Quantcast
Channel: Olive's Journey
Viewing all 398 articles
Browse latest View live

AriReda Menyanyikan Puisi

$
0
0

Arum Dayu dan Meicy Sitorus, Tetangga Pak Gesang, malam itu mampir di Cikini. Meski bertetangga, mereka tidak tinggal di Solo sebagaimana halnya almarhum Pak Gesang. Mereka datang dari Bandung, berboncengan Naik Motor Tua mengusung Yellow Ming-Ming ke pentas.

Tetangga Pak Gesang senang bercerita keseharian mereka tanpa mengurangi pesan yang ingin disampaikan meski lewat kata-kata yang sederhana. Obrolan-obrolan kecil mengajak penonton lebur meski sesekali terkikik melihat mereka mengusir kikuk lalu kembali dibuai oleh petikan ukulele saat tampil membuka Konser AriReda Menyanyikan Puisi di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), 26 Januari 2016 lalu.

Konser AriReda, Reda Gaudiamo, Ari Malibu, Musikalisasi Puisi

AriReda Menyanyikan Puisi

Dua buah lagu selesai, beberapa kali saya berpandangan dan berbisik dengan Nana yang malam itu digeret ke TIM. Hmm .. mereka nggak pecah suara ya? Ada yang terasa mengganggu meski tak menjadi soalan besar. Kami kembali menatap ke panggung, memasang kuping lalu seperti janjian pada menit berikutnya kembali berpandangan.

Sebentar Kak, buka lembar programnya, bukan itu … ya buka lagi. Nih, baca,”ujarnya sembari tersenyum telunjuknya menunjuk sebait kalimat pada sebuah paragraf di lembaran kertas yang dibaca dengan penerangan yang temaram … Mereka punya masalah tata suara

So, we got the point. Kami kembali menikmati penampilan Tetangga Pak Gesang, ikut melantunkan syair Jembatan Merah yang turut dibawakan malam itu, meski tak bisa mengelak masih saja gatal membahas pembagian suara di ujung-ujung lagu. Terlepas dari masalah tata suara, saya suka dengan mereka. O,ya satu hal baru yang saya jumpai malam itu adalah, dengung kazoo yang sesekali muncul menjadi penyedap dendang mereka. Tak lama, Tetangga Pak Gesang pun pamit.

Duo berikutnya yang menjadi bintang malam itu sudah duduk di atas pentas, AriReda. Pada lembar program tercatat, kemeja sedikt gombrong di tubuh Ari Malibu adalah koleksi Second Life sedang Reda Gaudiamo mengenakan busana Sumba dari KAEA Indonesia.

Pada Suatu Hari Nanti membuka penampilan AriReda, disambung dengan puisi kedua Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate, San Fransisco setelah jeda sebentar menyapa penonton. Dua puisi karya Sapardi Djoko Damono yang akrab disapa SDD ini ada di dalam album pertama AriReda, Becoming Dew. Pada Suatu Hari Nanti digubah oleh Budhyman Hakim pertama kali direkam dalam album berupa kaset Musikalisasi Puisi SDD: Hujan Bulan Juni sedang Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate, San Fransisco adalah gubahan M. Umar Muslim direkam pertama kali dalam Musikalisasi Puisi SDD: Hujan dalam Komposisi.

Meski telah puluhan bahkan tak terhitung berapa kali mentas, di konser mereka AriReda tampak grogi. Beberapa kali tangan Reda meraih botol air mineral yang berdiri di meja kecil di samping bangku yang didudukinya, memutar tutupnya lalu meletakkanya kembali. Diraih lagi, diusap-usap sebentar tapi tak jadi dibuka. Sedang Ari menyiasatinya dengan menundukkan kepala, seperti berdoa, mengusap-usap tangannya ke celana sebelum kembali memeluk gitar. Bisa jadi kegugupan itu terdorong ke permukaan karena ini adalah konser perdana mereka yang murni mengusung nama grup sendiri, AriReda.

Seperti pada penampilan-penampilan mereka sebelumnya, di sela pergantian lagu Reda lebih banyak mengambil peran untuk berbagi cerita perjalanan AriReda. Bagaimana mereka dipertemukan pada satu hari oleh Ferrasta Soebardi aka Mas Pepeng, dipaksa berkolaborasi dan membawakan dua buah lagu sore itu di acara kampus.

Senar gitar kembali dipetik, lengking suara tipis-tipis kembali memenuhi ruang teater kecil. Kata-kata dan rasa bertebaran, pun suara penonton yang sesekali terdengar ikut berdendang. Ada Gadis Peminta-minta, Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi, Ketika Kau Tak Ada, Di Restoran, Nokturno hingga Tuhan Kita Begitu Dekat.

Malam itu, SDD ikut maju ke atas pentas, membacakan dua buah puisi, berterima kasih puisinya banyak dikenal berkat kerjaan mahasiswanya yang “mencuri” dan menjadikannya musikalisasi puisi. Tak ketinggalan Jubing Kristianto diajak bermain bersama. Mereka mendendangkan Gadis Kecil yang aransemen gitarnya dikerjakan oleh Jubing pada 2005, membuat penonton turut pula bernyanyi.

