, bisa lewat jalan raya yang lebih menyenangkan dengkul, sedikit nanjak juga dan tentu saja berjalan kaki. Saat lelah, saya pura – pura berhenti mengamati 3 (tiga) om – om bule yang mencari burung. Om – om bulenya sendiri sudah merasa terganggu dengan suara – suara tawa kami yang suka pecah di hutan sewaktu bersua kala berjalan pagi – pagi di Fraser’s Hill. Namanya jodoh ketemu di jalan, kami berjumpa lagi di bus dalam perjalan dari Colmar Tropicale ke Japanese Village. Kali ini mereka mengatur jarak dan berjalan tergesa – gesa bila mendengar suara gaduh mendekat hahaha.

Colmar Tropicale. Colmar Tropicale French Theme Resort, Berjaya Hills, Bukit Tinggi, Hotel di Pahang

Di Japanese Village, pengunjung dapat menikmati jamuan minum teh ala Jepang di sebuah rumah teh. Menurut informasi yang tertulis pada papan petunjuk di mulut kampung, rumah teh tersebut adalah rumah teh pertama di dunia yang dibangun di tengah hutan hujan tropis. Sayangnya saat kami sampai di sana, rumahnya ditutup rapat – rapat jadi tak dapat mampir mencicipi tehnya. Kami pun hanya menikmati suasana kampung Oshin itu dengan duduk – duduk di dekat kali menikmati kelakuan beberapa kawan yang asik bergambar dengan kimono yang disewa di sana.

Puas di Jepang, kami kembali ke Colmar Tropicale untuk meluruskan kaki sejenak dan memuaskan lidah dengan makan siang di Le Blason pakai ‘nambah berkali – kali meski cuma mondar – mandir ngambil salad, soup, ikan salmon dan buah potong 🙂 Selepas makan siang, kami turun ke Genting Strawberry Farm sebelum lanjut pulang ke Shah Alam , saleum [oli3ve].


Dialita, Suara Hati Perempuan Penyintas G30S

$
0
0

Petang mulai basah dan secangkir Blossom Tea dingin menyusut dari cangkir ketika seorang lelaki memasuki kedai kopi tempat saya bermalas – malasan menatap layar monitor yang tampilannya tak berubah banyak selama hampir sejam duduk di sana.

dunia milik kita, paduan suara dialita, dialita, wanita tapol, tapol, kamp plantungan, penjara bukit duri

Album pertama Dialita

Dia mengedarkan pandang, bertanya pada petugas di meja kasir, sepertinya mencari seseorang. Bersamaan dengan gerak tangan kanannya yang menggenggam HP didekatkan ke kuping, layar HP saya yang tergeletak di meja pun turut bergerak – gerak.

Pak Saiful?”
Ibu Olive?”

Lelaki itu mengangguk, membuat garis senyum di bibirnya dan berjalan mendekat. Padanya, saya pun melempar senyum. Akhirnya, lelaki yang sedari tadi dinantikan hadirnya muncul juga.

Maaf ya bu lama menunggu, tadi kena macet di Pancoran.”
Tak apa pak, terima kasih sudah mengantarkan paketnya.”

Dia menyerahkan sebuah amplop coklat yang dikepitnya lalu bergegas pergi. Tak sabar, saya buru – buru menyobek amplop, mengeluarkan isinya, dan memindahkannya ke dalam CD drive. Untuk menyiasati polusi suara dari musik yang disetel keras – keras di kedai, saya menyumpal kuping dengan earphone agar tak terkontaminasi.

Dari balik jeruji besi, hatiku diuji
Apakah aku emas sejati atau imitasi?
Tiap kita menempa diri jadi kader teladan,
yang tahan angin, tahan hujan, tahan musim dan badai.

Meskipun kini hujan deras menimpa
bumi penuh derita, topan badai memecah ombak
Untuk Patria tembok tinggi memisah kita
namun yakin dan pasti masa depan kan datang
Kita pasti kembali

Larik – larik syair yang mengalun perlahan di gendang telinga. Ujian, lagu yang liriknya ditulis oleh Siti Jus Jubariah semasa dirinya mendekam sebagai tahanan politik (tapol) di penjara Bukit Duri, Jakarta. Lagu yang diciptakan sebagai penyemangat bagi sesama tahanan yang direnggut kebebasannya tanpa melalui proses pengadilan, mereka dipisahkan secara paksa dari keluarga, dimasukkan dalam penjara dan dikirim ke kamp – kamp konsentrasi selama bertahun – tahun hingga mengalami tekanan batin dan fisik. Ibu Jus menulis lirik Ujian dan mengajak kawan setahanan untuk belajar dan berlatih bernyanyi bersama di sela – sela waktu mereka bermain kasti; salah satu permainan menghibur diri selama berada di penjara.

Kisah tapol wanita, kamp plantungan, gerakan 30s, tahanan politik

buku karya Amurwani Dwi Lestriningsih

Mendengar suara perempuan – perempuan yang tergabung dalam Dialita (di atas lima puluh tahun), paduan suara yang beranggotakan perempuan – perempuan penyintas G30S ini membuat memori berputar pada kisah – kisah yang dituturkan lewat disertasi Amurwani Dwi Lestriningsih yang dibukukan dalam GERWANI: Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan, serta kisah Mia Bustam yang dituangkan dalam Sudjojono dan Aku.

Mereka, para penyintas dan keluarganya yang dikucilkan secara sosial dan politik dari masyarakat karena dituduh terlibat dalam tragedi G30S/65, mencoba merawat harapan, mengisi waktu dengan bernyanyi, berkumpul, bercerita dan berbagi pengalaman dalam bertahan hidup. Larik demi larik sepuluh lagu yang ditulis dari balik jeruji dan direkam dalam keping CD terus mengalun. Tetiba ujung mata saya memanas dan basah. Adakah yang masih peduli pada kehidupan dan trauma yang muncul akibat diskriminasi?

Setiap lagu dalam album ini menuturkan kisahnya sendiri – sendiri, dengan dasar yang sama, semangat untuk bertahan. Selain Ujian, ada doa yang dituangkan dalam lagu Salam Harapan yang diciptakan oleh Zubaedah Nungtjik AR dan Murtiningrum di penjara Bukit Duri. Lagu yag biasa dinyanyikan di depan sel kawan yang berulang tahun. Ada pula Taman Bunga Plantungan yang ditulis pula oleh Zubaedah Nungtjik AR di Kamp Plantungan melukiskan persahabatan yang terjalin indah antara Mia Bustam, Nurcahya, Rusiyati dan kawan – kawan di kamp konsentrasi itu. Di Kamp Ambarawa, Heryani Busono Wiwoho dan Mayor Djuwito menuliskan rindu dan kegelisahan hatinya pada ribuan anak yang harus terpisah dan kehilangan orang tua mereka karena dipenjara, dibuang bahkan dibunuh lewat Lagu Untuk Anakku. Enam lagu lain di dalam album ini: Viva Ganefo, Padi untuk India, Di Kaki-kaki Tangkuban Perahu, Kupandang Langit, Asia Afrika Bersatu dan Dunia Milik Kita pun memiliki kisah dan pesan yang dalam.

Bila anak muda sekarang ditanya apa yang kamu tahu dari September 1965? sebagian besar mungkin akan menjawab, ah … masa itu dirinya belum lahir. Apa yang akan dan harus diingat? Tapi bila tanya yang sama secara khusus ditanyakan kepada mereka yang mengenyam pendidikan SD – SMA pada masa 80 – 90an, bisa dipastikan mereka akan memberi jawab seputar tragedi yang sebagian besar informasi tentangnya diserap dari film Penghianatan G30S yang diputar setiap 30 September.

Sebagai generasi masa itu, saya masih ingat satu siang di awal 90an ketika seorang guru tergesa memasuki kelas saat kami sedang terkantuk – kantuk belajar. Kehadirannya mencerahkan, satu pengumuman maha penting disampaikan berkeliling dari satu kelas ke kelas lainnya. Hari itu kami boleh pulang lebih cepat. Senang tentu saja, bisa pulang lebih awal adalah momen yang dinanti semua pelajar. Tapi ternyata pulang cepat tak berarti kami boleh pulang ke rumah. Siang itu, kami meninggalkan sekolah beramai – ramai, berjalan kaki berpanas – panasan ke satu – satunya bioskop yang ada di pusat kota. Entah siapalah yang mengirimkan pesan mendadak untuk meminta anak sekolah pulang cepat demi pergi ke bioskop yang biasanya hanya memutar film di malam hari, itu pun untuk orang dewasa.

paduan suara dialita, dialita, kamp plantungan, wanita tapol, tahanan politik, tapol

Paduan Suara Dialita (dok. infoscreening.co)

Saya baru tahu setelah duduk di dalam bioskop sederhana yang bangkunya tak beralas busa karena hanya terangkai dari dua balok bambu yang disambung memanjang. Jangan berharap bisa duduk santai apalagi bersandar dengan nyaman. Itu kali kedua saya masuk ke dalam bioskop yang ditutupi dinding yang terbuat dari susunan papan yang beberapa bagiannya bisa kau jumpai bolongan – bolongan kecil yang sering dijadikan lubang untuk mengintip bagi mereka yang tak memiliki tiket masuk ke dalam ruangnya setelah beberapa tahun sebelumnya diajak orang tua saya untuk menonton Ira Maya Puteri Cinderella di sana. Tanpa basa – basi, sebuah film diputar untuk kami tonton bersama. Film yang kemudian diputar terus menerus setiap 30 September selama masa orde baru itu.

Dialita, mencoba menyampaikan kisah – kisah perjalanan hidup yang mereka jalani lewat syair yang dilagukan, dengan nada yang berisi semangat untuk tak kalah pada keadaan. Malam ini, Dialita akan mengadakan konser mereka di Yogya sekaligus menandai peluncuran album perdana mereka, Dunia Milik Kita. Meski tak bisa melihat langsung penampilan mereka di panggung, saya cukup senang bisa menikmati suara hati yang dikumandangkan lewat keping CD yang petang kemarin diantarkan ke kedai kopi. Selamat Hari Kesaktian Pancasila, saleum [oli3ve].


Woyla

$
0
0

Datang terlalu dini ke Don Mueang membuatku berpikir mencari tempat yang sedikit nyaman untuk mengisi waktu tunggu yang masih panjang sebelum terbang. Lima jam saja! Waktu yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk berkeliling beberapa tempat di Bangkok kalau saja tak diburu – buru untuk beranjak ke bandara karena ada yang menerima boarding pass tak seragam jamnya. Lucu juga sih nggak satu pun yang protes. Mungkin, kakinya sudah pada puas usai menyusuri lorong – lorong di Pratunam.

Tuelii! tueliii .. ha!

don mueang, bandara di bangkok, low cost carrier airport, operasi woyla

Sepatu busuk, semakin busuk makin disayang  😉

Aku hanya tersenyum mengingat teriak ngotot mbak petugas dari konter sebelah kepada kawannya yang mencoba bersabar memelototi monitor, mengecek jadwal terbang. Sesekali matanya melirik ke paspor yang dipegang dengan tangan kiri, tak menggubris usikan temannya.

Ok done“, dia menyodorkan kembali paspor ketika terdengar keluhan – keluhan tak bisa early check-in dari meja sebelah. Tak semua orang mau mencoba terlebih dahulu sebelum berkeluh – kesah, sistemnya nggak bisa. Umumnya kita lebih mendahulukan komplen, protes dan sebangsanya lalu mencoba mempengaruhi yang lain agar berpikir serupa daripada berusaha. Ah, andai setiap orang bisa sedikit bersabar seperti mbak yang berjaga di meja tempat saya berdiri. Padanya kuhaturkan,”terima kasih, mbak” sembari beranjak, lupa kalau sedang di luar negeri hahaha.

Woyla, aku mengingatmu sesaat setelah duduk di Gate 25, ruang tunggu keberangkatan internasional menanti penerbangan yang akan membawaku pulang ke tanah air. Saat memandangi landasan yang setia menjadi lintasan burung – burung besi berlarian, bergantian mendarat dan beranjak pergi dari balik dinding kaca.

don mueang, bandara di bangkok, low cost carrier airport, operasi woyla

Don Mueang dibuka pada 27 Maret 1914 sebagai pangkalan dan lapangan udara angkatan udara kerajaan Thailand. Sepuluh tahun kemudian, barulah dibuka untuk dimampiri penerbangan komersial dengan menerima pendaratan Fokker F-VII milik KLM Royal Dutch yang melakukan penerbangan perdana jarak jauh antar benua dari Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Sejarah mencatat Don Mueang adalah lapangan udara tertua di Asia dan salah satu lapangan udara internasional tertua di dunia sedang KLM merupakan maskapai penerbangan tertua di dunia yang pada 7 Oktober esok berusia 97 (sembilan puluh tujuh) tahun.

Tanda waktu menunjukkan 15 menit menuju pk 03.00 pada Selasa, 31 Maret 1981 dini hari di Don Mueang kala itu, ketika pasukan Komando Pasukan Sandi Yudha a.k.a Kopassandha (sekarang Kopassus) yang diterbangkan dari Jakarta dini hari sebelumnya bersiaga di sekitar landasan menerima komando bergerak dan merapat ke badan Woyla yang mendarat di Don Mueang karena dibajak. Woyla lepas landas dari Jakarta pada Sabtu, 28 Maret 1981 pagi, baru saja transit di Talang Betutu, Palembang sebelum menuju tujuan akhir; Polonia, Medan ketika 5 (lima) orang teroris yang menyamar sebagai penumpang dari Palembang, membajak pesawat. Mereka minta pesawat diterbangkan ke Kolombo, Sri Lanka.

Kapten Pilot Herman Rante dan Co-Pilot Hedhy Juwantoro mencoba memberikan pengertian kepada para pembajak, pesawat tak mungkin terbang jauh karena bahan bakar tak mencukupi. Mereka akhirnya nunut dan meminta terbang jauh – jauh saja dari Indonesia. Untuk mengisi bahan bakar yang menipis, Woyla mampir di Bayan Lepas, Penang, Malaysia sebelum melanjutkan arahan terbang merapat ke Don Mueang, Bangkok, Thailand.

Soeharto, Presiden Indonesia masa itu, memberikan ijin kepada Jenderal Yoga Sugomo, Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara, BAKIN (sekarang BIN) untuk berangkat ke Bangkok membuka jalan dan mengulik informasi yang diperlukan untuk operasi pembebasan Woyla dengan pemerintah Thailand usai menerima laporan dari Kepala BAKIN itu. Kepala Pusat Intelijen Strategis Hankam, Letnan Jenderal LB Moerdani menyusulnya terbang ke Bangkok bersama 35 orang pasukan anti teror dari baret merah yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan pada Minggu, 29 Maret 1981 malam menggunakan penerbangan sipil Garuda untuk mengecoh para pembajak yang tidak menginginkan adanya kegiatan di sekitar Woyla.

Setelah 5 (lima) hari dikuasai pembajak, Woyla akhirnya berhasil dievakuasi dan dikuasai oleh Kopassandha pada Selasa dini hari serta membebaskan para sandera.  Dalam Operasi Woyla, 3 (tiga) pembajak tewas saat penyerangan, 2 (dua) lainnya yang terluka parah pun akhirnya meninggal. Satu anggota Kopassandha, Lettu Achmad Kirang yang terluka parah terkena tembakan pembajak, meninggal di Rumah Sakit Bhumibhol. Sedang Kapten Pilot Herman Rante yang mengalami luka di kepala karena terkena peluru, meninggal setelah mendapatkan perawatan di Bangkok 6 (enam) hari usai Operasi Woyla.

don mueang, bandara di bangkok, low cost carrier airport, operasi woyla

Gate 25, Don Mueang

Woyla, Krueng Woyla, adalah nama sungai yang menyimpan banyak cerita pada lekuk – lekuk dan aliran airnya di Aceh Barat sana. Nama yang diberikan kepada pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 206 yang terbang dengan rute Jakarta – Medan dan dibajak oleh Komando Jihad  pada 28 – 31 Maret 1981.

Aku sudah terkantuk – kantuk di depan Gate 25 ketika terdengar seruan dari pengeras suara memanggil penumpang yang akan menuju Jakarta untuk bersiap masuk ke dalam pesawat. Hari itu Selasa pk 19.55 kutinggalkan Don Mueang, bandara low cost carrier terbesar di dunia setelah 5 (lima) jam duduk – duduk di sana. Tak terbayangkan gimana yang merasakan 5 (lima) hari disekap di dalam Woyla. Aku pulang membawa rindu padamu Woyla, rindu untuk menyapamu di Nanggroe, saleum [oli3ve].

Bahan bacaan:
Operasi Woyla, Pembebasan Pembajakan Pesawat Garuda Indonesia – B. Wiwoho.


Mengenang Ah Loy di Lantern Hotel, Kuala Lumpur

$
0
0

Aku kembali ke Kuala Lumpur untuk beristirahat setelah 4 (empat) hari berkeliling di sekitar Kuala Langat, Selangor. Dari kantor Malaysia Tourism Center (MaTIC) Ampang, Aven memberikan tumpangan kereta (di Malaysia mobil disebut kereta) ke Petaling Street. Masih punya waktu 24 jam lebih sebelum beranjak ke KLIA yang bisa dimanfaatkan untuk bersantai – santai saja menikmati Kuala Lumpur sebelum kembali ke kehidupan nyata. Lhooo, kemarin itu berjalan dalam bayang – bayang ya? 😉

“Cakeeeep, pintu hotelnya depan penjual air mata buaya. Ntar malam mau beli, aaah.”
“Mbaaaak, air mata kucing!”
“Air mata buaya, itu lho minuman segar – segar yang ada agernya.”
“Air mata kucing mbaaaak! Tuh baca tulisannya!”
“Oohh … eeeh … salah nyebut ya.” *ngikik sendiri, ‘kan masih melayang*

air mata kucing, petaling street, food stall at petaling street

Si Air Mata Kucing  😉

Obrolan tak penting yang membuka percakapan di padatnya Petaling Street yang selalu riuh dari pagi hingga jelang pagi lagi. Bayangkanlah ada orang bertubuh mungil menggeret – geret koper yang disampirin gembolan, mencari celah di antara pengunjung yang tumpah dan seliweran di kawasan pecinan Kuala Lumpur itu. Kasihan juga sih, tapi pundak saya pun kebebanan My Meywah yang rasanya bertambah berat dari hari ke hari. Agar nggak dituduh tak setia kawan, sesekali saya menoleh ke belakang ketika langkahnya tertinggal dan badannya “terjepit” di antara tubuh – tubuh menjulang yang berjalan berlawanan arah dengan kami.

Petaling Street memang dikenal sebagai kawasan pecinan Kuala Lumpur. Namun bila melangkah di dalam dan di sekitarnya kamu akan menjumpai akulturasi budaya yang terjalin dari 3 (tiga) etnis besar di Malaysia; Melayu, Cina dan India. Jika menyimak kisah The Story of Kuala Lumpur, orang – orang dari dataran Tiongkok (dan India) mulai berbondong – bondong datang ke Malaysia ketika tambang – tambang semakin marak dibuka pada awal abad 19. Mereka meninggalkan negerinya, berlayar ke Malaya (sekarang Malaysia) untuk mengubah nasib dengan menjadi kuli di tambang – tambang timah itu.

air mata kucing, petaling street, food stall at petaling street, china town kuala lumpur, cullinary china town kl

Mau jajan apa? Sekitar Petaling ini banyak jajanan

Pada 1867 perseteruan dan perebutan wilayah kekuasaan antara para pemimpin negeri Selangor memanas dan meruncing hingga pecah perang saudara yang dikenal dengan Selangor Civil War. Akibatnya, kegiatan di pertambangan pun terbengkalai karena para kuli tambang yang terpecah ke dalam 2 (dua) kelompok besar pun turut dalam perang. Setelah perang berakhir dan mereka kembali ke penambangan, ternyata mereka tak bisa bekerja karena peralatan dan pertambangan yang ditinggal lama dan sempat terendam banjir besar yang juga melanda Kuala Lumpur; tak dapat dipakai.

Yap Ah Loy, Kapiten Cina di Kuala Lumpur pada masa itu memutar kepala, mencari akal agar para kuli ini memiliki kegiatan, tak terlunta – lunta karena tak ada kerja dan tak meninggalkan kota. Ah Loy pun berinisiatif membuka usaha pabrik tepung tapioka dengan mengajak warga Melayu untuk bekerja sama. Singkong untuk tapioka didapatkan dari kebun – kebun milik orang Melayu, sedang pekerja di pabrik tapioka adalah orang – orang Cina. Usaha yang dibuka di Petaling itulah yang mengawali berkembangnya daerah Petaling menjadi seperti sekarang. Selain di Petaling, Ah Loy pun membuka sebuah pasar yang menyediakan kebutuhan sehari – hari untuk warga lokal dan para pekerja tambang pada 1888 yang saat ini dikenal sebagai Central Market.

hotel at petaling street, lantern hotel kuala lumpur, food stall at petaling street, china town kuala lumpur, cullinary china town kl

Twin Room with Window (dok. Lantern Hotel)

Aaah, Ah Loy … anak muda yang tak kenal menyerah, andai dulu dirinya ikut rombongan yang dipulangkan ke Cina dan tak mengikuti kata hatinya untuk berjalan kaki ke Lukut; aku tak bisa membayangkan apakah ada jejak – jejak seperti yang ditinggalkannya di kota ini?

Lewat sini“, Shams memutus hayalanku. Ia mengajak kami memasuki sebuah gedung di belakang penjual air mata buaya eeeh … air mata kucing. Dari dekat agak susah untuk menemukan tempat ini, jadi kami tadi mencarinya dengan berpatokan pada fasadnya yang telah direnovasi. Sesampai di depan gedungnya pun masih mendongak – dongak demi memastikan kami tak salah melangkah ke sana. Karenanya, saya lebih berpatokan pada si penjual air mata kucing yang selalu disambangi bila bermain ke kawasan ini. Dengan menyibak sela yang rapat – rapat di antara penjual jam tangan, kami berhasil menggapai emper gedung yang langit – langitnya digantungi lampion dengan tulisan Lantern Hotel Kuala Lumpur pada dindingnya. Di pintu kaca yang berdiri di kanannya, ada penunjuk ke meja resepsionis hotel yang berada di lantai 1 (satu) gedung dengan meniti anak – anak tangga.

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur

Ada kamar yang dilengkapi dengan balkon

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur

Pemandangan ruang makan dari kamar

Begitu pintu dikuak, kami memasuki sebuah koridor panjang yang menghubungkan kamar – kamar, resepsionis, ruang serba guna (communal space) yang asik buat baca, ruang makan, dan terrace cafe yang open air. Kamarku di 309, twin room dengan kamar mandi di dalam. Untuk menggapainya harus keluar dulu dari ruang koridor lantai 1 (satu) dan naik lift atau kalau mau berolah raga menghitung anak tangga ke lantai 3 (tiga). Ruangnya dimanfaatkan secara maksimal untuk menempatkan 2 (dua) buah tempat tidur tunggal, tak ada perkakas lain selain gantungan handuk dari jalinan rotan yang dibentuk seperti tangga menggantung di dinding serta lampu untuk baca. Di dalam kamar mandi yang cukup lega tersedia air pancuran panas dan dingin, sabun cair untuk badan serta sampo dan pelembab untuk rambut. Sebuah jendela untuk mendapatkan cahaya dari luar dengan pemandangan ke kamar di seberangnya dan ruang makan di bawahnya.

Selepas masuk kamar, tak banyak yang ingin dilakukan selain meluruskan badan sebentar. Di jelang petang, barulah kaki melangkaj keluar menikmati Petaling Street dan kawasan pecinan sekalian makan malam di Central Market. O,ya … di kawasan Petaling sendiri banyak koq tersedia aneka jajanan dari yang rasa Melayu, peranakan, Hokkian, hingga kari – kari India gitu. Bagi yang suka hidangan yang mengandung babi tentu tak perlu berpikir untuk jajan, tapi bagi yang tak bisa mencicipi rasa itu patutlah berhati – hati untuk jajan.

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur

Communal Space yang menyatu dengan akses ke Terrace Cafe dan resepsionis serta ruang makan di samping kanan (tak terlihat di gambar)

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur

Menu sarapan

Pagi hari, aku pun bermalas – malasan untuk keluar hotel. Jadilah turun sarapan berlambat – lambat, di saat aku yakin tamu – tamu yang lain sudah selesai sarapan. Ternyata perkiraanku meleset karena usai sarapan, barulah tamu yang lain bermunculan menenteng baki sarapannya. O,ya .. pagi itu semua tamu dapat menikmati sarapan berupa sebuah croissant yang masih panas, fresh milk, jus jeruk, buah semangka dan pilihan minuman panas berupa secangkir teh atau kopi. Sebagai pelengkap croissant disediakan pula selai dan keju.

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur

Terrace Cafe, kalau malam lampionnya semarak

Lantern Hotel berada di daerah yang strategis untuk para pejalan yang ingin menikmati suasana pecinan dan destinasi wisata heritage Kuala Lumpur seperti Dataran Merdeka, Sri Mahariamman Temple pun ke destinasi lainya tinggal naik LRT. Dari Petaling Street yang tak pernah mati, ada 2 (dua) stasiun LRT; Pasar Seni dan Plaza Rakyat serta stasiun bus Puduraya yang dapat digunakan untuk berkeliling. Satu hal yang tak akan kulupakan adalah, para pelayannya tak pernah lepas tersenyum. Harga kamarnya pun terjangkau dan selaras dengan isi dompet. Jadi tak perlu khawatir duitnya tersedot kamar hotel, asal ingat baik – baik, belanja di Petaling Street kamu harus pandai tawar – menawar untuk mendapat barang dengan harga yang miring.

Lantern Hotel Kuala Lumpur
38, Jalan Petaling,
50000 Kuala Lumpur, Malaysia.
Telp: +603-20201648
Email: bookings@lanternhotel.com

lantern hotel kuala lumpur, hotel near china town kuala lumpur, hotel at petaling street, cheaper hotel in kuala lumpur

Menyempatkan berolah raga dengan peralatan fitness buatan sendiri 🙂

lantern hotel kuala lumpur, hotel at petaling street, hotel near china town kuala lumpur, cheaper hotel in kuala lumpur

Numpang kerja sebelum check out😉

Sebelum check out, masih kusempatkan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda sekalian memanfaatkan wifi yang tersedia di Lantern Hotel. Jelang pk 12.00, aku melangkah keluar hotel menuju Stasiun LRT Pasar Seni, naik komuter ke KL Sentral. Dari sana aku melanjutkan perjalanan ke KLIA dengan KL Ekspress, saleum [oli3ve].


Berbagi Semangat Kebersamaan dan Keceriaan Berolahraga Rekreasi di TAFISA World Games 2016

$
0
0

Seberapa sering kamu mendapati anak – anak di sekitarmu rewel, didiamkan oleh orang – orang dewasa yang berada di dekatnya dengan menyodorkan gawai? Seberapa sering kamu melihat dan merasa orang – orang di dekatmu (dan dirimu), dari balita hingga nenek – nenek, asik sendiri dengan gawai di tangan tanpa peduli sekitarnya ketika melakukan perjalanan atau saat bersua bahkan duduk berhadapan di sebuah meja?

tafisa world games, tafisa world games 2016, tafisa games jakarta, tafisa

Setiap hari, setiap jam, setiap saat. Benar apa betul?

Tanpa kita sadari gawai telah merebut ruang yang seharusnya dipakai untuk berinteraksi dengan sekeliling, menyekat gerak meski sekadar berbagi senyum terlebih bertegur sapa. Keakraban dengan gawai telah melunturkan keceriaan yang seharusnya bisa dibagi dan dinikmati bersama.

Keceriaan dan kebersamaan yang tadinya terpikir sudah terlupakan itu, saya temukan Sabtu (08/10/2016) lalu ketika bertandang ke Ecopark, Taman Impian Jaya Ancol dan melihat wajah – wajah penuh tawa, bersama menikmati beberapa permainan tradisional. Tak hanya itu, yang bermain pun berasal dari beberapa negara, mereka berbaur dan saling memberi semangat. Bahkan pengunjung umum yang datang ke Ancol pada hari itu, boleh saja mencoba dan turut bermain bersama – sama.

Ada yang masih ingat cara bermain engklek/teklek/dampu? Bagaimana dengan eggrang, gasing, benteng – bentengan, patuk lele? Permainan tradisional Indonesia tersebut ternyata ada juga di negara lain dengan nama yang berbeda dan semua bisa dicoba di arena permainan tradisional di Ancol. Sebelumnya di Beach Pool, saya pun melihat beberapa jenis olah raga pantai yang diperkenalkan kepada pengunjung seperti perahu naga, volley pantai, sepak bola pantai, banana boat, dan petanque (permainan lempar bola dari Perancis).

tafisa world games, tafisa world games 2016, tafisa games jakarta, tafisa

Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi sedang mencoba permainan Fox & Geese

Semua permainan ini boleh dicoba setiap pengunjung tanpa perlu merogoh kocek, cukup mendaftarkan diri ke panitia. Untuk memperkenalkan permaianan serta teknik bermain khususnya permainan yang belum pernah dicoba sebelumnya, di setiap permainan ada coach yang akan mendampingi. Ragam permainan tradisional dan olahraga untuk bersenang – senang yang membangkitkan kenangan masa kecil di atas dihadirkan di perhelatan TAFISA World Games 2016.

TAFISA World Games adalah festival dan eksibisi olahraga rekreasi internasional 4 (empat) tahunan yang bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan olahraga rekreasi dan permainan tradisional. TAFISA World Games pertama kali diadakan pada 1992, diselenggarakan oleh The Association for International Sport for All (TAFISA), organisasi yang mengurusi kegiatan olahraga permainan dan rekreasi dunia yang dibentuk di Frankfurt, Jerman pada 1991. Tahun ini, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah The 6th TAFISA World Sport for All Games 2016 dengan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta sebagai pusat kegiatan. Beberapa kegiatan lain dilaksanakan di tempat – tempat terpisah seperti Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, GOR Cempaka Putih, GOR Pulo Gadung, Taman Margasatwa Ragunan, Bintaro Exchange Mall, dan Pelabuhan Sunda Kelapa.

tafisa world games, tafisa world games 2016, tafisa games jakarta, tafisa

Ada yang ingat permainan ini?  😉

TAFISA World Games 2016 dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada Sabtu (08/10/2016). Dalam siaran persnya, Ketua Penyelenggara TAFISA Games 2016, Hayono Isman mengatakan, kegiatan ini menjadi momen penting sebagai ajang silaturahmi bagi pecinta olahraga permainan dan rekreasi dari berbagai negara serta kesempatan bagi semua perwakilan setiap negara untuk menampilkan bentuk-bentuk olahraga rekreasi dengan latar belakang budaya masing-masing negaranya. TAFISA Games Jakarta diikuti oleh 87 (delapan puluh tujuh) negara anggota TAFISA termasuk Indonesia yang diwakili 29 (dua puluh sembilan) provinsi yang berkompetisi di 50 (lima puluh) cabang olahraga yang dibagi dalam kategori Action Sport, Extreme Sport, Adventure Sport, E-Sport, ajang eksibisi serta cabang olahraga khusus untuk penyandang disabilitas.

Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahwari yang hadir bersama keluarga pada Sabtu lalu tak lelah mencoba berbagai permainan tradisional dari permainan air hingga permainan di darat meski di tengah rintik hujan mengajak peserta TAFISA Games untuk menjaga semangat dan sportifitas dalam bermain. Beliau juga berpesan agar kita tidak lupa tapi terus memperkenalkan permainan tradisional yang sudah banyak ditinggalkan kepada generasi muda.

tafisa world games, tafisa world games 2016, tafisa games jakarta, tafisa

Sebagai pecinta Afsel, yang dicari untuk foto bareng pun peserta dari Afrika Selatan😉

Ajang olahraga berskala internasional yang diselenggarakan pada 6 – 12 Oktober 2016 ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkenalkan pula keragaman budayanya demi menarik minat para delegasi dari berbagai negara peserta untuk mempromosikan destinasi wisata Indonesia. Sayang, kurangnya komunikasi dan publikasi membuat gaungnya kurang terdengar sehingga banyak yang tak tahu kalau di Jakarta sedang berlangsung perhelatan olahraga dunia. Bahkan beberapa pengunjung Ancol mengaku baru mengetahui tentang TAFISA Games saat melihat beberapa media informasi bergambar seekor Tarsius melompat dengan berwajah ceria sembari mengacungkan tangan kanan tinggi – tinggi dipasang serta mendapati keriaan yang digelar di beberapa tempat di dalam kawasan wisata tersebut. Bagi yang penasaran dengan kegiatan ini, masih ada waktu 2 (dua) hari untuk berkunjung ke Ancol sebelum pesta olahraganya berakhir, saleum [oli3ve].


Personal Touch, Jembatan Berinteraksi dengan Anak

$
0
0

Anak perempuan berambut sebahu dengan mata berbinar – binar dan bibir penuh senyum, mindik – mindik mendekat, menowel – nowel bahu selagi saya membolak – balik beberapa lembar tugas menulis di tangan.

Hayooo, mau ngapain?

Senyum di bibirnya semakin melebar. Saya tarik tangan kanannya untuk mendekat. Ketika pegangannya dilepas, kedua tangannya otomatis memegang sisi roknya, kiri dan kanan, memainkannya dengan riang dengan kepala menunduk malu – malu.

rumil, rumah ilmu, sharing tentang blog, belajar ngeblog, mengenalkan blog pada anak - anak

Mengenal Blog bersama Kk Olive  😉

Salma namanya, umurnya 8 (delapan) tahun. Dia dengan cepat berbaur dan turut bermain dengan anak – anak lain yang baru dijumpainya di hari pertama dirinya melangkah ke Rumah Ilmu (Rumil), Jagakarsa. Senyum tak lepas dari wajahnya sejak langkah kecilnya hinggap di pendopo Rumil. Bahkan saat dirinya terkena hukuman karena tak bisa memberi jawaban pada permainan pagi itu, dia terus saja tersenyum.

Salma, tahu kegiatan di Rumil dari siapa?
Diajak temanku.”
Kamu senang nggak bisa main – main di sini?
Senaaaaaang.”
Bulan depan datang lagi yaaaa.”

Dia menganguk, memutar badan dan kembali bergabung dengan yang lain. Tak lama, dia balik mindik – mindik, iseng menowel – nowel bahu saya, lalu lari menghindar. Dasar anak – anak!  🙂

Salma, satu dari 20 orang anak yang tak kehilangan semangat berkumpul kala hujan kembali mengetuk – ngetuk pelataran pendopo Rumil di Minggu pagi (23/10/2016) lalu. Dirinya memiliki bakat bercerita lewat tulisan meski perlu diajak ngobrol dulu untuk mengarahkannya menggerakkan pensil di tangannya. Selain Salma, ada Izzah yang tulisannya kereeen banget dan pandai menggambar, serta Al-iz, adiknya yang senang memberi komentar menakjubkan setiap kali saya berbicara.