AriReda Manyanyikan Puisi, Ari Malibu, Reda Gaudiamo, Sapardi Djoko Damono, Musikalisasi Puisi

Album AriReda Manyanyikan Puisi

Aaah berhasil! Ada desah lega ketika 20 puisi tuntas disuguhkan mengikuti tatanan acara tanpa melompat-lompat atau menggantinya dengan pilihan lagu yang lain. Selebihnya, beberapa bonus sebagai pelengkap disajikan meski tak membuat penonton puas dan semakin ingin berlama-lama hanyut di dalam ruang teater. Tak ada perpanjangan waktu, tak ada permintaan lagu. Semua harus beranjak dari ruangan, konser telah berakhir. Tak terasa.

Jelang pk 23, sembari menanti Nana yang pamit ke toilet, saya mengobrol dengan Lita Jonathans di luar gedung. Dari kejauhan, di balik kaca AriReda terlihat sangat sibuk meladeni para penggemar mereka yang meminta tanda tangan dan berfoto. Melihatnya, mengingatkan pada pertemuan pertama dengan mereka 8 (delapan) tahun yang lalu usai Malam Puisi Cinta SDD di belakang panggung Graha Bakti Budaya TIM. 34 tahun bukanlah masa yang sedikit untuk berjalan bersama dalam sebuah grup musik. Perjalan mereka tak selalu mulus, tapi malam itu AriReda berhasil membuktikan mereka duo yang solid, punya kelas dan penggemarnya sendiri, saleum [oli3ve].



Isinga, Gema Kidung Lembah Papua

$
0
0

Setiap manusia harus hidup dari pengalamannya sendiri. Ia tidak bisa hidup dengan melewati pengalaman orang lain. Pun tak bisa memasukkan pengalaman yang dirasakannya ke dalam kehidupan orang lain – [Meage Aromba]

Gunung-gunung mendendangkan kidung, lembah-lembah bersolek menari, sebuah hati merindu pada panggilan jiwanya, Meage. Ini kisah tentang seorang lelaki yang harus menjauh dari Lembah Piriom, tempatnya menyulam kehidupan sejak saluran napasnya menghirup udara Aitubu. Meage lelaki perkasa, badannya kekar ditopang betisnya yang kuat, ia seorang pemburu yang terampil dan pandai; menurun dari bapaknya. Namun, hatinya selalu gelisah saat rindunya pada gunung dan lembah serta nyanyian mama dan neneknya dari tanah Papua, terlebih kala nama Irewa mampir di pendengarannya. Saat rindu menyerangnya, tifa tempatnya mengadu lewat tabuhan.

Lebih banyak kisah tentang Irewa Ongge yang hatinya masih saja berdesir setiap kali mendengar nama Meage Aromba disebut. Lelaki yang merengkuh badannya dari arus sungai Warsor yang hendak memeluknya lebih dalam. Lelaki yang harus menerima dan merelakan perempuan yang dicintainya dipersunting lelaki lain, menjadi tumbal untuk mendamaikan perseteruan dua kampung. Irewa tak dapat menolak, perempuan dapat menolak saat dilamar laki-laki tapi mereka tak dapat menolak saat diminta oleh seluruh perkampungan menjadi alat perdamaian adat.

Jadilah perempuan yang baik. Perempuan yang baik itu adalah perempuan yang tidak banyak bicara dan tidak pernah marah pada suami. Kamu harus bersemangat dalam hidup. Semangat itu penting untuk dipakai mengerjakan berbagai pekerjaan jika ada kesulitan. Hiduplah penuh kegembiraan.

Isinga, roman papua, kisah perempuan papua, dorothea rosa herliany

Isinga, Roman Papua

Nasihat Mama Kame yang selalu diingat-ingat anak perempuannya ketika beban hidupnya terasa berat dan ia merasa lelah. Irewa tak pernah mengeluh. Ia mendobrak dinding yang membatasi gerak kaumnya yang hanya bisa pasrah pada nasib ketika lelaki mereka berlaku sesuka hati. Kala dirinya merasa sudah tak punya daya, Irewa menemukan energi untuk bangkit dan menunjukkan dirinya seorang yonime sejati.

Yonime tampil sebagai penengah ketika ada perselisihan yang terjadi di antara dua kampung yang bermusuhan. Karena, hanya pendapat dari perempuan yonime yang akan didengar tetua adat dan orang-orang perpengaruh di kampung itu. Bila tak ada perselisihan, tugas yonime untuk terus menjaga keharmonisan masyarakat. Ia dapat menyampaikan pendapat, baik diminta atau tidak.

Isinga, kisah perempuan yonime yang inspiratif dan mencerahkan dari tanah Papua. Ada luka yang terkoyak di sana, hak perempuan yang teperangkap dalam tatanan adat, ada gesekan politik serta perjuangan untuk bangkit dari keterpukuran. Semua dituturkan dengan bahasa yang nyaman hingga ke relung hati, lembut dan manis. Tuntas dibaca sekali duduk.

Akahi paekehi yae ewelende, wali onomi honomi eungekende. Jika semua orang kau anggap saudaramu, hidupmu akan aman dan damai.

Isinga, roman Papua yang ditulis oleh Dorothea Rosa Herliany, memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2015, sebuah gelaran apresiasi karya sastra tertua di Indonesia pada 13 Januari 2016 lalu menyingkirkan 4 (empat) besar kategori prosa, termasuk Hujan Bulan Juni-nya Sapardi Djoko Damona dan Aruna dan Lidah-nya Laksmi Pamuntjak, saleum [oli3ve].


Ubaidilah Muchtar, Multatuli Abad 21 dari Ciseel

$
0
0

Pagi sekali. Di luar rumah masih sepi. Saya bergegas beranjak dari tidur dan pergi ke masjid untuk shalat subuh bersama teman-teman. Usai shalat, kami lanjut jogging dan yoga di pinggir kali Cipari bersama mas Sigit Susanto. Setelah berolah raga, saya pulang mandi, berganti pakaian dan bersiap-siap. Hari ini, kami akan menyusuri jejak Multatuli. Sebelum berangkat, tak lupa saya sarapan seadanya agar tidak mabuk; nasi putih dan garam serta teh pahit. Saya pamit pada Ibu, dan bergabung dengan teman-teman di Taman Baca Multatuli. – [Catatan Nurdiyanta, 15 tahun, Kelas IX SMPN Satap 3 Sobang]

Catatan di atas disadur dari Rumah Multatuli: Kumpulan Catatan 2011 Menyusuri Jejak Multatuli, sebuah buku berisi kumpulan catatan perjalanan anak-anak Taman Baca Multatuli (TBM), Ciseel serta peserta tamu yang mengikuti kegiatan Sastra Multatuli 2011 di Ciseel (13 – 15 Mei 2011) lalu.

Ubaidilah Muchtar, Multatuli Abad 21 dari Ciseel

Ubaidilah Muchtar, Multatuli Abad 21 dari Ciseel (dok. fb Ubaidilah Muchtar, diedit dikit ;))

Ciseel adalah sebuah kampung di Desa Sobang, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten. Kalau dengan sengaja membuka peta untuk mencari tahu letaknya, nama kampung itu tak akan terlihat karena namanya tak tercantum di sana. Lalu, apa hubungannya Ciseel dengan nama besar Multatuli?

Multatuli adalah nama pena Eduard Douwes Dekker, seorang pegawai pemerintah Belanda yang pada 21 Januari 1856 menjejak di Rangkas sebagai Asisten Residen Lebak. Pada 1860, dia menggemparkan dunia saat meluncurnya Max Havelaar ke hadapan publik. Novel yang lahir dari kekecewaan dan perlakuan yang diterimanya dari pemerintah Hindia Belanda karena melaporkan kinerja kepala daerah yang berlaku sewenang-wenang kepada rakyat. Douwes Dekker meninggal pada 19 Februari 1887.

1 Februari 2009, seorang anak muda yang sebelumnya pengajar di SD Al-Azhar Syifa Budi Cibubur, menerima panggilan untuk mengabdikan diri sebagai pengajar di Kabupaten Lebak. Dirinya ditempatkan di SMPN Satu Atap 3 Sobang. Waktu itu, listrik belum menjamah tempatnya mengajar, ia baru berkedip-kedip 3 (tiga) tahun kemudian pada 23 Agustus 2012. Untuk menggapai Ciseel, dirinya mengendarai motor dari Depok. Dari jalan yang mulus, beraspal dan sobek di sana sini sampai ke jalan kampung yang hanya dilapisi pecahan batu gunung, melewati ceruk lembah yang terkadang berkubang dengan lumpur. Namun, keadaan tak bisa memaksanya undur. Keluarga adalah penyemangat, anak-anak Ciseel butuh dirinya.

Satu pagi, di bulan keenam tugasnya, dirinya bangun tak berdaya. Setengah badan dari pangkal paha hingga ujung kaki LUMPUH. Berkali dicobanya bangun, berulang kali dirinya jatuh. Untuk ke kamar mandi, dia harus dipapah orang lain. Saat itu, dirinya masih menumpang tinggal di sekolah. Dia dibawa keluar kampung, dibopong dengan badan dibebat kain ke badan pak Dadang, rekannya mengajar dan diantarkan pulang dengan dibonceng motor ke rumah keluarganya di Depok.

Taman Baca Multatuli, Anak-anak Multatuli Ciseel, Max Havelaar

Anak-anak Ciseel sedang membaca di Taman Baca Multatuli (dok. fb Ubaidilah Muchtar)

Apa yang terjadi dengan pengajar muda ini? Usut punya usut, rupanya pola makannya salah. Selama 6 (enam) bulan di sana, setiap hari dirinya mengkonsumsi daun singkong, ikan asin dan kawan-kawannya membuat kadar asam urat dalam darahnya tinggi. KAPOK? Tidak, anak muda ini tak kenal menyerah. Setelah berobat dan beristirahat selama seminggu di Depok, dia kembali ke Ciseel.

3 (tiga) bulan berikutnya, tepatnya 10 November 2009, dia mendirikan sebuah taman baca yang diberi nama Taman Baca Baralea (baralea artinya bersama). Nama ini hanya bertahan 2 (dua) minggu, lalu berganti menjadi Taman Baca Multatuli (TBM) yang digunakan sampai hari ini. Kenapa Multatuli? Sebagai pengingat untuk mewarisi semangat dan jiwa sosial serta kepedulian Multatuli pada kehidupan rakyat kecil khususnya masyarakat Lebak. Karenanya, di TBM ada ragam kegiatan yang diselenggarakan untuk membangkitkan minat baca anak-anak seperti Reading Group Max Havelaar, Reading Group Saija dalam bahasa Sunda, belajar bahasa Inggris, dua minggu sekali ada pemutaran film Max Havelaar, menulis buku harian, dan puncaknya adalah Ciseel Day: kegiatan tahunan memperingati hari lahir Multatuli.