Saya bukanlah seorang pengajar yang baik, pun sangat mengenal diri saya yang tak sabar menghadapi anak – anak (dan orang dewasa yang kekanak – kanakan), tapi pagi itu saya HARUS datang untuk mengenalkan dunia blog pada mereka. Untuk mereka, saya menyiapkan bahan presentasi yang telah diolah dari materi yang biasanya dibahas dengan teman – teman yang sudah biasa ‘ngeblog, dimodifikasi dengan menambahkan informasi seputar blogger cilik yang inspiratif. Meski sudah beberapa kali melihat dan ikut kegiatan Rumil, melihat yang hadir kemarin, sempat khawatir apa mereka bisa menangkap materi yang akan disampaikan? Yang berkumpul sebagian besar anak yang imut – imut, usianya bervariasi dari balita hingga SMP. Tapi, kekhawatiran saya sirna saat melihat mereka begitu bersemangat diminta duduk mendekat ke laptop. Thank to infocus yang mengalami gangguan  :)

Usai presentasi santai, biar rasanya seperti workshop menulis (padahal sih baru tahap perkenalan), anak – anak diberi tugas untuk menulis! Pada tahap ini saya benar – benar takjub melihat semangat mereka. Saya jadi ingat, duluuuuu waktu pertama kali ikut workshop menulis dan fotografi; saya sudah ‘ngeblog. Dan setiap kelar satu sesi, ada tugas menulis atau foto yang bikin mumet terlebih tugas menulis yang dibatasi oleh waktu yang singkat. Hasilnya, tulisan – tulisan saya nggak ada yang benar di mata pemateri. Terus jadi #baper? Nggak, dari situ saya belajar untuk membuktikan saya bisa menulis dengan baik meski tulisannya seputar kuburan. Hal ini yang membuat saya tergerak untuk mendekati beberapa anak yang terlihat bingung dan kesulitan saat menghadapi selembar kertas putih untuk mengerjakan tugas dalam waktu 20 menit.

rumil, rumah ilmu, sharing tentang blog, belajar ngeblog, mengenalkan blog pada anak - anak

Salma yang centil

Sekar misalnya. Dia kawan baik Salma, lebih pendiam. Karena saya bawaannya juga pendiam, saya pun mengerti posisi dirinya. Sebagai seorang pemerhati yang baik, sejak datang ke Rumil saya memerhatikan Sekar selalu duduk bersebelahan dan berdiri bersisian dengan Salma. Tangannya berhenti lama di atas papan berjalan usai menulis hari dan tanggal diberi tugas. Melihatnya dalam posisi antara bingung dan mikir seperti itu, saya mendekat dan mengajaknya berbincang.

Personal touch, interaksi secara personal akan membuat seseorang merasa keberadannya dihargai. Dan setiap orang membutuhkan itu, terlebih anak – anak yang berada dalam masa pertumbuhan dan pencarian jati diri. Saya mencoba untuk membangun itu dengan Sekar dan teman – teman lain yang terlihat kebingungan.

Bingung ya mau menulis cerita apa?” kepalanya mengangguk dengan mulut menganga dan mata penuh tanya.

Padanya, saya memberikan gambaran keseharian yang bisa menjadi ide untuk ditulis, misal kegiatannya sehari-hari di rumah menjelang berangkat ke sekolah. Tak perlu ditulis semua, satu saja yang menyenangkan atau yang menyebalkan juga boleh. Atau, perjalanan paginya selepas hujan ke Rumil, gimana rasanya bertemu teman-teman di sini dan lain – lain. Sebelum bergeser ke anak yang lain, saya berpesan bila dirinya kesulitan untuk memilih kata-kata dia boleh menggambarkan pengalamannya. Dalam 30 menit, dia mengumpulkan tugasnya.

rumil, rumah ilmu, sharing tentang blog, belajar ngeblog, mengenalkan blog pada anak - anak

Sekar si pendiam

Kamu tahu apa yang dia buat di kertas dalam pangkuannya itu?

Dia memberi judul tugasnya, JENDELA. Diberinya poin pada tugas tersebut dengan angka 1 dan 2. Pada angka 1 dia menulis: Cinta sama Ayah dan Ibu. Di angka 2, tepat di bawah tulisan yang dia tulis pada angka 1,  dia menggambar sebuah rumah dengan pintu dan dua jendela, lalu di halaman rumah ada pohon, rumput dan bunga matahari.

Bisa memahami apa yang ingin Sekar sampaikan? Saya, bisa menangkap maksudnya. Dan saya memiliki kerinduan untuk berjumpa (lagi) dengan Sekar, berbincang tentang tulisan dan gambarnya.

Di antara yang tampak diam, tentu saja ada juga yang tak bisa diam dan mencari – cari perhatian. Bahkan ada yang teriak,”Tante Oliveeee, aku nggak mau menulis.” Ada Rafa dan Nina yang berani “menolak” tugas menulis karena mereka lebih senang menggambar. Ah, baiklah, mereka boleh menggambar dengan syarat gambarnya tetap harus diberi tulisan berupa keterangan singkat dari gambar yang mereka buat. Hasilnya … bukan gambar biasa tapi storyboard!!

rumil, rumah ilmu, sharing tentang blog, belajar ngeblog, mengenalkan blog pada anak - anak

Nina yang senang menggambar

Rafa membuat saya kaget saat menyerahkan gambarnya. Di kertas tugas yang diberi judul Minecraft vs Zombie – zombie itu, dia menggambar gundukan dengan tanda salib di sisi kirinya. Waduuuh, jangan – jangan dampak ditunjukin video slide kuburan nih? Ketika saya tanya kenapa ada gambar tersebut, jawaban yang saya terima adalah,”Kakak, itu kuburan. Kan zombie – zombienya kalah dan mati lalu jadi pocong.” upzzz 😉

Setiap anak dikaruniai talenta yang berbeda dengan bakat yang dianugerahkan TUHAN untuk diasah dengan baik agar menghasilkan karya yang baik dan bermanfaat tak hanya buat si anak tapi terlebih buat sekelilingnya. Jangan paksa mereka untuk melakukan apa yang kamu mau, hargai pilihan dan kesenangannya dengan membimbingnya berproses menjadi lebih baik.

Belajar dan bermain dengan mereka yakinkan diri BERBAGI bukan sekadar berdiri di ruang tapi MERUANG. Berbagi tak sekadar berceloteh untuk meraup tempik sorak yang hanya sekejap hilang tapi memBUKA mata lebar – lebar memerhatikan sekeliling, memBERIkan telinga untuk menDENGAR serta menajamkan hati untuk meRASA. Dan karena hidup perlu belajar membutuhkan orang lain, bertemu mereka menyadarkan diri untuk terus belajar dan berproses. Hari itu, saya menjadi manusia dewasa yang senang sekali diberi kesempatan bersua dan berinteraksi dengan mereka di sebuah pendopo yang disediakan untuk anak – anak mengembangkan kreatifitas di bawah bimbingan sekelompok pekerja seni yang mendedikasikan waktu mereka untuk bermain sambil belajar dengan anak – anak.

Sebagai apresiasi atas usaha dan semangat belajar mereka, saya pun berjanji akan mempublikasikan 3 (tiga) tulisan terbaik mereka di blog #TukangKuburan ini. Terima kasih Rumilers mengenal blog dengan kak Olive, kalian hebat! Selamat Hari Blogger Nasional, saleum [oli3ve].



The Palace of Hope and Love, Maruekhathaiyawan

$
0
0

Kalau kamu suka melewati kawasan Monas saat beranjak ke Glodok atau Kota Tua dengan mata awas, pasti akan tampak gajah kecil yang setia berdiri di depan Museum Nasional, Jakarta. Gajah kecil berwarna hijau yang terbuat dari perunggu itu, hadiah dari Chulalangkorn, Raja Rama V dari Siam (sekarang Thailand) sewaktu berkunjung ke Indonesia pada 1871. Chulalankorn, kakek dari Bhumibol Adulyadej, Raja Thailand yang mangkat 13 Oktober lalu. Pada minggu terakhir September, saya berkesempatan (kembali) mengunjungi Negeri Gajah Putih, Thailand. Ini perjalanan kedua setelah 2 (dua) tahun lalu diajak Tourism Authorization of Thailand (TAT) ke keriaan Thailand’s Best Friends Forever 2014. Perjalanan kali ini pun diongkosi TAT berkat menang lomba foto selfie.

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Pekarangan Mrigadayavan Palace yang teduh

What the … kamu selfie, Lip? Ya, tertawalah lebar – lebar sepuas hatimu! siapa yang menduga bila swafoto saya dengan Bapu menang lomba foto #SelfieTAT? Saya pun sudah lupa pernah ikut keriaan lomba itu hingga dikabari terpilih sebagai salah satu pemenang dengan hadiah boleh ngajak seorang teman jalan – jalan ke destinasi impian, Hua Hin! Kamu harus banyak bersabar menanti cerita tentang kota pensiunan yang menyenangkan dan telah memikat hati jauuuuh sebelum menjejak di sana. Karena hari ini saya hanya akan berbagi sedikit drama di perjalanan kemarin.

Drama bermula selagi kami masih berada di pelataran parkir Maruekhathaiyawan. Imron, pemandu lokal yang menenami berjalan selama di Hua Hinn, membuat tak henti terbahak sesaat setelah langkah menggapai pelataran parkir. Tanpa ba bi bu ia melontarkan tanya,”Lip, kalian pasangan LGBT ya?”

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Bangunan depan Mrigadayavan Palace dilihat dari jalan ke arah pantai

Pasangan yang dimaksud adalah Lasma, kawan gereja yang menemani berjalan. Dirinya sudah terbiasa dengan kebiasaan berjalan saya yang tak biasa. Paham bila disodori gawai; pertanda minta diabadikan, bahkan kupingnya pun sudah kebal diocehin bila jarinya keliru mengeksekusi petunjuk saat dimintai tolong untuk memotret. Rela digeret – geret ke museum, bahkan senang – senang saja diajak main ke kuburan.

Mungkin karena bete menunggu kami yang senang berlama – lama di Maruekhathaiyawan saat semua orang terburu – buru melewati lorong demi lorongnya, si Imron bertanya seperti itu. Atau karena memerhatikan gaya kami yang sangat bertolak belakang terutama dalam hal berbusana. Lasma lebih perempuan, sayaaaa … koboi 🙂 Oooh, bisa jadi dia ‘ngiri karena nggak digubris saat memandu. Lhaaa .. yang dipandu asik sendiri haha. Entahlah, saya nggak tertarik untuk bertanya, malah merasa lucu mendengar tanyanya. Melihat saya hanya tertawa geli mendengar komentarnya, mulutnya kembali bertanya,”Jadi, yang laki mana, perempuannya yang mana?

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Selasar antar bangunan

Saya sudah terbiasa melihat kelakuan orang yang suka mencari perhatian. Pun sudah belajar mengelola emosi sejak beranjak remaja. Tak gampang terpancing saat orang iseng atau marah – marah, tapi sekali bicara; teman di samping yang gemetaran. Itu kata teman yang pernah  melihat saya ngomel hehe. Jadi pura – pura budek aja mendengar ocehan Imron. “Ya ampun bang Imrooooon, emang tampang gw kayak lesbi?” Tak ingin merusak kesenangan hari itu, saya terus saja melangkah ke kendaraan, membiarkan Imron bertanya – tanya sendiri.

Di perjalanan pulang, saya pun iseng – iseng berpikir. Jangan – jangan si Imron kesamber sesuatu sewaktu berkeliling di Mrigadayavan Palace, sebutan lain untuk Maruekhathaiyawan, istana yang dibangun dari kayu jati dan berdiri megah di bibir pantai Bang Kra, Cha Am itu. Maruekhathaiyawan dibangun pada 1923 oleh Vajiravudh, Rama VI sebagai tempat menenangkan diri dan mengerjakan kesenangannya; menulis. Tempat yang digadang – gadang sebagai The Palace of Hope and Love, pantas saja bila raja betah berlama – lama di tempat yang tenang dan melahirkan banyak inspirasi ini. Kalau saja diberi kesempatan untuk berlama – lama di sini, saya pun mau menikmati kedamaian, senyap dan teduhnya tempat yang mengingatkan pada Sanctuary of Truth yang tegak di bibir Rachvate Cape, utara Pattaya. Duluuu, pasti tak sembarang orang yang bisa bebas bertandang apalagi menginap di Maruekhathaiyawan. Sekarang pun kalau berkunjung sebagai wisatawan ke sana mesti berpakaian tertutup rapi. Saat akan naik ke atas istana, alas kaki mesti dibuka karena kaki akan memijak di lantai kayu yang mulus, mengkilat dan licin. Nggak boleh motret meski tangan gatal.

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Samoson Sawakama, ruang yang terbuka untuk publik dilengkapi dengan ruang teater (di bagian atas di balik bendera) dan hall tempat raja menjamu tamu

Semasa pemerintahan Rama VI (1910 – 1925), Thailand mulai menyelaraskan langkah dengan negara lain yang mengglobal. Pada masa itulah Don Muaeng dibangun, Chulalangkorn University yang awalnya hanya berupa sekolah buat anak – anak di lingkungan istana, dibuka untuk umum serta transportasi publik pun dikembangkan. Sebagai orang yang sangat mencintai serta menaruh perhatian besar pada puisi dan sastra, Rama VI pulalah yang merancang transliterasi dari bahasa Thai ke bahasa Inggris. Termasuk menerjemahkan karya – karya Shakespeare ke bahasa Thai dan mengadakan pementasan opera di ruang teater khusus di Maruekhathaiyawan. Sebuah taman yang terinpirasi dari salah satu karya Shakespeare dibangun di pelataran depan dekat pintu masuk Maruekhathaiyawan, diberi nama seturut karya tersebut taman The Merchant of Venice. Tahu kesenangannya pada seni agak mirip, jangan – jangan yang melontarkan pertanyaan tadi Rama VI? upzzz  😉

Satu informasi yang sebenarnya sudah banyak menyebar di luar dan masih berusaha ditutup – tutupi pihak kerajaan Thailand adalah orientasi seksual dan kelakuan anggota kerajaan. Bahwa Rama VI seorang homoseksual, ada yang mau percaya? Lalu bagaimana dengan gambar Putera Mahkota Maha Vajiralongkorn yang turun dari pesawat di Munich dengan baju minim dan sandal gunung beberapa waktu lalu kala Thailand sedang berkabung atas kepergian Raja Bhumibol yang menuai banyak tanya? Apa kabar dengan adiknya yang lesbi? Hak mereka untuk memilih bagaimana menjalani hidupnya, bukan?

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Duduk – duduk di sini menyenangkan, banyak angin  🙂

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Ruang mandi khusus perempuan

Saya teringat omongan Imron saat kami beranjak dari Don Muaeng menuju Hua Hin sehari sebelumnya. Katanya, Thailand sedang menuju era krisis penduduk, dalam 5 (lima) tahun ke depan pertambahan jumlah penduduk akan tersendat, lama – lama menjadi nol. Coba saja kamu bayangkan, dari 10 lelaki (Thailand) yang kamu jumpai, bisa dipastikan hanya 1 orang saja yang normal, imbuhnya demi melihat ekspresi penuh tanya di depannya. Analisanya benar juga mengingat hubungan sesama jenis di negaranya sangat terbuka. Jadi, hati – hati bersua lelaki ganteng di Thailand! cek dulu kelingkingnya sebelum kamu tergila – gila hahaha.

Mari kita kembali ke Maruekhathaiyawan.

Masyarakat Thailand tunduk pada hukum lèsemajesté, hukum yang melindungi kerajaan beserta anggota keluarga kerajaan Thailand dari berbagai hembusan berita miring. Di dalamnya terdapat aturan hukuman berat bagi rakyat Thailand yang melakukan penghinaan terhadap kerajaan. Karenanya, sangat susah untuk mengorek – orek informasi dari dalam sebab orang Thailand tak mau berbicara blak – blakan apalagi menyebar berita seputar istana yang (berusaha) ditutupi. Untuk hal ini Imron memberikan contoh sederhana, coba tengok gambar Ratu Sirikit yang dipajang di tempat – tempat umum. Kenapa gambarnya semua tampak muda? Sejak sakit ratu tak pernah muncul di depan publik, adalah aib bagi keluarga kerajaan bila terlihat sakit di depan umum.

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Andai boleh bawa tikar untuk digelar di sini

Jadi, benarkah Rama VI seorang gay? Siapakah kekasih hatinya yang menemani harinya bersenang – senang di Maruekhathaiyawan? Saya yakin, dari kesukaannya pada puisi, Rama VI bisa dikategorikan sebagai lelaki yang romantis. Tapi kenapa dirinya tak betah berlama – lama dengan ketiga istrinya dan lebih senang menghabiskan waktu bersama kawan – kawan di klub lelakinya?

Vajiravudh meninggal pada 1925. Sejak itu Maruekhathaiyawan yang dirancangnya dengan bantuan arsitek Italia, Ercole Manfredi;  dibiarkan terbengkalai karena adiknya, Prajadhipok yang menggantikan dirinya sebagai Rama VII membangun istananya sendiri, istana Klai Kangwon. Nggak jauh – jauh, masih di Hua Hin dan menjadi tempat pilihan peristirahatan keluarga kerajaan hingga saat ini. Pada 1965, Bhumibol tergerak juga hatinya mengeluarkan perintah untuk menyelamatkan dan merenovasi Maruekhathaiyawan serta memberi ijin sebagai tempat wisata untuk umum dengan beberapa aturan yang mesti ditaati oleh pengunjung.

Maruekhathaiyawan, Mrigadayavan Palace, The Palace of Hope and Love, Hua Hin, Thailand Attraction

Satu hari nanti, saya pasti kembali ke sini

Pikir saya, drama telah usai setelah kami meninggalkan Hua Hin. Ternyata, dua hari kemudian saat mengantarkan ke Don Muaeng dan Lasma iseng pengen bergambar dengan Imron, lagi – lagi dia nyeletuk,”Lip, pinjam pasangannya ya.” Apakah saya marah? Nggak, karena saya tahu dia bercanda dan saya yakin dirinya akan merindukan pejalan yang mau memasang kuping serta sesekali menimpali tuturan sejarah negerinya.

Setiap perjalanan memiliki dramanya sendiri. Karenanya selama berjalan, nikmati dan ramaikan saja drama yang tercipta. Bisa jadi potongan – potongan kisah yang terangkai secara spontan atau dengan sengaja diciptakan lewat drama perjalanan itulah yang mendekatkan kita dengan teman seperjalanan atau malah merenggangkan hubungan satu dengan yang lain. Jadi, jangan terlalu banyak #baper! saleum [oli3ve].


Belajar dari Orat-oret Anak – anak

$
0
0

Sadar atau tidak, kita, orang dewasa; suka sekali meremehkan anak kecil. Padahal kalau mau jujur, kitalah yang sering berlaku kekanak – kanakan. Untuk itu, kita perlu belajar banyak dari cara berpikir kanak – kanak dengan ide – ide berani, kreatifitas liar dan sikap optimis yang mereka miliki. Hal ini disampaikan oleh seorang anak kecil bernama Adora Svitak yang kala itu berusia 12 tahun saat memberikan paparan What Adults Can Learn from Kids pada TED Conference, Februari 2010 lalu di depan orang – orang dewasa.