Saya menikmati bacaan berbau sastra seperti Max Havelaar meski sebagian besar teman memandang saya aneh jika sudah terlihat asik dengan buku sejenis itu yang dianggap terlalu serius. Bagaimana dengan anak 10 (sepuluh) tahun? Iseng, saya bertanya padanya, apakah Max Havelaar tidak terlalu berat untuk anak usia SD dan SMP?

Reading Max Havelaar, Anak-anak Ciseel, Anak-anak Multatuli, Taman Baca Multatuli

Reading Max Havelaar kadang dilakukan di luar ruang sembari bertamasya agar anak-anak tak bosan (dok. fb Ubaidilah Muchtar)

Tidak berat sebab dibaca secara pelan-pelan. Dijelaskan kata demi kata, kalimat demi kalimat. Kalau perlu diperagakan, diperagakan. Kalau perlu visualisasi, divisualisasikan. Maka di sana ada caping, alu, lesung, ikat kepala, kayu manis, yang juga ada di dalam novel Max Havelaar. Jadi pertemuan 1-1,5 jam hanya menyelesaikan pembacaan 3-4 halaman. Berat, jika membacanya ingin selesai semalam dan di dalam kamar. Ini membaca pelan-pelan. Tamat pertama 11 (sebelas) bulan. Tamat kedua 2,5 (dua setengah) tahun. Sampai sekarang sudah pertemuan ke-158 sejak 23 Maret 2010.

Dia anak muda yang tidak kenal lelah. Yang memiliki motivasi tinggi, yang tak pernah kenal kata menyerah, yang tak dikalahkan oleh keadaan, yang tetap mengayun langkah ke depan untuk anak-anak penerus jejak masa. Satu setengah abad berlalu; semangat Multatuli tak pernah mati. Ia hidup di dalam jiwa anak-anak kampung Ciseel yang bersetia membaca Max Havelaar di bawah bimbingan Ubaidilah Muchtar yang akrab disapa anak-anak didiknya, Pak Guru Ubai. Saya lebih senang menyapa anak muda yang lahir di Pamanukan 36 tahun lalu ini dengan panggilan, Kang Ubai. Dia yang tak pernah lelah menumbuhkan dan membangun semangat literasi di dalam jiwa anak-anak Ciseel. Meski jauh dari jangkauan modernitas dan tak banyak dikenal publik, tapi anak-anak di kampung tersembunyi itu sangat akrab dengan literasi dunia. Pada 2014, Kang Ubai menerima anugerah Nugra Jasadarma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional sebagai apresiasi atas kontribusinya mengembangkan perpustakaan dan minat baca di daerah.

Ketika saya bertanya tentang mimpi yang ingin diraih bersama anak-anak Ciseel, mimpinya sangat sederhana. Dia hanya ingin lebih banyak anak Ciseel yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Dia pun masih ingin mewujudkan cita-cita pertamanya saat menjejak di Ciseel, membuat koperasi untuk warga. Sedang untuk Multatuli, dirinya berharap semua anak usia sekolah di Lebak membaca Max Havelaar. Menjadi bacaan wajib anak SMP dan SMA di Lebak. Dari Lebak menyebarkan virus Multatuli hingga se-Banten bahkan se-Indonesia, membaca Max Havelaar.

Usai kegiatan Sastra Multatuli, keseharian Ciseel kembali berjalan seperti biasa demikian pula kegiatan di TBM. Yang berbeda adalah, kesan, kenangan dan kebersamaan yang tertinggal dalam hati anak-anak Ciseel yang menjadi penyemangat mereka mengisi hari menyambut esok. Dalam catatannya Nurdiyanta menuliskan rasa kangen yang merambat di hati.

Reading Max Havelaar, Taman Baca Multatuli, Anak-anak Multatuli dari Ciseel, Ubaidilah Muchtar

Mereka Akrab dengan Max Havelaar (dok. fb Ubaidilah Muchtar)

Hari mulai gelap, ternyata perjalanan menuju Cikadu sudah lewat maghrib. Kami sempat berjalan bersama pak Erlang dan bu Ade sampai Cilulumpang. Mereka naik motor. Kami berbarengen dengan teman-teman tapi pak Ubai dengan kawan-kawannya masih di belakang. Setelah beberapa menit, kami sampai di Ciseel. Di sana sudah ramai orang berkumpul ingin menonton film Max Havelaar.

Aku pulang ke rumah untuk mandi sebelum kembali ke lapangan untuk menyaksikan acara. Sampai di rumah aku menangis. Ibu dan kakak perempuan aku heran kenapa aku menangis. Aku tidak malu mengakui bahwa aku kangen dengan kawan-kawan pak Ubai yang baru saja pulang. Aku ingin mengirim surat untuk mereka, untuk mbak Endah dan mbak Esther.

Matahari semakin meninggi. Saya menutup buku Rumah Multatuli yang dikirimkan oleh Kang Ubai pertengahan 2012 sekembali saya menyusuri jejak Multatuli ke Rangkas pada awal tahun yang sama. Teringat sebuah janji, sebuah harap yang selalu berkobar di dalam hati; satu hari nanti langkah ini akan menggapai Ciseel untuk bersua, berbincang, belajar menulis dan bermain bersama anak-anak Multatuli. Janji yang menuntut untuk diwujudkan, segera, saleum [oli3ve].

Sebelumnya dipublikasikan di Kompasiana, 24 Januari 2016 dan diikutkan pada Blog Competition Frans Seda Award 2015 yang diselenggarakan oleh Unika Atmajaya dan Kompasiana.


Leyden, Dusta Antara Raffles dan Olivia?

$
0
0

Tiga minggu lalu saat menemani seorang sahabat baik berkeliling di Museum Taman Prasasti, saya baru ingat belum pernah menuliskan kisah Opa Leyden saat kami berada di depan pusaranya. Terbiasa berjalan sendiri, ketika mendadak diminta menemani berjalan, suka lupa-lupa ingat hendak berbagi cerita apa. Untung yang ditemani lupa membawa peralatan rekam sehingga ekspresi lupanya tak tertangkap kamera hehe. Mumpung ingat, lebih baik dicatat agar nanti bila ada yang bertanya, tinggal buka tautannya.

John Casper Leyden, MD, museum taman prasasti, sahabat raffles

Tempat peristirahatan John Casper Leyden, MD

Selang setahun setelah Perancis mengeratkan pelukannya pada Belanda dengan diangkatnya Louis Napoleon sebagai raja Belanda; British East India Company (Perusahaan Dagang Hindia Timur Inggris) mengeluarkan perintah untuk segera mengusir Belanda dari pulau Jawa. Sebuah pulau yang terlihat subur dengan penduduk mayoritas Muslim, memiliki potensi sebagai pos pengatur jalur lintas perdagangan ke Tiongkok; namun tampaknya tak dikelola dengan baik oleh Belanda.

Pada 11 Juni 1811, terlihat serombongan kapal berbendera Inggris beranjak dari pelabuhan Malaka menuju pulau Jawa. Di dalam salah satu kapal itu, turut serta seorang pujangga Skotlandia; John Casper Leyden. Dirinya berangkat bersama Thomas Stamford Raffles, serta Gubernur Jenderal Lord Minto yang memimpin lagsung pasukan invasi Inggris ke Jawa. Pada 4 Agustus 1811, kapal-kapal Inggris merapat di Cilincing dan Leyden boleh disebut sebagai prajurit infanteri Inggris pertama yang menjejakkan kaki di tanah Jawa ketika dirinya menjadi orang pertama yang keluar dari kapal dengan pongahnya menginjak daratan.

Leyden bertemu dengan Raffles kala dirinya kepayahan karena penyakit lever yang membuatnya meninggalkan Madras (sekarang Chennai) pada 22 Oktober 1805 untuk berobat ke Penang. Ia pun diajak oleh Raffles untuk beristirahat di bungalownya, sehingga serta merta perawatannya ditangani langsung oleh istri Raffles, Olivia. Setelah sembuh, Leyden tak tertarik lagi untuk melanjutkan tugasnya sebagai tenaga medis di India. Ia memilih meninggalkan pekerjaannya sebagai kepala rumah sakit dan tinggal di Penang menjadi semacam penasihat bagi Raffles. Leyden banyak membantunya saat Raffles ditunjuk menjadi Agen Gubernur Jenderal Perusahaan Hindia Timur Inggris untuk Negara-negara Melayu yang bertugas untuk menjalin hubungan baik dengan penguasa dan raja-raja di negara Melayu sebelum Inggris menggencarkan invasinya.

john casper leyden, md, john leyden, sahabat raffles

John Casper Leyden, MD (sumber: Walter Scott)

Raffles dan Olivia sendiri menyebut Leyden sebagai sahabat baik. Tapi tak ada yang tahu pasti bagaimana hubungan antar personal di antara mereka bertiga. Melihat keakraban Raffles, Olivia dan Leyden; banyak yang mulai berspekulasi tentang hubungan khusus yang terjalin di antara mereka, terlebih dengan lahirnya berlembar puisi berisi sanjungan yang dituliskan Leyden untuk Olivia.

But chief that in this eastern isle,
Girt by the green and glistering wave,
Olivia’s kind endearing smile
Seem’d to recall me from the grave.

When, far beyond Malaya’s sea,
I trace dark Soonda’s forests dear,
Olivia! I shall think of thee;
And bless thy steps, departed year!

[Dirge of the Departed Year, John Casper Leyden]

Inggris sedang menunjukkan taringnya di jagad raya, kekuasaan Belanda sedikit bergeser setelah Perancis menguasai Belanda. Dua bulan setelah kedatangan Inggris di Jawa, pada 19 Oktober 1811, Lord Minto mengangkat Raffles menjadi Letnan Gubernur Jawa. Sayang, Leyden tak dapat menyaksikan salah satu mimpi besar sahabat dan dirinya tercapai. Perjalanan hidupnya mengalir seperti ramalan yang mengikuti gema Dirge of the Departed Year:

Fore-doom’d to seek an early tomb,
For whom the pallid grave-flowers blow,
I hasten on my destin’d doom,
And sternly mock at joy or woe

John Casper Leyden, MD, museum taman prasasti, sahabat raffles

Catatan tentang Leyden

Leyden meninggal di jelang 36 tahun usianya pada 28 Agustus 1811 karena malarianya kambuh. Ia dimakamkan di Kebon Jahe Kober, pada pusaranya tercantum, Leyden meninggal di Molenvliet dua hari setelah Inggris merebut Benteng Cornelis. Nama Leyden tak bisa lepas dari Raffles dan Olivia. Kepergiannya, adalah kehilangan yang sangat besar bagi Raffles dan Olivia. Hmm … benarkah Leyden kekasih gelap Olivia? Saleum [oli3ve].