Adora tak main – main, dia bahkan memberi contoh dampak dari tindakan dan pengambilan sikap orang dewasa pada dunia dengan apa yang dilakukan oleh anak – anak seperti pengalaman inspiratif Anne Frank di kamp konsentrasi NAZI, juga keberanian Ruby Bridges melangkah ke sekolah kulit putih semasa kanak – kanak meski mendapat tekanan dari sana – sini demi mendapatkan persamaan hak dalam pendidikan tanpa membandingkan warna kulit dan kegiatan sederhana Charlie Simpson mengumpulkan dana untuk korban gempa Haiti dengan bersepeda  di taman – taman dekat rumah (tentang siapa anak – anak ini, kapan – kapan saya ceritakan atau silakan tanya mbah Google bila tak sabar menanti ceritanya).

Ketika diminta untuk mengisi kegiatan berbagi di Rumah Ilmu (Rumil) pertengahan Oktober lalu, nama Adoralah yang langsung terlintas di kepala. Dia, salah satu blogger cilik (sekarang sudah gede tentu saja) inspiratif yang isi blognya menyenangkan. Dia anak ajaib yang mendapat julukan The Genius Kid on Earth pada 2010 karena kecerdasan dan pola pikirnya yang melampaui anak seusianya bahkan orang dewasa yang umurnya terpaut jauuuuuh dari usianya. Adora menjadi sumber inspirasi Nicklodeon Jr dalam menciptakan tokoh kartun Dora The Explorer yang mendunia.

rumil, rumah ilmu, sharing tentang blog, belajar ngeblog, mengenalkan blog pada anak - anak

Siapa yang kenal Dora?

Saya sudah berbagi sedikit cerita keriaan sewaktu memberi tugas menulis pada anak – anak Rumil, ada yang berani menolak karena lebih suka menggambar yang bisa dibaca di SINI. Lucunya nih, salah seorang anak yang ingin menggambar itu kemudian bingung hendak menggambar apa. Namanya belajar dan bermain, saya gangguin saja anaknya. Namanya Nina, saya biasa memanggilnya Ninoy, teman bercerita yang menyenangkan dan ‘ngangenin.

Bingung mau gambar apa, nggak usah ya tante. Habisnya ‘ndak tauuuu,” ini kebiasaan dirinya bila mulai merajuk, memonyongkan bibirnya yang lucuuu demi mencari alasan agar tak mengerjakan apa yang harusnya dia kerjakan.
Hmm … tadi yang minta gambar siapa ya?”
Ninoy.”
Gimana kalau Ninoy gambar cerita kemarin jalan – jalan ke Kidzania? atau waktu jalan ke Schmutzer minggu lalu?”
“Nggak aah ..”

Karena setahun ini kami cukup sering bersua, saya jadi hapal kebiasannya. Dan karena iman saya gampang goyah dengan rajukan anak – anak, sebelum benar – benar runtuh, saya tinggalkan dirinya yang menikmati bersandar di pilar dengan pesan,”waktunya dua puluh menit lho Noy, gambar ya,” lalu diam – diam mengamatinya dari jauh.

rumil, rumah ilmu, sharing tentang blog, belajar ngeblog, mengenalkan blog pada anak - anak

Nina, diam – diam akhirnya menggambar juga  😉

Hal berbeda ditunjukkan oleh Rafa. Dia sangat bersemangat menjelaskan apa yang sedang digambarnya, berulang pula ia menyebut maynekeref yang terdengar asing di kuping. Biar nggak digangguin terus, saya main jawab,”iya .. iya, bagus” saja tapi lantas berpikir, ini anak sebenarnya mau gambar apa ya? Kebiasaan orang dewasa yang ingin selalu terlihat pintar di depan anak – anak, sok tahu kan? hahaha.

Obrolan singkat dan kejadian – kejadian menggelikan selama berada di dekat mereka serasa diputar kembali di depan mata saat menikmati Es Sanger Ulee Kareng yang sejuk sembari membolak – balik kertas tugas mereka di Fakultas Kopi beberapa hari yang lalu. Saya ingat telah berjanji akan membagikan 3 (tiga) tulisan terbaik yang mereka kerjakan di pendopo pada Minggu itu. Tapi ternyata butuh waktu khusus dengan menghabiskan 2 (dua) gelas es sanger ditambah semangkuk Gule Bebek dari Aceh yang sedap di lidah (dan seporsi nasi) di sebuah ruang khusus yang tertutup dan berpendingin untuk memeriksa tugas – tugas itu.

Sangat serius?

Hahaha .. awalnya, saya pun berpikir begitu. Tapi setelah ditimbang – timbang, anak – anak ini serius koq saat mengerjakan tugas yang diberikan. Kenapa tidak meluangkan waktu untuk melihat, memeriksa, mengoreksi yang perlu dibenahi, membantu serta memberi semangat dan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan bakat, minat dan kreatifitasnya?

fakultas kopi, rumah ilmu, rumil, sanger, kopi aceh

Serius, ditemani tugas anak – anak sembari nyanger  😉

Apa yang bisa kita pelajari dari anak kecil?

Anak – anak memiliki semangat yang menggebu, bila kita keliru merespon dan mengarahkannya akan menjadi bumerang dan menjadikan mereka patah arang. Harapan mereka membubung tinggi, jangan salah memberi janji karena mereka akan menuntut. Tunjukkan kalau kita peduli tanpa sikap berpura – pura. Kalau kata orang bijak, jadilah anak kecil saat bermain dan belajar bersama anak – anak, belajarlah dari cara pandang mereka yang polos dan menyenangkan, serta nikmati masa – masa bersama mereka karena engkau akan merindukan masa itu ketika mereka telah bertumbuh dewasa

Jadi, apa yang berhasil mereka gambar setelah menolak tugas menulis? Nggak salah kan Lip? Koq, malah mau mengulas gambar bukannya tulisan? Karena gambar mereka sangat menarik dan membuat saya iri ingin bisa menggambar (lagi).

Nina akhirnya menggambar cerita perjalanannya ke Kidzania bersama kakak dan abangnya dalam bentuk komik, saya biasa menyebutnya storyboard. Dia menuangkan apa yang dia lihat dan nikmati selama berada di Kidzania lewat sketsa gambar. Dengan semangat dia pun menceritakan kembali apa yang dituangkan di gambar, tentang pengalamannya yang menyenangkan bisa bermain seperti layaknya menjalani keseharian di kehidupan nyata bisa belanja ke supermarket, bisa bekerja dan menjadi tamu di hotel, bisa jalan – jalan dan lain – lain. Tak lupa ia pun memamerkan kartu SIM dan selembar uang dari dompet yang didapatnya di Kidzania.

Apa kabar dengan Rafa? Gambar maynekeref-nya selesai, diberi warna, dan diberi judul Maynekeref vs Zombi-zombi, Perang Pedang dan Tembakan. Melihat hasil gambarnya, saya baru sadar, ternyata maynekeref yang dia maksudkan adalah minecraft; permainan anak generasi milenium semacam lego virtual.

minecraft, rumah ilmu, rumil, belajar blog

Gambar Rafa, ada pocongnya lho hiii

Demi melihat ada gambar menyerupai makam di kertas tugasnya, spontan saya bertanya itu gambar apa? Katanya,”Kakak, itu kuburan. Kan zombie – zombienya kalah dan mati lalu jadi pocong.” Lalu apa hubungannya laba – laba dengan semua yang ada di gambar ini? Dengan santai dia pun kembali menjawab,”laba – laba itu gigit – gigit pocong, kak!” Saat berbincang dengan ibunya, beliau mengatakan Rafa agak susah fokus. Sang ibu ingin anaknya konsentrasi untuk belajar menulis, tapi anaknya lebih senang mengambar. Pada ibunya saya menyarankan untuk tidak memaksa keinginan kepada sang anak, biarkan mereka memilih kesukaannya. Sebagai orang tua, kita wajib mengarahkan dan membimbing.

Rupanya, ada tiga anak yang lebih mengutamakan menggambar. Seorang lagi bernama Zahran. Dia juga menggambar minecraft disertai dua gundukan makam dan diberi judul Serangan Zombie. Ohh maaak! Memori dua anak ini sepertinya merekam dengan baik video singkat #TanteKuburan yang mereka tonton saat presentasi. Hasilnya, serial minecraft zombie dan minta diajak main ke kuburan  :)

Hati – hati menyampaikan sesuatu dan jagalah setiap tutur yang keluar dari bibir di hadapan anak – anak karena generasi mereka sangat pintar dan kreatif. Beri mereka penjelasan sederhana yang gampang dicerna oleh nalarnya, tak perlu mengemas jawaban berbumbu yang malah tak masuk akal.

minecraft, rumah ilmu, rumil, belajar blog, belajar dan bermain

Karena nggak mau kalah sama anak – anak, ‘mayan kan hasilnya? 😉

Anak, diam – diam merekam dan belajar mencontoh apa yang dilakukan orang dewasa di sekitarnya. Ketika diberi tugas dan terus didampingi, dirinya akan menunjukkan sikap manja. Tapi kalau dibiarkan sendiri dan sesekali dipantau, dia akan terlihat berusaha untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik terlebih dengan adanya penerapan disiplin pada batas waktu. Mari bertanya pada diri masing – masing, kapan terakhir kali kamu diteriaki kekanakan? seberapa sering kita menunda – nunda untuk mengerjakan sesuatu hingga dateline sudah ngintip? segigih apa kita berusaha berdiri ketika jatuh? Belajarlah pada kanak – kanak yang sedang belajar berjalan, saleum [oli3ve].


Saturday Brunch ala Caribou Coffee

$
0
0

Di Jakarta ini ada banyak sekali kedai kopi yang bertebaran. Dari kedai sederhana yang menempel di dalam gang dengan aroma kretek yang melekat dan menghitam pada dinding biliknya hingga kedai berpendingin di pusat bisnis berkelas dengan bangkunya yang empuk membuat pengunjungnya betah duduk berlama – lama meski yang dipesan hanya secangkir kopi.

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou

Untuk menggaet pelanggan berbondong memenuhi kedainya, para pengelola kedai pun berlomba menawarkan racikan kopi terbaiknya disertai kudapan ringan hingga sedikit berat kepada para penikmat kopi yang selalu haus mencicipi dan mencoba setiap sajian baru di kotanya. Tentu, tak sekadar rasa yang ditawarkan. Karena setiap pelanggan pasti akan mempertimbangkan suasana serta pelayanan yang diberikan selama kunjungan mereka ke satu kedai kopi. Kepuasan lidah, kenyamanan dan kepuasan pelayanan inilah yang membuat pelanggan akan kembali bertandang serta mengabarkan berita menyenangkan itu kepada kawan mereka.

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou

Teras Caribou Coffee Rubina

Berangkat dari pemahaman di atas, Sabtu lalu saya mendatangi satu kedai kopi berpenyejuk yang belum lama dibuka di kawasan bisnis Jakarta Selatan. Kebetulan sekali, meski tak selalu setia menyesap secangkir kopi, terkadang lidah merindu pada rasanya. Pula ada beberapa pekerjaan yang hendak diselesaikan sembari bersantai. Jadi, kloplah diajak senang – senang ke Caribou Coffee di Gran Rubina Business Park. Caribou Coffee membuka gerai pertamanya di Minnesota, Amerika Serikat pada 1992. Sedang Caribou Coffee Rubina yang dibuka pada Agustus 2016 lalu adalah gerai keempatnya  di Indonesia. Tiga gerai sebelumnya ada di Jl Senopati, Cilandak Town Square (CITOS), Jakarta dan Paris Van Java, Bandung.

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou

Gran Rubina ini gedung perkantoran baru di kawasan Rasuna Epicentrum, berdiri di belakang Rumah Sakit MMC, membuatnya mudah sekali untuk digapai. Saya menghampirinya saat matahari perlahan meninggi sehingga udara di luar ruang pun mulai menyengat di kulit. Sempat meraba – raba tempatnya pasti serupa dengan kedai yang berada di gedung perkantoran, kaku. Ternyata, saat melangkah ke teras lobinya, rasa adem langsung terasa begitu melihat gerak – gerik air yang sejuk dalam kolam yang memanjang di lobi.

Di Caribou Coffee Rubina, kamu bisa memilih untuk duduk di luar atau di dalam ruang. Di jelang siang itu, saya memilih sofa di dalam ruang, di pojokan, di samping perapian dengan pandangan langsung ke pintu masuk membuat leluasa untuk memerhatikan tamu yang keluar masuk kedai. Di sisi kanannya sebuah meja untuk berempat, lalu di depannya ada meja untuk berenam serta satu meja bar yang tinggi. Di sisi depan meja bar itu pun masih ada meja dan kursi. Langit – langit yang tinggi dengan dinding kedai yang didominasi kaca membuat ruang terang dan lega.

caribou coffee, caribou coffee signature, caribou coffee rubina, kedai kopi di jakarta selatan

Desy yang bertugas hari itu, membantu saya untuk memilih menu yang tepat untuk menemani bekerja. Karena ini adalah kunjungan pertama ke Caribou Coffee, tentu saja saya ingin mencoba menu favorit yang banyak dipesan pengunjung kedai yang menyediakan minuman berbasis espresso yang spesial dengan menggunakan campuran coklat asli. Setelah menimbang – nimbang, akhirnya pilihan pun dijatuhkan pada Hot Turtle Mocha campuran dari espresso, dark chocolate dan caramel tanpa whipped cream dan dikurangi manisnya serta campuran espresso dan coklat dalam Ice Mocha.

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou, signature caribou coffee

Steak Sandwich yang menggoda

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou, signature caribou coffee

Potongan Beef Bac & Egg Bagel dengan lelehan mozzarella

Untuk camilannya Steak Sandwich berupa multi seed bread yang diisi dengan grilled tenderloin, mushroom sauce, grilled onion, cheddar cheese diolesi dengan mayonnaise. Serta Beef Bac & Egg Bagel, omelette, beef bac, grilled onion, melted mozzarella dan cheddar cheese yang ditumpuk dalam freshly baked multi seed bagel.

Saat tersaji di meja, roti dan bagelnya selintas kayak roti keras. Tapi ketika menyentuh mulut, lembut banget dan saya lebih senang menikmatinya tanpa menggunakan pisau dan garpu. Langsung haaap!  🙂

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou, signature caribou coffee

Crunchy Chocolate

Awalnya, saya pikir pesanan di atas akan kurang nendang mengingat porsi makan yang terkadang lupa tetangga. Ternyata, setangkup Steak Sandwich saja sudah membuat lambung penuh. Setelah semua pesanan ludes, masih ada satu tanggung jawab yang mesti diselesaikan. Desy datang menawarkan pencuci mulut, Crunchy Chocolate yang katanya harus dicoba juga. Maaf ya, nggak bisa menolak  😉

Caribou Coffee, Caribou Indonesia, Caribou Cofffee Rubina, Menu Caribou

Caribou Coffee
Gran Rubina Generali Tower
Gran Rubina Office Park 1st Floor
Kawasan Rasuna Epicentrum
Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan

Caribou Coffee Rubina menjadi tempat pertemuan bagi beberapa kelompok hari itu. Ada yang bersua untuk wawancara, mengerjakan tugas kuliah, menuntaskan bisnis, atau sekadar berkumpul dengan kawan lama. Psstt … kalau kamu ingin mengkinikan isi blog, mengecek email, media sosial dan lain – lain, koneksi nirkabelnya sangat mendukuung, larinya ngebutttt!

Sesuai semboyan Caribou Coffee, life is short, stay awake for it; nikmati kesenanganmu selama berada di kedainya, saya sampai lupa kalau sudah duduk cukup lama di pojokan itu. Tempat ini memanjakan pelanggannya yang diam – diam menyimpan asa di hati tuk kembali di satu hari nanti, saleum [oli3ve].


Tenno Heika Menyerah, Mallaby Berlabuh di Tanjung Perak

$
0
0

Jepang manut juga pada Deklarasi Postdam (Yalta) setelah Amerika mengancam untuk menghancurkan Tokyo menyusul Nagasaki dan Hiroshima. Lewat corong radio Tokyo pada 14 Agustus 1945, Tenno Heika mengumandangkan kepada rakyatnya dan ke penjuru dunia, Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Perang Dunia II pun berakhir. Sekutu bersiap masuk ke Indonesia dengan 2 (dua) pasukan khusus. SEAC (Southeast Asia Command) terdiri dari pasukan Inggris untuk wilayah barat di bawah komando Laksamana Lord Louis Mountbatten dan wilayah timur pasukan Australia yang tergabung dalam SWPA (South West Pacific Area) di bawah komando Jenderal Douglas MacArthur.

Di Indonesia, sebulan setelah merdeka, suasana di Surabaya kembali memanas. Arek – arek Suroboyo tak senang dan tak tenang melihat tentara Jepang masih saja berkeliaran di jalan – jalan kota Surabaya. Dari Singapura, Laksmana Mountbatten, menugaskan Brigadir Jenderal Mallaby dengan pasukan Fighting Cox-nya mengurus Surabaya. Tugasnya, melucuti senjata Jepang dan mengangkut mereka keluar dari Indonesia, membebaskan tawanan perang dan interniran Sekutu terutama perempuan dan anak – anak untuk dievakuasi dari Surabaya serta menjaga kemanan dan ketertiban Surabaya hingga diserahkan kepada pemerintahan sipil.

Yang terjadi kemudian … Pertempuran Surabaya babak kedua pecah di Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1945.

Satu pagi di bulan Oktober lalu, aku bersua Walter. Empat tahun belakangan, minimal setahun sekali, aku meluangkan waktu untuk menjenguknya. Terkadang kubawakan untuknya setangkai mawar merah, kadang pula krisan atau aster, mana saja yang tersedia di gerai sederhana penjual kembang di dekat taman, tempat biasa kami bersua. Pagi itu, kubawakan krisan kuning dan setangkai mawar. Hanya itu yang masih segar dan tersedia di gerai si abang kembang. Pak Baban yang sudah terbiasa melihatku mondar – mandir di taman, menemaniku berbincang hingga Walter datang.

makam aws mallaby, aws mallaby, mallaby, pertempuran surabaya, the battle of surabaya

Sorry ya, om, mawarnya cuma satu. Tadi cuma beli dua yang segar, satunya kubagi buat Opa Spoor,” kubuka salam begitu dirinya datang. Seperti biasa, dia mengumbar senyum,”Tak mengapa, yang penting kamu baik -baik saja, kan?” Aku mengangguk dan membalas senyumnya. Kami duduk berhadap – hadapan. Walter dengan santai selonjoran di rumput, aku memilih duduk di tembok pondasi, pembatas taman.