Bahan bacaan:

  • Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa, Tim Hannigan, 2015

My Guardian Angel

$
0
0

Buah dari PERJALANAN adalah dipertemukan dengan banyak orang baru dan hal-hal baru yang mengajak diri lebih sabar berPROSES: membuka mata, melihat sekeliling, mengelola emosi dan ego, memahami dan menghargai pilihan/pendapat orang lain, mengenal dan bersahabat dengan diri sendiri serta lebih bijak menjalani hidup. Ringan beratnya PROSES serta reaksi sang pejalan akan mempengaruhi pada cara berpikir, memandang, mengambil keputusan dan bersikap terhadap sekeliling.

Dalam merencanakan dan mengeksekusi rencana perjalanan, saya lebih memikirkan KUALITAS dan MAKNA yang akan didapatkan di akhir perjalanan itu. Bukan sekadar memenuhi kuantitas agar tampak sibuk berjalan. Karenanya, sebagai pejalan yang memiliki minat sedikit berbeda dengan yang lain, sering penolakan untuk berjalan bersama ke satu tempat membuat mereka yang tak jua memahami keinginan diri sebagai langkah untuk menghindar. Mereka lupa, saya sering terbentur pada pengambilan jatah cuti ;).

The most glorius moment you will ever experience in your life is when you look back and see how GOD was protecting you all this time – [Shannon L. Alder]

Dua tahun ini, beberapa kali saya memilih menghilang sebentar dari keriuhan dan melakukan perjalanan kontemplasi. Tak melulu pergi jauh. Terkadang hanya menantang diri pergi duduk dan memanjakan lidah dengan secangkir minuman hangat di sebuah kedai kopi yang tak biasa dikunjungi, sesekali memasang kuping, mengedarkan pandangan dan mencerna setiap pergantian suasana. Lebih sering, memanjakan diri dengan me time ke tempat tak biasa. Tak menggubris panggilan telepon, membiarkan ratusan pesan di WhatsApp tak berbalas, menghanyutkan diri ke dalam lembaran buku tapi tetap memantau keriaan di media sosial.

Hari ini tanggal 8 November 2015 yeee pentas lumba-lumbanya selesai.

Jadi lumba-lumba, beruang madu, berang-berang, dan lain-lain bisa pulang ke tempat masing-masing. Seperti lumba-lumba pulang ke laut, beruang madu pulang ke hutan, berang-berang bisa pulang ke sungai dan lainnya bisa pulang ke tempat mereka hidup.

Jadi, jangan menonton pentas lumba-lumba lagi ya karena kasihan lumba-lumbanya dan hewan lain yang berada di sirkus.

Aku harap tidak ada pentas lumba-lumba lagi selamanya.

[Pulanglah Hewan Sirkus – Cerita Khina]

Tulisan di atas adalah wujud kepedulian dan harapan seorang gadis kecil yang kata-katanya acap kali mengajak orang dewasa berulang berpikir, merenung dan menyadari makna perjalanan hidupnya. Seperti pagi ini. Entah kenapa, pilihan kata sederhana yang dirangkai pada tulisan terbarunya yang diberi judul Aku Harus Bisa, membuat mata berkaca-kaca. Dia tak pernah tahu (sekarang dirinya pasti tahu setelah membaca tulisan ini) dalam setahun ini dirinya telah menjadi penyemangat dan malaikat pelindung bagi seseorang yang jatuh bangun menata emosinya dalam menjalani proses kehidupan berkat petuah menyejukkan yang sering dilontarkannya dan dibagikan ibunya lewat facebook.

Khina alasan kuat yang membawa langkah memenuhi ajakan om BA untuk berakhir pekan ke Purwokerto September 2015 lalu. Secara fisik, kami belum pernah melakukan perjalanan bersama. Kami baru mengisi 30 menit waktu yang tersisa buat saya menghirup udara Purwokerto dengan melangkah ke Choco Click untuk menyesap secangkir coklat panas kesukaannya sebelum mengantarkan saya ke Stasiun Purwokerto untuk mengejar Purwojaya. Pertemuan yang membuat saya banyak kehilangan kata, sibuk meredam debaran jantung menikmati senyum dan mendengarkan celotehnya yang pula sepatah-patah mungkin grogi dengan jumpa pertama.

guardian angel quote, malaikat kecil, cerita khina

Berhasil merayu Malaikat Kecil untuk selfie sebelum turun di stasiun Purwokerto ;)

Bersyukur diberiNYA kesempatan untuk bersua, berbincang, senggol-senggolan di mobil dan memeluk gadis kecil yang dipilih TUHAN menjadi malaikat kecilku, Felicia Diandra Krishna Dewi. Khinaaa, terima kasih telah mengisi dan mewarnai perjalanan hidup ini. Jadi, kapan kepala genk mengawal Tante Kuburan keliling Purwokerto? ;)

Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKU; sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga – [Matius 19:14]

Kita sering mengabaikan ucapan anak kecil karena menganggap diri lebih dahulu ada dan lebih lama melihat dunia. Kita lupa, TUHAN dapat memakai siapa saja untuk menegur, mengingatkan dan mengajak untuk kembali pada jalur yang seharusnya ditempuh.

Menyenangkan ketika pelaku dalam perjalanan, sendiri atau berkelompok dapat menikmati setiap kejutan-kejutan yang dijumpai sepanjang perjalanan. Ramuan menu dan yang tersaji untuk dinikmati saat berjalan berkelompok tentu akan sangat berbeda dengan berjalan sendiri. Dalam hal ini, SELERA/MINAT dan PILIHAN memegang peranan penting.