Hari sudah mendekati senja ketika HMS Waveney merapat ke Teluk Surabaya pada 24 Oktober 1945. Sebanyak 6.000 prajurit Brigade Infanteri India yang tergabung dalam Fighting Cox menyertai perjalanan hari itu. Mereka terbagi dalam 2 (dua) batalyon tempur yang sudah sangat terlatih; Batalyon Maharatta dengan spesialisasi perang kota dan Batalyon Rajputana sebagai pasukan penghancur bersenjatakan mesin berat. Meski sudah mengirimkan kode ke daratan berulang kali meminta ijin berlabuh, ijin untuk merapat ke Tanjung Perak tak kunjung diterima.

Aku sedikit was – was, Jepang masih menguasai kawasan pelabuhan, itu sebab kami tak boleh merapat. Kenyataannya, ketika memaksa untuk berlabuh dan melihat situasi di daratan esok harinya; ternyata kawasan itu sudah di bawah pengawasan pemuda Indonesia. Hanya saja, mereka belum mendapat kejelasan instruksi dari Jakarta sehingga mereka tak mengijinkan kami untuk mendekat. Rupanya ada kesalahpahaman komunikasi.

Aku tetap berada di atas Waveney hingga keesokan paginya pk 09.00 berangkat ke Konsulat Inggris bertemu dengan Moestopo, Ketua BKR Jawa Timur sebagai Menteri Pertahanan ad Interim serta beberapa petinggi di Surabaya untuk membahas dan dan memantapkan kesepakatan akan tugas Inggris di Surabaya. Dari pertemuan hari itu, Inggris mendapat akses di pelabuhan serta beroleh ijin menempatkan pasukan di beberapa titik strategis dalam kota. Pihak Indonesia pun berjanji akan mengendalikan pasukan bersenjatanya agar tidak terjadi kekacauan. Pembebesan tawanan perlahan mulai dilakukan pada hari itu. Mereka diangkut dari Gubeng ke Rumah Sakit Darmo yang sebelumnya dijadikan rumah tahanan oleh Jepang. Dari sana mereka dibawa dengan truk ke Tanjung Perak. Sebagian besar adalah perempuan dan anak – anak, mereka yang diutamakan untuk dievakuasi terlebih dahulu.

Semua berjalan baik – baik saja hingga di jelang siang pada 27 Oktober, sebuah Dakota datang dari Jakarta menebar ribuan pamflet ke atas Surabaya yang isinya menyulut emosi setiap orang yang membacanya. Pamflet itu ditandatangani oleh Mayor Jenderal HC Hawthorn, Panglima Sekutu Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Hhhh … aaghh, aku nggak tahu alasan pimpinan di Jakarta mengambil tindakan untuk melakukan itu saat situasi sudah mulai melunak. Semua hasil pertemuan dan perkembangan di Surabaya tak pernah lupa dilaporkan ke Jakarta.

Jelas sekali pamflet itu sebuah tamparan bagiku yang memegang komando operasi di Surabaya. Koq nggak ada koordinasi atau informasi sama sekali? Andai saja boleh memilih, usai tugas di India, saat itu juga aku sebenarnya ingin pulang untuk bertemu dengan Mollie dan bermain dengan Christopher yang baru saja berulang tahun pada bulan Juli. Tugas membuatku lebih sering berjauhan dengan mereka dan menahan rindu berkumpul bersama keluarga kecilku. Aku tak mungkin meninggalkan pasukan, tanggung jawabku sangat besar.

makam aws mallaby, aws mallaby, mallaby, pertempuran surabaya, the battle of surabaya

Anak – anak yang menjadi korban semasa pertempuran Surabaya 1945

Siang itu, Surabaya berubah menjadi kota mati. Suasana semakin panas, seiring beranjaknya siang menuju petang. Sweeping diberlakukan terhadap setiap kendaraan yang lalu lalang di jalan. Keesokan petang, suasana sudah tak terkendali. Tembakan pertama terdengar di depan Rumah Sakit Darmo, lalu susul menyusul di berbagai titik dalam kota. Suara tembakan bersahutan di sana sini tak berhenti hingga keesokan harinya. Kendaran yang melintas di jalan ditembaki, termasuk truk yang mengangkut perempuan dan anak – anak yang dievakuasi dari Darmo.

Pada penghujung Oktober, semua mata tertuju pada Surabaya. Pasukan sudah di ujung tanduk, sedikit lagi habis. Permintaan bantuan dari daerah lain tak mungkin bisa mencapai Surabaya dalam waktu yang sangat singkat. Atas permintaan Letnan Jenderal Christison, Soekarno Hatta mendarat di Morokrembangan pada pk 11.30.

Esok paginya, aku menjemput Hawthorn di Morokembrangan untuk melaporkan situasi Surabaya sebelum kami beranjak ke kantor Gubernur Suryo berunding dengan pihak Indonesia. Pertemuan hari itu selesai pada pk 13.00 dengan beberapa kesepakatan untuk menghindari bentrokan. Sekutu hanya boleh berjaga di dua titik dalam kota yang menjadi tempat tawanan perang dibantu oleh pasukan TKR; Gedung HBS dan Rumah Sakit Darmo termasuk tempat kediaman orang – orang Eropa dan interniran di kawasan Darmo dan sekitarnya. Demikian juga kawasan pelabuhan Tanjung Perak tetap dijaga oleh pasukan Inggris.

Di beberapa titik masih berlangsung tembak menembak, karena hasil pertemuan belum tersampaikan secara merata. Pk 17.00 aku meninggalkan kantor Gubernur Suryo menuju kawasan Jembatan Merah untuk menyampaikan kesepakatan yang diambil hari itu kepada pasukan Inggris yang bersiaga di sekitar tempat itu. Secara de facto, Sekutu mengakui keberadaan Republik Indonesia. Di depan Internatio, gedung tempat pasukan Maharatta masih bertahan; kendaraan kami disambut sekelompok pemuda yang tiba – tiba sudah mengerubungi tempat itu.

Walter terdiam. Air mukanya keruh, pandangannya menerawang jauh mencoba mengingat – ingat runtut peristiwa yang susah payah digali dari memorinya.

Aku masih berada di mobil bersama Smith dan Laughland ketika mendadak sahut – sahutan senjata terdengar. Dua orang pemuda membuka pintu mobil namun urung membawa kendaraan pergi karena tak bisa mengoperasikannya. Aku meminta mereka untuk membawaku kepada pimpinannya. Mereka keluar dari mobil, tak ada tanggapan. Di luar suasana sudah tak terkendali. Malam mulai turun dan bau mesiu semakin menyengat. Tak lama, terdengar ledakan.

Aku tak ingat lagi apa yang terjadi sesudah itu, rasaku melayang.

Ketika mendarat di Surabaya, AWS Mallaby berlabuh di Tanjung Perak. Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945 dalam kendaraan yang ditumpanginya yang meledak di depan gedung Internatio. Pada 8 November 1945, jasadnya dimakamkan sementara di Tanjung Perak sebelum dipindahkan ke Ereveld Kembang Kuning. Setahun kemudian, ia dipindahkan lagi ke tempat peristirahatannya sekarang di Jakarta. Siapa yang membunuh Walter Mallaby? Sampai hari ini belum terpecahkan, meski ada dugaan kuat Mallaby adalah korban salah sasaran anak buahnya. Walter meninggalkan seorang istri dan seorang anak lelaki yang kala itu masih berusia 9 tahun. Kelak anak itu, Christopher Mallaby adalah mantan duta besar Inggris untuk Jerman dan Perancis; seorang diplomat yang disegani. Sedang cucunya, Sebastian Mallaby, lulusan Oxford University adalah seorang penulis dan jurnalis, saleum [oli3ve].


Meneladani Desmond Doss

$
0
0

Hari – hari ini sangat mudah sekali orang teledor menjaga lidahnya sehingga dari bibirnya mengalir kata – kata yang meresahkan dan membuat yang mendengarnya ingin jauh – jauh saja dari orang itu. Ada pula yang merasa lebih kuat karena sering berlatih angkat beban, kesenangannya merendahkan dan meremehkan orang lain yang dilihatnya lemah. Lalu yang sudah lebih dahulu punya pengalaman, merasa diri lebih unggul dari sesamanya. Keakuan membuat manusia selalu ingin diakui sebagai yang TER (terpandai, terkuat, terdepan, tertinggi dan ter, ter lainnya). Sifat ini sudah ada dari jaman bumi baru didiami pasangan Adam dan Hawa, kekal diwariskan kepada anak cucunya, KITA yang hidup di dunia saat ini.

Hacksaw Ridge, Inspirational Quote of Hacksaw Ridge, Dessmond Doss

Perkara di atas melenggang begitu saja di pikiran sewaktu duduk di dalam teater menikmati Hacksaw Ridge dua petang kemarin. Hacksaw Ridge, film drama perang yang digarap berdasarkan kisah veteran paramedik Amerika semasa perang dunia kedua (PD II), Desmond T. Doss pada pertempuran Okinawa, Jepang.

Doss adalah anak pertama dari pasangan Thomas dan Bertha Doss, mereka tinggal di Lynchburg, Virginia, Amerika Serikat. Ia memutuskan ikut wajib militer karena terpanggil untuk mengabdikan diri bagi negaranya yang sedang berperang menyusul adiknya, Harold Doss yang sudah terlebih dahulu bergabung. Sebagai pemeluk Advent Hari Ketujuh yang taat, Doss tak ingin menyakiti sesama meski di situasi perang, pantang baginya memegang senjata. Karenanya ia mengajukan diri menjadi tenaga medis.

Masalah mulai muncul ketika Doss mengikuti pelatihan militer di Fort Jackson. Doss menjadi bulan – bulanan pimpinan dan rekannya, bahkan menjadi sasaran kekerasan demi memancing emosinya. Namun, Doss adalah Doss yang bersikukuh untuk tidak membalaskan setiap perlakuan buruk yang diterimanya. Ia tetap bisa menahan diri, tak mau melaporkan siapa yang melukainya dan bersabar menjalani hari – hari di kamp. Dipandang akan membahayakan rekan satu tim bila kelak mereka maju ke medan perang, Doss pun diminta untuk tidak meneruskan pendidikan dan mengundurkan diri saja. Tapi ia tak mau, ia rela maju ke pengadilan militer karena sejak awal mendaftar pendidikan dengan satu syarat TIDAK ingin mengangkat senjata. Doss akhirnya menang, ia diijinkan meneruskan pendidikan untuk paramedis.

Saat melepas kekasihnya ke kamp Fort Jackson, Dorothy Schutte memberikan sebuah alkitab saku yang selalu dibawa Doss. Bacaan yang menjadi pegangan dan membuat Doss sering dicerca rekan – rekannya. Hacksaw Ridge sendiri dibuka dengan penggalan firman dari Yesaya 40:28 – 31, membuat ingin menyanyikan Like Eagle-nya Don Moen.

Hacksaw Ridge, Inspirational Quote of Hacksaw Ridge, Dessmond Doss, Bibble Say

Serupa dengan Braveheart dan Apocalypso, Hacksaw Ridge digarap dengan sangat baik oleh Mel Gibson. Hacksaw Ridge bukanlah film perang biasa, ia sarat dengan pesan moral. Film yang membuat saya betah menikmatinya hingga hanya tulisan – tulisan putih yang berlarian di layar bahkan hingga petugas kebersihan hampir selesai membersihkan ruang untuk pertunjukan selanjutnya. Demi apa? Demi menemukan tulisan lokasi kuburan yang muncul beberapa kali di layar! #eeh

Sejarah mencatat, pertempuran Okinawa adalah salah satu pertempuran hebat semasa Perang Pasifik. Panggilan jiwanya untuk menolong sesama, membuat Doss memutuskan tinggal di atas bukit meski dirinya memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri sendiri. Selama 12 jam ia berlari dan menarik tubuh – tubuh yang terluka, memberi pertolongan pertama lalu menurunkan mereka ke lembah dengan seutas tambang, sendirian!

tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah – [Yes 40:31]

Apa yang membuat seorang Doss yang kerempeng dan membuat seorang kawan selepas menonton Hacksaw Ridge berpikir, mustahil banget Doss melakukan itu, mengangkat badan orang yang sebagian besar lebih besar dan kekar dari badannya? Mari menelahnya dari karakter yang ditampilkan tanpa basa – basi dalam keseharian seorang Doss karena iman yang diyakininya. Saya mencatat ada 5 (lima) karakter laskar Kristus yang perlu diteladani dari Doss:

Hidup Menurut Firman TUHAN
Doss meyakini firman yang tertulis dalam alkitab dan percaya TUHAN tidak menghendaki dirinya untuk melukai apalagi membunuh sesama. Ia ingat peristiwa di masa kecil ketika adiknya tak bergerak karena hantaman batu dari tangannya, Doss kecil mematung di depan hiasan yang tergantung di balik pintu dan matanya terpaku pada hukum ketujuh dari Hukum Taurat, Jangan Membunuh!

I don’t know how I can live with myself if I don’t say true to what I believe – Desmond Doss

Alasan yang sama membuatnya tidak menarik pelatuk pistol yang direnggut dari tangan ayahnya ketika pada satu malam, untuk kesekian kalinya ayahnya berlaku kasar dan mengancam untuk membunuh ibunya. Kamu tahu pembunuh paling ditakuti saat ini? Ketika karakter yang baik dalam diri kamu dimatikan!

Bertumbuh dalam KASIH, Tidak Dendam
Sejak kecil Doss dan adiknya melihat kekasaran ayahnya yang sering melampiaskan amarah pada ibu mereka. Satu malam dia bertanya pada ibunya, kenapa sang ayah membenci mereka? Meski sering diperlakukan kasar, sang ibu dengan bijak berkata,”He doesn’t hate us. He hates himself, sometime.” Sang ibu tak ingin bibit kebencian tumbuh dalam diri anak terhadap ayah mereka yang pemarah dan kasar.

Hacksaw Ridge, Inspirational Quote of Hacksaw Ridge, Dessmond Doss

Hal yang sama terjadi ketika Doss dipukuli oleh rekan – rekannya hingga babak belur sewaktu dirinya tidur, dia tak sedikit pun membenci atau berniat untuk membalaskan lukanya.

Berani Tampil Beda (Melangkah dengan Iman)
Doss merasa tak ada yang salah dengan apa yang diyakininya. Apa yang dia lakukan pun tak merugikan orang lain, tapi bagi orang di sekelilingnya Doss adalah orang yang bermasalah. Doss rela dimasukkan ke dalam sel, yang membuat dirinya sendiri mengalami perang bathin terlebih karena hari dirinya disel adalah hari pernikahannya. Ia rela dipenjara demi mempertahankan imannya.

I’m different, I know that – Desmond Doss
I fell in love with you because you weren’t like anybody else – Dorothy Schutte

Kekuatan iman pulalah yang membuatnya bertahan untuk mendengarkan petunjuk dari TUHAN saat dirinya tinggal sendiri di Hacksaw Ridge. ‘Gak gampang menjadi orang kristen, kamu akan diuji oleh lingkungan dan terlebih dirimu sendiri dalam menjalankan perintahNYA.

Berdoa
Ketika engkau angkat tangan, TUHAN turun tangan. Doss tak pernah lupa untuk berdoa. Ia selalu meminta petunjuk TUHAN sebelum melakukan sesuatu. Ia berdoa agar dituntun, jika TUHAN menginginkan dirinya ada di satu tempat pasti ada sesuatu yang TUHAN ingin dia lakukan.

What is it that YOU want of me? – Desmond Dos

Hacksaw Ridge, Inspirational Quote of Hacksaw Ridge, Dessmond Doss

Saat sendirian dan mulai merasa putus asa di Hacksaw Ridge, Doss bertanya pada TUHAN. Ketika kupingnya menangkap suara minta tolong, saat itu juga ia bergerak dan tiada henti bergerak memberikan pertolongan kepada prajurit yang terluka tanpa kenal lelah. Di antara lelah dan luka yang dialaminya, Doss terus saja berdoa, “Pease Lord, help me get one more.”

Berubah karena Kebenaran
Pada akhirnya Doss harus melanggar janjinya untuk tidak bekerja di hari Sabtu sesuai dengan yang diyakininya selama ini. Namun dia percaya, itu yang dikendaki TUHAN. Karena di Sabtu itu, Doss melakukan sesuatu yang luar biasa dalam hidup dan bagi kehidupan orang lain.

Janganlah kamu menjadi serupa  dengan dunia  ini, tetapi berubahlah  oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak ALLAH: apa yang baik, yang berkenan  kepada ALLAH dan yang sempurna. – [Roma 12:2]

Sejarah mencatat, Doss berhasil menyelamatkan 75 prajurit yang terluka dan ditinggalkan di punggung bukit ketika pasukan Amerika diperintahkan mundur dan berlarian turun saat diringsek tentara Jepang.

Desmond T. Doss menjadi paramedis militer selama 4 (empat) tahun, 1942 – 1946 sebelum mengundurkan diri karena masalah kesehatan. Untuk keberaniannya di Okinawa, Doss menerima The Congressional Medal of Honor, penghargaan tertinggi negara yang disematkan sendiri oleh Presiden AS, Harry Truman pada 12 Oktober 1945. Doss meninggal pada 23 Maret 2006 di usia 87 tahun dan dimakamkan di Chattanooga National Cemetery, saleum [oli3ve].