MINAT membuat seseorang memilih dengan siapa dirinya akan berjalan. Mereka yang senang menikmati alam bawah laut akan lebih sering bertemu, berbincang dan berjalan dengan mereka yang memiliki selera yang sama. Namun, tak menutup kemungkinan meluaskan jejaring pertemanan, bersua dan melakukan perjalanan dengan mereka yang memiliki kesenangan berbeda. Meski tak jarang ada pula yang lebih senang memilih tetap berjalan sendiri karena tak ingin direcoki orang lain atau bisa jadi memang senangnya bersendiri dan tak mau bersentuhan dengan pejalan yang lain. Pun sebaliknya, ada yang tak bisa lepas dari kelompok dan tak berani berjalan sendiri.

Pada akhirnya, hanya dirimu yang bisa menentukan dengan siapa engkau akan berjalan dan menikmati perjalananmu, saleum [oli3ve].

*****

Tulisan ini dibuat untuk berbagi kisah kasih yang terajut dalam beberapa perjalanan lewat #PosbarTBI #UltimateTravelMate bersama genk Travel Bloggers Indonesia. Bagaimana perjalanan kakak-kakak keren lainnya? Silakan dinikmati dari tautan berikut (maaf tautan menyusul ;) ) :

  1. Albert Ghana
  2. Astin Soekanto – Travelmate, Tak Selalu Harus Bareng Terus Travel Kemana-mana
  3. Atrasina Adlina – Menjelajah Sebagian Ambon bareng Bule Gila
  4. Bobby Ertanto
  5. Danan Wahyu Sumirat
  6. Dea Sihotang – Hindari 7+1 Hal Ini Saat Sedang Cari Teman Jalan
  7. Eka Situmorang
  8. Fahmi Ahnar – Teman Perjalanan Paling Berkesan
  9. Felicia Lasmana
  10. Indri Juwono – Si Pelari Selfie, Sebut Saja Namanya Adie
  11. Imama Insani – Teman Perjalanan
  12. Karnadi Lim – Teman Perjalananku dan Kisahnya
  13. Lenny Lim – Tiga Hal tentang Travel Mate
  14. Leonard Anthony – Sahabat Perjalanan
  15. Liza Fathia – Naqiya is My Travelmate
  16. Matius Nugroho – 3 Host, 3 Negara, 3 Cerita
  17. Mas Edy Masrur – Istriku Travel Mateku
  18. Parahita Satiti – #UltimateTravelMate: Rembulan Indira Soetrisno
  19. Puspa Siagian – Giga
  20. Putri Normalita
  21. Rembulan Indira – Kakatete
  22. Rey Maulana – Kemana Lagi Kita Berjalan, Kawan?
  23. Richo Sinaga – Pria Berjenggot dengan Follower 380K
  24. Shabrina Koeswologito – 14 Signs You The Perfect Travel Mate
  25. Taufan Gio – Travelmate Drama, Apa Kamu Salah Satunya?
  26. Tekno Bolang – Mbok Jas, Teman Perjalanan Terbaik
  27. Titiw Akmar – 10 Alasan Mengapa Suami adalah Travelmate Terbaik
  28. Vika Octavia
  29. Wira Nurmansyah
  30. Wisnu Yuwandono – Teman Menapaki Perjalanan Hidup

Lelaki Berdagu Biru

$
0
0

Sinar mentari merengkuh tanah saat kami menggapai gerbang Gampong Bitay, Meuraxa. Sesuai perkiraan ketika melihat plang penunjuk arah di persimpangan jalan kala meluncur ke Gampong Punge Blang Cut pagi tadi, bila bersetia mengikuti jalan lebar yang beraspal; sebentar juga sampai. Tapi Hadi yang tiga tahun lalu menemani berkeliling jejak sunyi, tetap menepikan kendaraan di depan sebuah kedai untuk memastikan kami tak salah mengambil arah.

Bang Pasha, kita sudah sampai. Turun yuk,” seruku pada si ganteng yang belum juga menemukan posisi duduk yang nyaman di kabin belakang mobil yang membuat badannya sedikit terlipat.

Turkish  Graveyard, Kuburan Turki di Aceh, Jejak Turki di Aceh, Gampong Bitay

Jejak yang tertinggal di Gampong Bitay

Lelaki berwajah tirus dengan dagu hijau kebiruan itu; kulit kuningnya berkilat diterpa cahaya matahari. Dirinya menjulang di depanku sesaat setelah Hadi kumintai tolong untuk mengabadikan gambar di depan gerbang taman. Diayun-ayunkannya kakinya yang tadi terlipat di mobil sembari menebar senyum mengajak melangkah ke dalam tempat peristirahatan yang senyap itu. Pasha menguntitku sejak kemarin petang. Kata kak Yasmin yang menemani ke Bukit Malahayati, dia melihat lelaki tinggi kekar dan ganteng itu mengawaniku berbincang saat bermain ayunan di bawah pohon beringin besar yang tegak di belakang Indra Patra.

Kini aku yang menguntit lelaki berdagu biru yang semalam mengikutiku dari benteng hingga ke kamar hotel. Lelaki yang sangat tertarik dengan tutup kloset. Setiap kali kututup, dia akan membukanya lagi. Terus saja begitu dari malam hingga pagi tadi saat aku berkemas untuk keluar mencari sarapan.