Memuaskan Lidah dengan Kuliner Thailand

$
0
0

Lima menit beranjak dari Don Mueang siang itu ketika Imron, pemandu yang menemani berjalan, menawarkan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan ke Hua Hin. Tawaran yang menarik. Sejak pagi perut saya belum diisi makanan yang sesuai kapasitas lambung gegara bangun kesiangan dan tergesa – gesa ke bandara Soekarno Hatta. Mandi pun tak sempat. Setangkup roti dan sebiji pisang yang dihabiskan di ruang keberangkatan tak cukup kuat meredam teriakan dari kampung tengah. Tak lama, kami berhenti di Al Hilal Restaurant, sebuah rumah makan dengan pekarangan yang asik di pinggir jalan raya Bangkok yang sajian makanannya dijamin halal.

sarapan ala thailand, thai culinary journey, kuliner di hua hin

Aneka sarapan di Stasiun Hua Hin

Sajian yang jadi rebutan dan cepat tandas dari meja siang itu adalah Sup Tom Yam, Ikan Saus Mangga dan … telur dadar! Sedang kawan – kawannya seperti cap cay dan ayam goreng akhirnya digado belakangan sebelum nanas dan semangka sebagai pencuci mulut dihidangkan. Tom Yam Al Hilal tampilannya berbeda dengan sup Thailand lainnya. Kuah supnya bening, rasanya enjesss, melekat dan terbayang – bayang di ujung lidah saat menuliskannya di sini. Di dalam kuah asam pedas yang menguar itu, berenang – renang udang, potongan ikan, cumi, dan jamur merang. Hijaunya daun ketumbar dan daun jeruk yang mengambang di atasnya menambah segar aroma Tom Yam Seafood Bening istimewa dari rumah makan yang banyak dimampiri orang Indonesia itu.

Kuliner adalah salah satu bagian terpenting dari sebuah perjalanan yang tak boleh dilewatkan terlebih mencicipi makanan khas di destinasi yang dikunjungi. Saya beruntung memiliki lidah yang tak terlalu manja saat perut kelaparan, dia mau saja mencicipi makanan yang ada dengan satu syarat tak kepedasan. Bila syarat itu dilanggar, maka saya harus siap mondar – mandir ke kamar kecil. Sementara sudah menjadi rahasia umum masakan Thailand diracik dengan bumbu – bumbu yang menghasilkan cita rasa pedas, asam dan manis! Untuk itu, harus pintar – pintar mengontrol keinginan lidah mencicipi aneka rasa yang berlebihan.

bbq ala thailand, kuliner thailand, thai culinary journey, sosis bakar thailand

Sosis (babi) bakar Thailand

Selain wisata sejarahnya yang menyenangkan, bertualang dengan lidah di Thailand memiliki sensasinya sendiri. Ingin memuaskan lidah dengan kuliner Thailand? Nikmati dulu rekomendasi lidah yang harus kamu cicipi ini:

Sup Tom Yam
Tom Yam bening terenak pertama kali saya cicipi sewaktu sore – sore duduk di beranda Naklua Kitchen. Sally Suen mengajak kami mampir ke restoran itu usai berkeliling Sanctuary of Truth, Pattaya. Mr. Khun Nun, Manager Naklua Kitchen yang menuangkan sendiri sup yang dalam bahasa setempat disebut Po Taek ke mangkuk – mangkuk kecil untuk kami cicipi selagi panas. Kerinduan lidah pada sup Tom Yam bening terpenuhi saat ia kembali menemukan rasa yang sepadan di Al Hilal beberapa siang lalu di Bangkok.

sup tom yam seafood, tom yam bening enak, kuliner thailand, thai culinary journey

Po Taek di Naklua Kitchen, Pattaya

Setiap rumah makan di Thailand memiliki cita rasa Tom Yam-nya sendiri, ada yang bumbunya medok hingga kuahnya pekat berminyak, begitu pula pedas dan asamnya bergulat satu sama lain di dalam mangkuk. Isinya, tergantung pilihan dan selera. Tapi tak jauh – jauh dari kawanan seafood seperti potongan cumi, ikan kakap, kerang, dan udang dengan tambahan jamur merang atau kancing, bahkan ada juga yang menambah variasi bakso ikan. Bila kamu alergi seafod, kamu bisa mencicipi Tom Yum Gai (Tom Yam Ayam).

Omelet Thailand
Apa bedanya omelet Thailand dengan telur dadar yang bisa dibuat sendiri di dapur atau dipesan sebagai menu sarapan yang dijumpai setiap pagi di hotel? Paling beda di cara penyajian dan campuran bumbu yang dipakai untuk menggoreng telur yang dikocok – kocok itu hingga yang tersaji tak sekadar telur dadar biasa tapi menjadi sebentuk Puyonghai, bukan?

Eh ternyata, telur dadar Thailand memang beda rasanya. Meski hanya didadar biasa tanpa bumbu yang aneh – aneh, rasanya ‘ngangenin. Mungkin pakan ayamnya yang berbeda saat si telur masih di dalam perut ayam sehingga keluarlah telur rasa spesial.

telur dadar thailand, kuliner thailand, thai culinary journey

Oa Suan Grob, Naklua Kitchen, Pattaya

Oa Suan Grob adalah telur dadar tak biasa yang pernah saya cicipi di Thailand. Menu racikan Mr. Khun Nun di Pattaya yang menghadirkan telur dadar berbumbu yang berisi campuran tiram, tauge dan semacam daun kucai. Paling enak dimakan selagi panas dengan nasi yang hangat.

Poo Nim Pad Pong Karee
Selain Tom Yam dan telur dadar yang menjadi hidangan yang  tak akan pernah absen hadir di meja – meja makan rumah makan di Thailand (kecuali bila kamu menolak kehadirannya), janganlah terlupa untuk mencicipi juga Poo Nim Pad Pong Karee.

Poo Nim Pad Pong Karee adalah masakan yang berbahan utama kepiting soka a.k.a kepiting cangkang lunak (soft shell crab) dan telur. Jangan tanya bumbunya apa saja. Saya hanya penikmat yang sangat suka dengan menu ini hingga potongan – potongan paprikanya yang berbumbu pun nikmat dicecap lidah.

Poo Nim Pad Pong Karee, kepiting soka ala thailand, soft shell crab, kuliner thailand

Poo Nim Pad Pong Karee

Bagaimana bila perjalananmu sangat berhitung dengan dana makan sehingga sebisa mungkin menghindari duduk manis di rumah – rumah makan yang terlampau besar untuk disinggahi? Cicipilah street food yang ramai di pinggir – pinggir jalan di pusat keriaan Thailand, di lorong – lorong dalam pasar, atau di bibir jalan raya yang dilintasi oleh pekerja setiap pagi. Ada beragam pilihan makanan yang ditawarkan dengan tampilan yang menggiurkan dan menggugah rasa serta harga yang bersahabat. Cukup dengan mengeluarkan 10 – 40 baht, namun berhati – hatilah bila lidahmu sensitif dengan lemak babi.

kuliner bangkok, kuliner thailand, jajanan di pratunam market, thai culinary jouerney, makan murah di bangkok

Antri beli sarapan di Pasar Pratunam, Bangkok

Mu Wan
Dari segi penampilan Babi Kecap Thailand ini sangat menggoda bukan? Slurrrppp … lidah saya pun melompat – lompat saat melihatnya di salah satu trotoar tak jauh dari Dermaga Pratunam. Mu Wan adalah salah satu lauk yang dijajakan di pinggir jalan untuk bekal makan siang. Selain Mu Wan, beberapa makanan untuk sarapan juga ditawarkan di pinggir – pinggir jalan tanpa menguras dompet.

Mu Wan, babi kecap thailand, thailand sweet port, kuliner thailand, thai culinary journey

Babi Kecap yang Menggoda

Bila perut mendadak lapar dan hanya ingin sekadar memuaskan lidah dan mengisi kekosongan lambung saat sedang berjalan – jalan, beberapa jajanan pinggir jalan berikut dapat menjadi pilihan.

Mango Sticky Rice
Seorang kawan yang sangat ingin menikmati rasa mangga Thailand yang dimakan dengan ketan langsung dari Negeri Gajah Putih ini pernah donk titip dibawakan camilan Mango Sticky Rice sebagai oleh – oleh. Tempat paling asik menikmati camilan ini ya duduk manis sembari dalam perahu menyusuri Damnoen Saduak Floating Market.

mango sticky rice, kuliner thailand, thai culinary journey, Damnoen Saduak

Mango Sticky Rice

Aneka BBQ dan  Gorengan
Jajanan goreng – gorengan dan bakar – bakaran bertebaran dan gampang dijumpai di ruas – ruas jalan Bangkok, Pattaya atau pun Hua Hin, tiga kota yang pernah saya sambangi di Thailand. Dalam perjalanan ke Hua Hin, saat mampir di rest area, saya tertarik dengan sosis bakar yang dijual disalah satu booth makanan. Dari potongannya saja sudah menggiurkan dan wujudnya membuat teman seperjalanan hampir tergoda untuk mencicipi kalau saja tak saya mengingatkan dirinya makanan ini harus dihindarinya 😉

thai culinary journey, kuliner thailand, bbq thailand, sosis bakar thailand

Seafood bakar di tepi jalan Pattaya

Kluay Ping dan Kluay Khaek
Camilan pengusir lapar ini paling enak didampingi secangkir teh atau kopi panas. Kalau bahasa Indonesianya pisang yang dibakar (Kluay Ping) dan pisang goreng (Kluay Khaek). Banyak dijumpai di pinggir jalan, dijajakan dengan gerobak dorong (biasanya) oleh ibu – ibu yang sepuh. Pisang gorengnya serupa dengan pisang sale, sedang pisang bakarnya semacam pisang epek tapi nggak dipipihkan jadi dibakar bulat – bulat saja dan dimakan dengan saus gula. Kalau saya lebih suka makan tanpa saus gula karena Pisang Masnya sudah manis.

Damnoen Saduak Floating Market, pisang bakar thailand, kuliner thailand, thai culinary journey

Penjaja pisang bakar di Damnoen Saduak Floating Market

Knorr Cup Jok Pork, kuliner thailand, thai culinary journey, sosis bakar thailand, bubur thailand

Knorr Cup Jok Pork

jus jeruk pattaya, kuliner thailand, street food thailand, thai culinary journey

Jus jeruk yang segar

Kala haus, selain minum air mineral yang diisi ulang bila sarapan sebelum meninggalkan hotel, saya suka mampir ke kedai 7-11 membeli Ice Thai Tea atau Ice Coffee dan Knorr Cup Jok Pork buat persediaan di kamar bila mendadak lapar di malam hari. Selamat bertualang dalam imaji rasa, saleum [oli3ve].


Dokter Lintas Batas: Memenuhi Panggilan Jiwa dan Kemanusiaan di Wilayah Konflik

$
0
0

Seorang gadis kecil berlari – lari kecil mengekor di belakang ibunya yang tergesa melintas di depan puing bangunan yang hancur dihantam bom lewat serangan udara di satu kota kecil yang mereka tinggali di Afrika. Sebentar ia berhenti, menengok ke kanan, matanya sembab dan berair, ada riak di pipinya yang berkilat disorot kamera, tangan kanannya teracung. Sebuah kalimat berjalan tak jauh dari kakinya, tepat saat jarinya menunjuk ke mata saya yang terpana di depan layar … WHAT’S WRONG WE HAVE DONE?

not a target campaign, msf campaign, doctors without borders, humanitarian

Not A Target (dok. http://www.msf.ca)

Mata itu menatap penuh tanya dan harap; menyedot energi yang melesak ke dalam sorotnya. Mengingatkan pada tatap tak berdosa anak -anak Nyanga dalam Black Butterflies, juga sorot mata anak – anak dan perempuan dalam Sometimes in April. Visualisasi penggalan kisah perjalanan James Maskalyk saat bertugas sebagai dokter Médecins Sans Frontières (MSF) di Abyei, Sudan di buku A Doctor without Borders yang saya baca beberapa tahun lalu. Buku berisi catatan – catatan James yang sebelumnya dituangkan dalam blog pribadinya Six Months in Sudan.

Apa yang dialami oleh gadis kecil dan ibunya, serupa dengan yang terjadi dan dirasakan oleh mereka yang tinggal di beberapa bagian dunia yang sehari – hari was – was karena pertikaian yang masih saja berlangsung di negaranya. Potongan film dokumenter di atas bukan di Abyei tapi Abs, Yaman Utara, saat rumah sakit yang dikelola oleh MSF terkena serangan udara pada Senin, 15 Agustus 2016 lalu.

Dr Lukman Hakim, salah seorang dokter MSF asal Indonesia yang bertugas di Abs sejak Juni 2016 mengisahkan, pk 15.00 waktu setempat ketika selasar UGD rumah sakit Abs yang selalu ramai dengan pasien dihantam bom menyebabkan 11 orang meninggal termasuk seorang staf MSF dan 19 orang luka – luka. Dirinya hari itu sedang berada di kantor MSF, 10 km dari rumah sakit. Mereka hanya diberi waktu 3 (tiga) jam untuk mengecek kondisi di rumah sakit pasca pengeboman. Esoknya, semua staff MSF dievakuasi ke kota dan pelayanan di rumah sakit diambil alih oleh staf pemerintahan setempat.

Doctors without Borders, Médecins Sans Frontières, MSF Indonesia, Not A Target Campaign

Kesehatan ibu dan anak dalah salah satu program misi MSF (dok. http://www.msf.org)

Dalam aturan dasar Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) disebutkan bahwa lambang palang merah harus dihormati sebagai tanda perlindungan. Karenanya dilarang menyerang petugas medis atau kendaraan atau tempat yang mengenakan lambang  palang merah. Dalam setiap misinya MSF sendiri telah memasang lambang tersebut di setiap tempat yang mudah untuk dilihat. Entah kenapa dan siapa yang telah menjatuhkan bom di atas rumah sakit di Abs sampai hari ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab.

Atas beberapa serangan yang terjadi terhadap fasilitas medis yang dialaminya, MSF pun melancarkan protes EVEN WAR HAS RULES. Menggalakkan kampanye untuk menarik perhatian, mengajak dunia membuka mata agar menghormati hukum humaniter; mereka bekerja untuk kemanusiaan dan berada pada posisi netral untuk membantu siapapun yang membutuhkan bantuan kesehatan.

Doctors without Borders, Médecins Sans Frontières, MSF Indonesia, Not A Target Campaign

Staf MSF melakukan demo di Jenewa, Swiss pada 3 November 2015 sebulan setelah bom menghantam rumah sakit Kunduz, Afganistan (dok. Reuters).

Médecins Sans Frontières (MSF)/Doctors without Borders/Dokter Lintas Batas adalah organisasi kemanusiaan medis internasional yang didirikan di Perancis pada 1971 dengan misi pertama ke Nikaragua pada 1972. Kegiatan MSF mencakup perawatan kesehatan dasar, layanan kesehatan ibu dan anak, pembedahan, upaya menangani wabah, merehabilitasi dan mengelola rumah sakit dan klinik, vaksinasi massal, mengoperasikan pusat – pusat gizi, layanan kesehatan jiwa, serta memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan setempat. MSF adalah organisasi independen yang menjalankan misinya tanpa membedakan suku, agama, ras, gender maupun pandangan politik. Tidak pula bergantung pada pendanaan pemerintah dan institusi. Pendanaan MSF 92% berasal dari donatur individu dan 7% dari donasi lembaga publik.

Staf MSF dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok besar, pekerja di lapangan dan pekerja di kantor. Mereka adalah gabungan dari tenaga medis dan juga tenaga dari berbagai disiplin ilmu yang saling menopang satu dengan yang lain. Mereka berasal dari berbagai negara yang terpanggil untuk memberikan layanan kemanusiaan dan kesehatan secara profesional. Dr Lukman Hakim adalah salah satu tenaga medis asal Indonesia, mulai bergabung dengan MSF pada misi pertamanya di Karachi, Pakistan pada 17 Oktober 2013. Abs, Yaman menjadi tempat penugasan ketiganya di Juli 2016 setelah menyelesaikan tugas di Lamkien, Sudan Selatan.

Dr Lukman Hakim, Doctors without Borders, Médecins Sans Frontières, Dokter Lintas Batas

Dr Lukman Hakim, Dokter Lintas Batas yang bertugas di Yaman saat rumah sakit Abs dibom

Tak hanya terjun ke wilayah konflik, karena pada dasarnya kegiatan MSF menyediakan layananan kesehatan berkualitas yang dibutuhkan di satu daerah baik dalam situasi non-darurat maupun kondisi stabil. Di Indonesia, MSF pun telah mengambil bagian dalam penanganan medis yang dilakukan di beberapa provinsi sejak 1995 hingga 2009 seperti membantu kegiatan tanggap darurat pasca gempa di Jambi, penanganan wabah Malaria dan kesehatan ibu anak di Papua, penanganan tuberkulosis (TBC) di Ambon, serta tanggap darurat dan rehabilitasi tsunami Aceh.

Pada kegiatan MSF & Bloggers Meet Up yang diadakan di Jakarta Sabtu (26/11/2016) lalu,  Intan Febriani, Communication Manager MSF Indonesia mengatakan, ada satu kondisi di satu tempat seseorang dianggap berbahaya namun di sisi lain dia adalah pahlawan bagi kelompoknya. Dalam kondisi seperti inilah perlunya organisasi netral.

medecins sans frontieres, doctors without borders, dokter lintas batas, pameran foto MSF

Untuk mengenal lebih dekat kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan oleh MSF, MSF Indonesia mengajak masyarakat Indonesia untuk mengunjungi Photo Exhibition & Film Screening yang akan diadakan pada 8 – 16 Desember 2016 di Grand Indonesia, Jakarta. Pameran ini terbuka untuk umum dan GRATIS.

Jika kamu penasaran seperti apa keseharian staf MSF di lapangan, silakan untuk melihat keseharian Vincent Pau, seorang perawat dari Hongkong yang bergabung dengan MSF sejak 2012 lewat film dokumenter A Day on the Front Line: Doctors without Borders berikut.

Resiko akan selalu ada di mana pun kita berkegiatan. Pada salah satu tulisan dalam blog pribadinya, Dr Lukman menuliskan mimpinya yang sederhana, mengabdi di tempat – tempat yang jauh, di mana perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat bukanlah kendala tapi jembatan untuk memahami keberagaman. Meski perang menakutkan, sebelum meninggalkan Abs Agustus lalu, dirinya berjanji akan kembali ke sana menyelesaikan misinya bersama MSF bila kondisi sudah memungkinkan mereka untuk masuk kembali ke Yaman. Somebody has to do it!

Setiap kita punya pilihan. Dr Lukman dan dokter – dokter lintas batas memilih untuk mengabdikan diri di wilayah konflik. Bagaimana dengan kamu? Apa yang sudah kamu lakukan untuk sesamamu? Bila pergi jauh dari rumah adalah halangan, cobalah buka mata dan lihat sekelilingmu, sudahkah kita menghargai keberagaman? saleum [oli3ve].



[Rumil] Muntah Massal

$
0
0

Namaku Izzah dari Sekolah Alam Indonesia, mau berbagi cerita saat aku dan teman – teman sekelasku ke Ujung Kulon. Perjalanan yang berkesan. Tentu saja setiap perjalanan akan ada bagian paling berkesan. Ini sebagian cerita dari perjalanan sewaktu kami hendak ke Pulau Peucang, tempat kami menginap. Tak sabar untuk sampai ke tempat tujuan.

Kami treking sampai pelabuhan. Di pelabuhan ombak kecil mencoba menjilat kakiku. Sampan bergoyang. Semua penumpang, perempuan dan laki – laki mulai menaiki sampan. Setelah itu baru berangkat menuju kapal besar. Ada dua kapal di sana, satu kapal yang besar dan satu lagi ukurannya lebih kecil. Aku kebagian kapal yang kecil. Tadi sebelum berangkat aku lupa, tidak memandang langit yang telah menyiapkan sesuatu untuk kami.

squid jigging festival, terengganu, perairan kapas, kuala terengganu, mencandak sotong, rumil, rumah ilmu

Kapal yang kunaiki bergoyang – goyang, makin lama goyangannya semakin kencang hingga timbullah satu hal yang paling kubenci, mabok laut. Kepalaku sudah mulai terasa pusing. Pusing sekali, rasanya seperti sudah berada di tempat lain. Permintaan plastik terdengar, makin lama makin ramai. Suara eneg dan bau menyengat tercium, membuat cairan dalam perut memaksa untuk keluar. Aku berusaha menahan, ada perang batin di dalam diriku.

Nahkoda belum juga menjalankan kapal. Ombak makin ganas. Badai membuat kami anak SD5 serta guru … muntah massal. Aku pasrah, kantong plastik kupegang lebih erat. Cairan yang ditahan – tahan itu keluar juga.

Selama perjalanan kami angkatan 4 (empat) merasa tersiksa akan ini. Tapi justru kejadian paling dibenci inilah yang melekat di ingatan. Kalau ada yang bertanya kepada kami, apa yang kalian ingat dari Ujung Kulon? Mungkin setiap anak akan menjawab saat di kapal, pengalaman muntah massal!

Hikmah buatku, semua kejadian di perjalanan ini menurutku akan membuat kami selalu tersenyum mengenangnya saat sudah besar dan bertemu kembali.

Ditulis oleh: Izzah
Disunting seperlunya oleh: Olive Bendon

Tulisan di atas merupakan guest post pertama di blog ini, ditulis salah seorang peserta belajar blog pada Oktober lalu di Rumah Ilmu. Sesuai janji, tulisan yang bagus boleh hadir di rumah ini.

Pernah mengalami muntah massal? Saya pernah, setahun lalu di perairan Redang, Terengganu, Malaysia di tengah pesta candat sotong, Terengganu International Squid Jigging Festival (TISJF) 2015. Rasanya nggak enak banget, apalagi ketika isi perut sudah habis dan yang keluar hanyalah cairan – cairan yang menyisakan rasa pahit asam di lidah. Belum lagi ditambah kepala pening dan rasanya berputar – putar, ingin cepat – cepat turun ke darat tapi tak bisa meninggalkan perahu karena berada di tengah – tengah samudera. Yang bisa dilakukan hanya berusaha tidur sambil geletakan di geladak, tak peduli lagi lantainya basah, kotor, keras tak beralas; yang penting berbaring saja.

Tulisan Izzah di atas menarik karena dituliskan dari sudut pandang yang jarang – jarang diangkat ke permukaan. Bukankah bila melakukan perjalanan kita lebih senang mendrama dengan berbagi kisah yang indah – indah saja sehingga bawaannya pun baper? Nilai plus buat Izzah, dia telah membiasakan diri belajar dan berlatih menulis membuat pilihan kata, tata bahasa, pemakaian kata sambung, serta tanda bacanya tertata meski masih ada satu dua yang lolos dari pengamatan. Senang mendapati bakat – bakat menulis pada diri anak – anak.

Bagaimana dengan kamu yang belum bisa membedakan “di” sebagai kata depan/tunjuk dan awalan? #nomention lhoooo 🙂 . Teruslah berlatih, karena belajar itu setiap hari dan sepanjang hidup, saleum [oli3ve].


Rentak Selangor: Mengakrabi Selangor lewat Budaya dan Jejak Sejarahnya

$
0
0

Selangor bertumbuh dan berkembang pesat semasa Sultan Abdul Samad menjadi Sultan Selangor. Selama 41 tahun kepemimpinannya (1857 – 1898), ada banyak kebijakan – kebijakan politik, hukum, ekonomi, diterapkan. Pada masanya pula perang sipil Selangor pecah, Kuala Lumpur berdiri dan Frank Swettenham diterima menjadi Residen Jenderal Federasi Melayu yang punya andil dalam menata kota – kota di Malaysia yang jejaknya bisa dinikmati hingga hari ini. Potongan – potongan perjalanan masa dari berdiri hingga keberadaan Negeri Selangor saat ini, saya jumpai di dalam ruang – ruang Museum Sultan Alam Shah, Shah Alam, Selangor, Malaysia pada Kamis pagi (01/12/2016) lalu.

Rentak Selangor, Discover Selangor, Homestay Banghuris

Pembukaan Rentak Selangor, Nafas Nadi Bumi Kami di Homestay Banghuris oleh YB Amirudin Shari, Exco Pembangunan Generasi Muda, Olah raga, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan Selangor disertai Nuar Md. Diah, Managing Director Gaya Travel

Selangor tercatat sebagai negeri terkaya dari 13 negera bagian yang ada di Malaysia. Ia sedari dulu terkenal dengan timah yang dihasilkan dari tempat – tempat penambangan di Lukut, Klang, Ampang, hingga Muar di Johor. Hasil kebunnya berupa teh hitam yang tersohor dari kebun – kebun tehnya yang tersebar hingga ke Pahang, juga kelapa sawit serta getah karetnya yang lebih unggul dari Indonesia dan Thailand. Kuala Lumpur yang dahulu ibu kota Selangor sebelum ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi kota terbesar di Malaysia pun berada di wilayah Selangor.

Ada rasa yang kurang ketika mengunjungi satu negeri tanpa mengenali jejak sejarah dan menikmati khazanah budayanya. Sehingga menjadi hambar pula bila jauh – jauh mengayun langkah namun tak mendapatkan informasi akurat dari jejak yang ditelusuri dari sumber terpercaya. Itu sebab, museum menjadi pilihan awal menjejak saat mengikuti kegiatan Rentak Selangor, Nafas Nadi Bumi Kami pada 1 – 4 Desember 2016 lalu.

Museum Shah Alam Selangor, Rentak Selangor, Discover Selangor, Homestay Banghuris

Seorang siswa Fairview International School Selangor serius mengamati data sejarah Kesultanan Selangor di Museum Sultan Alam Shah, Selangor

Rentak Selangor adalah sebuah program wisata budaya yang dianjurkan oleh Jawatan Kuasa Pembangunan Generasi Muda, Olah raga, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan, Selangor dan dikemas oleh Selangor State Economic Planning Unit (UPEN Selangor) bekerja sama dengan Gaya Travel Magazine didukung oleh PUSAKA. Lewat program ini, 20 perwakilan media konvensional, online serta praktisi sosial media dari Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura; diajak mengunjungi dan menikmati ragam sajian sejarah budaya serta berinteraksi dengan warga Selangor yang lahir dari beragam etnis. Sajian akulturasi budaya lewat musik, gerak, lagu dan kuliner yang dahulu dibawa oleh leluhur mereka dari Jawa, Bugis, Banjar, Minangkabau, Cina dan India yang diwariskan kepada generasi yang ada saat ini; menjadi santapan kami selama 3 (tiga) hari.

Banghuris Homestay, Rentak Selangor, Discover Selangor, Cempuling

Para pemain Cempuling dari Homestay Banghuris, Sepang

Dari Museum Sultan Alam Shah, kami beranjak ke Homestay Banghuris di Sepang. Banghuris merupakan perpaduan dari 3 (tiga) nama kampung: Kampung Bukit Bangkong, Kampung Hulu Chuchuh dan Kampung Hulu Huris. Tiga kampung yang dibina sebagai destinasi agrowisata dengan kearifan lokal yang terus dipertahankan. Warga kampung ini sebagian besar keturunan Jawa, bahkan beberapa tetuanya masih sangat fasih bertutur dalam bahasa Jawa halus, tutur Hj. Basir Wagiman salah seorang tetua kampung yang saya temui di sela rehat makan siang. Cempuling, paduan alat musik berupa rebana ibu, rebana gong, rebana kempul, rebana kempreng, enteng – enteng dan rebana anak, serta dikolaborasikan dengan keyboard, gitar dan akordeon yang dimainkan oleh warga Banghuris menjadikan santap siang bernuansa Jawa, Sunda, India dan Mandarin.

Hari berikutnya kami bertandang ke Dewan Kampung Budaya, Taman Botani Bukit Cerakah. Di sini, kami disambut 5 (lima) anak dara menarikan Tari Poja, tarian Bugis yang dahulu hanya ditarikan untuk sultan dengan iringan lagu Ati Raja yang bertutur puja puji pada Sang Khalik dan kebesaran sultan. Adalah Prof. Dr. Haji Mohd. Lahir bin Haji Maharam, pakar tari Bugis dari Persatuan Melayu Bugis Selangor yang mengangkat Citra Ugi di Selangor agar tetap hidup dan dapat dinikmati lintas generasi. Selain Tari Poja, kami disuguhi hidangan selamat datang lewat Tari Maduppa Bosara yang dilanjutkan dengan Tari Pattennung dan Tari Cemara Bugis.

Urumee Melum, Batu Caves, Rentak Selangor, Discover Selangor

Urumee Melum di Batu Caves

Selain budaya Jawa dan Bugis, kami beruntung bisa menikmati atraksi 9 (sembilan) pemain perkusi dari Chinna Rasa Urumee Melum Masana Kali yang menabuh perkusi khas Tamil Nadu. Bunyi -bunyian yang dihasilkan merupakan ritual pemujaan dewa dan pemanggilan roh yang dilakukan di hadapan Dewa Murugan yang berdiri di depan Batu Caves.

Rentak Selangor, Discover Selangor, Mah Meri, Suku Mah Meri

Keseharian suku orang asli, Mah Meri

Kunjungan setengah hari ke Kampung Budaya Mah Meri di Pulau Carey, Kuala Langat menjadi momen puncak perjalanan Rentak Selangor yang menyenangkan untuk melihat keseharian suku Mah Meri. Di mulut kampung, kami disambut dengan ritual penyematan Mahkota Moyang di atas kepala dilanjutkan dengan doa permohonan keselamatan bagi tetamu yang dipimpin oleh kepala kampung dengan menggunakan bahasa Mah Meri. Mah Meri adalah satu dari 18 suku orang asli tertua di Malaysia yang masih menjalankan tradisi nenek moyang, dan merupakan salah satu sea gipsy tertua di dunia yang berasal dari rumpun Austronesia. Saleum [oli3ve].


Born to Roam

$
0
0

Apa yang akan kamu lakukan bila check in di hotel pk 02 dini hari dengan mata sayu, berjalan pun setengah melayang? Aku mengidam – idamkan kucuran air hangat untuk membasuh muka dan pembaringan empuk dalam ruang sejuk untuk mendapatkan jam istirahat yang cukup sebelum kembali berjalan. Namun sapa hangat lelaki yang menyodorkan kunci kamar di Avenue J Hotel dini hari itu membuatku diam – diam menghentikan langkah sedikit lama di depan lift demi menikmati kerlap – kerlip lampu pohon natal yang berdiri di tengah ruang tamunya. Ia dikelilingi bangku persegi dengan bantal – bantal empuk yang merindu pelukan sembari menyesap secangkir kopi panas dari kedai kopi di depannya, bersulang  menyambut pagi.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Kulirik kotak kecil penanda tanggal pada jam di pergelangan tangan kanan. Angka 1 tertera di sana. Ah, selamat pagi Desember.

Kukibaskan angan pada secangkir kopi, bergegas masuk ke dalam lift yang terbuka, dan memencet angka lima. Pada lantai yang kutuju, lift berhenti, pintunya kembali terbuka. Kulangkahkan kaki menyusuri lorong senyapnya dengan penerangan yang ceria untuk sebuah hotel di pagi buta, mencari pintu bernomor 505.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Kartu bermagnet kuusapkan pada bonggol pintu agar ia bisa dibuka lebar – lebar sebelum mencucukkannya pada kantung yang tersedia. Sekejap, kamar terang benderang. Mataku turut benderang, berpijar 100 watt. Kantukku hilang, hatiku luluh pada sebentuk kamar yang cukup lega dengan pembaringan empuknya yang kurindukan berdiam di pojokan.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Bathroom Amenities

Wastafel dengan perlengkapan mandi dan cermin memanjang di atasnya ada di samping kiri pintu. Sederet dengannya, TV layar datar menggantung di dinding, di bawahnya meja kecil untuk meletakkan koper dan meja kerja yang terdiam di sudut kamar. Tak sadar, bibirku bersiul kegirangan mendapati pengering rambut terselip pada rak di kakinya.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Bilik pancuran dan toilet

Bilik pancuran untuk mandi dan toilet ada di samping kanan pintu. Umumnya memang seperti itu, kalau tak di kanan ya di kiri dengan pintu yang langsung kau jumpai bila membuka pintu kamar. Yang ini membuatku sedikit heran, kenapa pintu kaca gesernya berhadapan dengan pembaringan? Kalau kamu tidur sendiri tak mengapa. Tapi kalau berdua di kamar dan yang seorang sedang poop lalu lupa menutup pintu, kau akan melihatnya duduk merem melek menghadap bantal tidurmu! Bersyukurlah aku sendirian saja di kamar ini.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Dipan di Standard Queen Room

Aku menyukai tempat tidurnya yang terlihat empuk, oh tentu saja empuk sekali saat kurebahakan badan di atasnya. Terlebih saat mataku terantuk pada mural berbentuk segitiga di dinding berisi pepohonan dengan tenda dan seseorang di sana bersantai di hammock. Ada mobil van diparkir di tengahnya. BORN TO ROAM, kalimat itu terpatri di atasnya.

Yaiyyy! Ini kamar instagramable bangeeeet!! Kamu tahu apa yang kulakukan selama sejam berikutnya sebelum beranjak ke pembaringan? Menyimpan koper, mengatur cahaya dan suhu kamar, menjerang air panas dengan ketel yang tersedia untuk menyeduh kopi, sembari memikirkan konsep untuk membuat gambar kegiatan dini hari di dalam kamar. Tapi aku mesti bersabar untuk berbagi keriaan pada khalayak media sosial karena terkendala jaringan nirkabelnya yang enggan diakses meski sudah mendapat kata kunci. Aaah, ini pertanda harus cepat – cepat rebahan.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Kopiku kental #eeeh

Aku lupa menanyakan siapa nama lelaki yang memberiku kunci kamar Standard Queen untuk kutempati beristirahat selama 6 (enam) jam saja. Lelaki yang kembali kujumpai beberapa jam kemudian tapi tetap lupa kutanyakan namanya selain menyapanya dengan,”Good Morning” dan memberikan senyum girang. Ia membuatku semakin bergirang ketika membuka tirai jendela saat langit mulai terang dan mendapati pandanganku bisa menyusuri aliran sungai Klang, menikmati pucuk- pucuk kubah Menara Sultan Abdul Samad serta menikmati lalu lalang manusia dan kendaraan yang berlarian di sepanjang Leboh Pasar Besar.

Avenue J Hotel
13, Leboh Pasar Besar, City Centre, 50050 Kuala Lumpur
Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Malaysia
Tel +60 3-2022 3338
Reservasi: reception@avenuejhotels.com

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Mandi pagi dengan wangi menyenangkan  😉

Pandainya membahagiakan hati. Mungkin karena tahu aku hanya beberapa jam saja di sini, maka diberinya kamar yang menyenangkan. Andai saja aku bisa berlama – lama di sini, pagiku pasti akan kubiarkan berhenti di depan jendela dengan secangkir kopi panas dalam cangkir, menikmati Sungai Nadi Kehidupan yang mengalir di samping Avenue J Hotel sembari bercakap denganmu, Ah Loy.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Pemandangan dari jendela kamar di samping tempat tidur dan toilet  🙂 (dok. http://www.booking.com)

Kamu tahu, Avenue J Hotel ini hanya sepelemparan batu ke St Mary Church, Masjid Jamek dan MUD KL. Dengan selonjoran aku bisa menggapai KL City Gallery yang menghadap jendela kamarku. Central Market dan Petaling Street  pun hanya butuh beberapa langkah panjang  – panjang ke sana, sayang waktuku tak banyak untuk menggerayangi tempat – tempat yang selalu kurindukan itu.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Lobi Ave J

Pk 07.45 saat Jalur Gemilang tampak berkibar di Dataran Merdeka, sebuah pesan mampir ke gawaiku,”Ayo mba.”  Yiuuuuk, semua sudah berkumpul di lobi. Aku tergesa meraup sarapan praktis yang selalu kunikmati bila beristirahat di hotel; sereal yang dituangi susu cair banyak – banyak dan secangkir Orange Juice.

Avenue J Hotel, Hotel dekat Dataran Merdeka, Hotel dekat Central Market, Hotel murah di Kuala Lumpur

Coba hitung lantai 5, di pojokan yang jendelanya menghadap ke depan dan ke samping; itu kamar 505 (dok. Booking.com)

Selamat pagi Ah Loy. Aku merindukan derap riak sungaimu, rindu berbagi kisah pelombonganmu. Maafkan aku harus bergegas, saleum [oli3ve].


Menjumpai Murugan

$
0
0

Tawa sumbangmu selalu membahana bila melihat kepalaku mengangguk – angguk, meyakinkan dirimu, belum pernah sekali pun kakiku meniti ratusan anak tangga ke puncak Batu Caves. Jangankan meniti anak tangganya, menjejak di pelatarannya saja aku tak pernah. Tapi ketika ada kawan yang hendak pelesiran ke Malaysia dan bertanya bagaimana menggapai Batu Caves; aku selalu yakin menyarankannya naik Kereta Tanah Melayu a.k.a KTM tujuan Batu Caves dari KL Sentral dan turun di stasiun perhentian terakhir. Aku tahu jalur keretanya karena beberapa kali Meywah bersenggolan dengan pejalan yang membopong ransel tinggi – tinggi di dalam gerbong kereta hendak pergi atau baru saja turun dari Batu Caves.

Dewa Murugan, batu caves, bagaimana ke batu caves, rentak selangor

Patung Dewa Murugan

Aku percaya, kesempatan terbaik itu akan selalu menghampiri di saat yang tepat. Dan waktu itu datang kala banyak orang merayap di jantung Jakarta dengan #Aksi212, aku memilih menyepi dan berdiri di depan Murugan yang menjulang di depan Batu Caves. Tempat yang beberapa kali disebut oleh Syers, Kapten Harry Charles Syers, kepala polisi federasi Malaysia yang membangun rumah pasung di Bukit Jugra karena bukit kapur itu berada di wilayah pengawasannya.

dewa murugan, patung dewa di batu caves, perayan thaipusam di batu caves

Pk 17.45 aku turun dari bus. Sebelum beranjak ke depan anak tangga untuk mendaki ke mulut gua di atas sana, kupingku menangkap pesan itu. Bergegaslah ke atas dan turunlah selekasnya, pk 18.30 ada sajian khusus menanti di pelataran. Maka kunikmati tapak demi tapak yang kujejak di bawah kaki Murugan, mencari pintu untuk memanjat ke bukit kapur. Aku baru tahu jumlah tangganya ketika dari mulut Eddin Kho, Direktur PUSAKA yang sedang giat – giatnya mengkaji kebudayaan tradisional  di Malaysia terlontar angka 272. Tentu saja aku mendengarnya setelah sedikit kepayahan mendaki dan turun ke pelataran.

dewa murugan, batu caves, jumlah tangga batu caves, thaipusam batu caves, rentak selangor, dewa di batu caves

Meski orang – orang Cina yang berladang di Selangor yang pertama kali mendaki bukit kapur di Batu Caves, nama kampung tempat gugusan batu kapur itu berderet dan menyusuri gua – guanya untuk memungut kotoran burung buat pupuk pada abad 18; orang Tamil Nadu-lah yang menjadikannya persembahyangan. Ia menjadi tempat menaikkan puja – puji pada dewa – dewi yang selalu ramai dikunjungi umat Hindu maupun turis. Dahulu, orang – orang Tamil Nadu yang berasal dari Selatan India berdiaspora ke Semenanjung Malaya kala kolonial Inggris menjejak di Selangor, Malaysia pada 1867. Mereka umumnya didatangkan Inggris dan dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan  teh, sawit, karet, dan pelombongan (tambang) timah. Selain itu, ada pula yang sedari awal datang untuk mencoba peruntungannya berdagang. India menjadi salah satu dari tiga rumpun budaya terbesar yang berakar dan berbaur di Malaysia bersama Melayu dan Cina.

Langkah tergesaku dihentikan oleh teriakan tiga perempuan Tamil yang duduk – duduk di depan gerbang. Seorang menunjuk – nunjuk ke celana yang kukenakan.

Dewa Murugan, batu caves, bagaimana ke batu caves, rentak selangor

dok. Makmur Dimila of Safariku.com

Acha .. acha .. simelekete, ketumbar jahe? tanyaku asal pada ibu berbatik merah yang berbicara tanpa sedikit pun senyum hadir di wajahnya.
Diangkatnya selembar kain, “NO short pant!” jawabnya tanpa ekspresi,”five ringgit!

Oucchhh … aku lupa ini adalah tempat yang disakralkan oleh pemeluk Hindu. Kudekatkan badanku pada perempuan itu agar dia melilitkan kainnya, dan memberikan lima ringgit yang diminta. Sebenarnya, harga sewa kain itu tiga ringgit saja. Yang dua ringgit akan dikembalikan saat kainnya dipulangkan. Dia memperhitungkan jaminan atas kainnya bila lupa dikembalikan.

Anak tangga yang banyak itu berhenti di depan mulut gua terbesar yang menjadi gua utama. Di dalamnya ada ruang yang lega, altar pemujaan terlihat di beberapa rongga dan lekuknya, lengkap dengan patung – patung dewanya. Aku tak begitu paham patung siapa saja yang ada di situ. Satu yang aku tahu, Batu Caves adalah tempat pemujaan bagi putera Siwa dan Parwati, Murugan. Murugan adalah panglima tentara para dewa, ia dilahirkan untuk mengalahkan bala tentara Asura (bangsa Detya). Senjatanya tombak pusaka pemberian ibunya, kendaraannya merak yang didapatnya dari belahan tubuh Soorapadman yang dibunuhnya dalam perang melawan bangsa Detya.

dewa murugan, batu caves, jumlah tangga batu caves, thaipusam batu caves, rentak selangor, dewa di batu caves, Soorapadman

Saat turun, aku bersua dengan seorang perempuan tua yang tertatih melangkah ke depan tangga. Hari sudah gelap, kulirik tanda waktu di pergelangan tangan kananku, pk 18.30. Sebagian besar pengunjung melangkah turun, hanya satu dua yang sedang memanjat di tengah – tengah tangga. Aku meragu, tergoda menemaninya mendaki lagi tapi otot betis dan pahaku masih gemetar usai treking, lagi pula sebentar lagi Urumee Melum dimulai. Aku tak ingin melewatkannya. Tapi, aku pun penasaran dengan perempuan tua ini, kenapa dia berjalan sendiri saja? Jadi kutunggu dia hingga kedua kakinya menapak di anak tangga pertama.

Kusapa dengan bahasa Melayu berantakan, mukanya tampak bingung. Dia malah menunjuk – nunjuk kain yang kukenakan lalu menunjuk pakaian di tubuhnya sembari mengoyang – goyangkan kepala semacam berbincang dalam bahasa ibunya. Aduh, simelekete, ketumbar jahe, bu?

dewa murugan, batu caves, jumlah tangga batu caves, thaipusam batu caves, rentak selangor, dewa di batu caves

Puji Tuhan ketika pelan – pelan kulontarkan kata alon dengan suara sedikit keras, dirinya paham tapi tetap menjawab dengan bahasa yang tak kupahami. Dari gerakan tangannya yang diangkat menghadap ke atas, aku menangkap jawabannya, dirinya hendak menjumpai Murugan. Sendirian saja. Dengan bahasa isyarat, ia mempertanyakan kenapa tak ada pegangan tangan di sepanjang tangga yang dapat dia pegang sembari memanjat ke atas gua? Aku hanya geleng – geleng saja, mengikuti gerakan kepalanya yang membuatku tetiba teringat Nehi Nehi Dhandy-nya Dewi Purwati.

Dia lalu mengulurkan tangan kanannya, pikirku hendak bersalaman, jadi kusambut layaknya orang bersalaman. Eeeeh, tanganku digenggam erat – erat, lalu dia mulai melangkahkan kakinya. Aduuuh, ibu ini bikin jantung hampir copot. Beruntung kakiku berpijak dengan benar sehingga tak tersentak saat dirinya menjadikanku sebagai pegangan saat memindahkan tubuhnya ke sisi tempatku berdiri. Setelah dekat, genggaman tangannya berpindah dari tangan kanan ke tangan kiri. Tangan kanannya berganti menggenggam bulatan besi yang memagari tangga, diikuti tangan kirinya. Mulutnya menggumamkan sesuatu, sebelum kembali tertatih mengayunkan langkahnya satu – satu menaiki tangga. Kulepas dirinya dengan merapal doa bagi keteguhan hatinya, Tuhan memberkatimu, Ibu.

batu caves, jumlah tangga batu caves, thaipusam batu caves, rentak selangor

Aku masih sempat menghangatkan tubuh dengan secangkir teh tarik sebelum Urumee Melum. Hujan telah menahan sembilan lelaki Tamil Nadu yang tergabung dalam kelompok Chinna Rasa Urumee Melum Masana Kali menabuh perkusi ajaibnya malam itu. Kusebut ajaib, karena ia tak hanya mengeluarkan bunyi saat dipukul. Ada kalanya permukaan kulit yang menutupi kepalanya diusap – usap dengan pemukulnya sehingga mengeluarkan bunyi semacam bunyi sangkakala yang menggema dari pelataran Batu Caves. Urumee (kadang disebut urumi), perkusi khas dari Tamil Nadu. Terbuat dari kayu berukir yang kedua kepalanya dibungkus dengan kulit kambing. Ia dipercaya memiliki kekuatan gaib untuk membangunkan dewa dan memanggil roh saat dimainkan dalam ritual keagamaan.

batu caves, jumlah tangga batu caves, thaipusam batu caves, rentak selangor, urumee melum

Calling the Spirit, Urumee Melum

Moral of the stories:
Belajar dari perempuan tua yang nekat meniti anak tangga yang terjal, rintangan apa pun tak akan menjadi penghalang langkahmu untuk menjumpai panggilan jiwamu. Hanya butuh sedikit tekad dorongan dari dalam diri untuk mengayun langkah pertama. Tentu, ada pengorbanan juga di sana. Pegal – pegal sesudahnya usai naik turun ratusan anak tangga karena lama tak jalan menanjak. Demikian pula proses keseharian di kehidupan ini, tak ada jalan yang mulus – mulus saja. Ingatkah rasamu ketika berjalan melangkah dan akhirnya bisa berlari? Bukankah kita mengawalinya dengan merangkak?

Batu Caves adalah salah satu destinasi wisata religi andalan Selangor, Malaysia yang dapat dijangkau dengan 30 menit berkomuter dari Kuala Lumpur ataupun naik bus dengan tarif yang murah.  Tak ada biaya masuk yang dikenakan kepada pengunjung kecuali kamu datang bercelana pendek seperti diriku, maka kamu harus membayar sewa kain untuk menutup kulit pahamu. Saranku, datanglah pada bulan Februari untuk melihat ritual perayaan kemenangan Murugan atas Asura di hari perayaan Thaipusam, saleum [oli3ve].


Khitanan Ceria Ala Rumil

$
0
0

Tak semua orang bisa tenang – tenang saja ketika melihat jarum suntik, terlebih bila anggota tubuhnyalah yang akan menjadi sasaran si jarum suntik. Sugesti terhadap perkakas dokter itu pulalah yang menghadirkan ketegangan di wajah beberapa anak lelaki bersarung yang duduk – duduk di tikar, di pekarangan belakang pendopo Rumah Ilmu (Rumil). Ada yang menikmati hiburan yang disajikan dari panggung terbuka, ada yang berusaha terlihat tenang meski sarungnya terlihat berdebar – debar menahan getar tubuh pemakainya. Ada pula yang tak dapat menahan kucuran air mata yang terus saja menganak sungai di pipinya.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Foto dulu sebelum sunat

Jarum suntik itu belum sedikit pun menyentuh tubuhnya, tapi ketegangan demi ketegangan tampak jelas di wajah Putra (5) yang siap menyongsong usia akil balig. Ketika diajak bercanda, susah payah dihadirkannya senyum di bibirnya. Ia beberapa kali terlihat mengusap wajahnya dengan kedua tapak tangannya saat kupingnya menangkap teriakan – teriakan dari belakang punggungnya. Ia pun beberapa kali mengganti posisi duduknya, berusaha bercanda dengan kawan yang duduk di kiri kanannya yang juga sama – sama tegang menunggu nomor urut dan nama mereka dipanggil.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

MC kondang Rumil yang tiada lelahnya

Saya bersua Putra saat dirinya melangkah keluar dari Ruang Salep dan berjalan mengantri ke depan photo booth sebelum dirinya memilih duduk di barisan depan, di depan panggung menonton keriaan yang ditampilkan oleh anak – anak Rumil. Meski datang ditemani ayah dan ibunya, Putra masih terlihat tenang duduk tak didampingi orang tuanya ketika satu dua anak yang tubuhnya lebih besar terlihat membenamkan diri rapat  – rapat ke tubuh ayah atau ibu mereka.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Putra (menangkup mukanya dengan tangan) menanti dirinya dipanggil masuk bilik

Ketika nomornya dipanggil, Putra berdiri dengan sigap dan berjalan digandeng ayahnya ke bilik nomor 2 (dua). Tangisnya pecah ketika dirinya diminta untuk tidur telentang dan dokter mulai menyingkap sarungnya. Butir – butir keringat besar bermunculan satu – satu di keningnya. Peci Turki berwarna putih yang tadi menempel di kepalanya pun lepas. Tungkai kakinya menegang, tapak kakinya saling bertaut. Ketika matanya menangkap gerakan tangan dokter mengangkat jarum suntik, ia menghentakkan kakinya keras – keras, mulutnya yang sedari tadi bungkam mengeluarkan suara parau,”Ampun ya Allaaaaaaah!” Ayahnya sigap menggenggam erat – erat kedua tangannya, menenangkan puteranya agar tak melakukan gerakan yang mengganggu kerja dokter.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Ketegangan itu terlihat dari ujung kaki

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Pelukan yang menenangkan dari seorang ayah

Putra adalah seorang peserta Khitanan Ceria, kegiatan sunatan massal tahunan yang digelar Rumil secara cuma -cuma di Jagakarsa, Sabtu pagi (17/12/2016) lalu. Hari itu, pendopo Rumil disekat – sekat dengan kain panjang menjadi bilik – bilik praktek untuk 5 (lima) orang dokter, masing – masing didampingi seorang asisten. Bila ditilik dari pandangan agama Islam, sunat itu wajib hukumnya. Namun, dari segi kesehatan sunat sangatlah penting untuk menjaga kesehatan alat reproduksi laki – laki. Tapi, benarkah saat anak lelaki disunat penisnya dipotong? Sepertinya pemahaman “potong” inilah yang memunculkan ketegangan dan ketakutan teramat sangat pada anak – anak yang hendak disunat. Membayangkan sakit ketika alat vitalnya berdarah – darah dipotong entah dengan gunting atau pisau.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Raka, salah seorang peserta sunat yang tenang saat operasi

Sebenarnya, sunat yang dilakukan pada anak lelaki hanyalah proses pemotongan kulit yang membungkus kepala penis (kulup), bukan memotong penis. Untuk meminimalisir rasa sakit yang muncul, pasien sunat diberi anestesi lokal dan tindakan dilakukan dengan teknik laser. Menurut Dr Tata, salah seorang dokter yang saya temui saat sibuk membersihkan sarung tangan yang dikencingi pasien sunat di salah satu bilik, sunat sudah bisa dilakukan sejak bayi. Meski teknik operasi kecil yang dilakukan pada Khitanan Ceria ini menggunakan laser, namun tetap saja para dokter bersedia melayani permintaan pasien cilik dan orang tuanya yang memilih untuk disunat dengan cara biasa yang prosesnya lebih lama dan sakitnya pun lebih terasa. Proses pemulihan usai sunat laser lebih cepat, hanya perlu 3 – 4 hari dibanding dengan sunat biasa. Di samping itu, sunat laser pengerjaannya juga lebih cepat (tergantung perlawanan yang diberikan oleh pasien), tak menimbulkan banyak pendarahan, dan luka terkadang tak perlu dijahit.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Doa – doa dari pak haji menenangkan anak – anak

Kenapa disebut Khitanan Ceria? Karena salah satu trik untuk menenangkan anak – anak yang menanti giliran masuk bilik adalah diberi hiburan musik. Jeritan – jeritan kesakitan dari pasien sunat yang sedang ditangani dokter pun diredam lewat lagu – lagu dan musik yang diperdengarkan saat terdengar suara – suara menegangkan dari bilik. Pengalihan ketegangan juga diberikan lewat dekorasi pada panggung hiburan yang ditata sedemikian rupa dengan poster – poster wajah pahlawan yang berwarna – warni untuk menstimulasi otak anak dengan pengetahuan. Sehingga diharapkan saat menunggu, anak – anak disibukkan dengan pikiran yang sehat tanpa memikirkan rasa sakit yang mungkin saja muncul karena sugesti dan paham keliru akan sunat yang telah ditanamkan kepadanya.

khitanan, sunatan, sunat massal, khitan ceria rumil, rumah ilmu, rumil

Sebagian yang sibuk saat Khitanan Ceria Rumil

Sebanyak 60 anak mengikuti Khitanan Ceria yang digelar Rumil untuk keempat kalinya dibantu oleh tim dokter dari Komunitas Sunatan Massal (KSM), mas Itok Soekarso yang menyumbangkan poster – poster WPAP kerennya, Wiwin Dongeng yang tak henti mengisi panggung serta volunteer yang bahu membahu meluangkan waktu menciptakan kegiatan sunatan ini menjadi semacam kawinan ala Betawi saja. Para peserta sunat tak hanya berasal dari sekitar Jagakarsa, ada juga yang datang dari Depok dan Slipi. Ada yang datang dikawani orang tuanya, ditemani kakak serta adiknya, pun yang diantar pakdenya karena ayahnya sedang bekerja. Beberapa dari mereka tetap tenang ketika masuk ke bilik hingga proses sunat selesai, namun tak sedikit juga yang berteriak – teriak. Menurut Adrian (7) dan Ivan (7), mereka tak merasakan sakit saat disunat, hanya berasa digigit semut ketika jarum suntik menyentuh penis setelah itu, biasa saja. Yang belum sempat sunat, yuuk! April depan akan ada Khitanan Ceria lagi, ikutan ya. Saleum [oli3ve].

Dibagikan juga di Kompasiana dan jadi headline, Selasa, 20 Desmber 2016


Viewing all 398 articles
Browse latest View live