Pasha, sepatah kata yang disebutnya kala mengenalkan diri. Dia menurut saja ketika kuserahkan remote TV untuk dimainkannya saat mataku sudah sangat lelah. Setelah seharian berjalan, aku perlu istirahat. Kutinggalkan dia penasaran dan bermain dengan benda-benda yang tak ada pada masanya,”Bang, kau boleh tinggal di kamar ini selama tak mengganggu tidurku. Duduk dan tiduran saja di sofa empuk itu bila capek berdiri.”

Aku mengekor di belakang langkah panjang-panjang Pasha sembari memperhatikan bangunan masjid kecil yang berdiri di samping peristirahatan. Bangunan itu menyerupai bangunan Turki. Pada bagian depannya tampak tiang-tiang penyangga berjejer merentang terpal berwarna biru. Sebuah plakat dari tembaga tertancap di salah satu pilarnya dengan tulisan tebal Deniz Feneri (Light House). Bergegas kususul langkah Pasha hingga kami berjalan bersisian tepat saat mulutnya mulai bergerak-gerak berbagi kisah.

Turkish  Graveyard, Kuburan Turki di Aceh, Jejak Turki di Aceh, Gampong Bitay

Miniatur kapal turki di museum mini Turkish Graveyard, Gampong Bitay

Hubungan harmonis Kesultanan Turki yang dipimpin oleh Sultan Sulaiman dengan Darud Donya Darussalam mulai terjalin sejak 1530-an. Masa itu para ulama Turki dikirim ke Aceh untuk menyebarkan agama Islam. Ketika Sultan Sulaiman mangkat pada 1566, hubungan kerja sama antar kedua negeri tersebut terus berlanjut dengan pemimpin yang baru, Sultan Selim II.

Pada 1567, Sultan Alauddin Riayat Shah Al-Qahhar mengirimkan utusan ke Istambul meminta bantuan militer untuk mengusir Portugis. Sekarung lada hitam dibawa oleh Husein Effendi sang utusan sebagai hadiah untuk Sultan Selim II. Pada 20 September 1567, Sultan Selim II memerintahkan Laksamana Kurdoghlu Khiszir Reis memimpin 15 (lima belas) Armada Laut Turki yang dilengkapi dengan 2 (dua) kapal perbekalan, berangkat dari kawasan Laut Merah ke Aceh. Turut dalam rombongan besar itu beberapa ulama dan ahli teknik, termasuk di antaranya ahli tambang, ahli besi, ahli persenjataan artileri serta ahli militer untuk membantu Kesultanan Aceh. Kedatangan tenaga ahli sebanyak 300 orang itu, disambut langsung oleh Sultan Alauddin dengan upacara kebesaran.

Meriam Aceh, Turkish Graveyard, Kuburan Turki di Aceh, Jejak Turki di Aceh, Gampong Bitay

Meriam Aceh yang kini tersimpan di Museum Bronbreek, Arnhem, Belanda

Para instruktur ahli bertugas memberikan pelatihan menempa besi, membuat kapal perang, merakit senjata hingga meriam. Di bidang pendidikan, sebuah sekolah militer dibangun. Tempat menempa para teuruna Nanggroe berkualitas menjadi perwira gagah perkasa yang siap untuk membela Aceh di darat maupun di laut. Hanya taruna pilihan yang datang dari golongan tertentu yang dapat diterima di pendidikan militer ini. Mereka adalah anak-anak dari lingkungan istana serta anak-anak orang kaya yang datang dari berbagai pelosok nanggroe. Akademi Militer Ma’had Baitul Maqdis, membuka 2 (dua) jurusan pendidikan yang bisa mereka pilih sesuai dengan minatnya, jurusan Militer Darat dan Militer Bahari.

Aku teringat kisahku sendiri, saat berjalan-jalan di tepian sungai Malaka tiga tahun lalu. Pada sisa benteng pertahanan Malaka kutemukan sebuah catatan yang lusuh, di sana tertulis ketika Aceh menyerang kota itu pada 1563, Aceh dibantu oleh pasukan Turki.

“Kamu mengerti tidak arti kata kurdoghlu di depan nama Laksamana Khiszir Reis?” Pasha memotong imajiku di depan monumen yang bertuliskan Selahadin Mezarligi, Makam Tengku Di Bitay. Melihat kepalaku menggeleng, Pasha melanjutkan kisahnya.

Kurt dalam bahasa Turki artinya serigala, jadi kurdoghlu artinya anak serigala. Nama yang diwariskan oleh Kurt Bey pada anaknya Kurdoghlu Muslihiddin Reis, yang kemudian meneruskannya pada nama anak-anaknya sendiri. Mereka, bajak laut Turki yang sangat disegani.

Turkish Graveyard, Kuburan Turki di Aceh, Jejak Turki di Aceh, Gampong Bitay

Prasasti perahu untuk pemerintah Turki dari rakyat Aceh di monumen Thanks to The World, Blang Padang, Banda Aceh

Oooh maaaaak, jadiii … aku sedang berjalan-jalan dengan anak seorang bajak laut terkenal yang kesenangannya menguntit perempuan?” kudelikkan mata padanya, namun Pasha pura-pura tak melihat. Dibalasnya dengan senyum mengembang di wajah sembari merentangkan kedua tangannya,”Selamat datang di Ma’had Baitul Maqdis, Cut Dek.

Tak hanya aneuk agam (= anak lelaki) yang bersekolah di sini. Beberapa aneuk inong (= anak perempuan) yang mewarisi jiwa kesatria dan semangat belajar tinggi dari orang tuanya, sangat disiplin menempuh pendidikan militer di tempat ini. Ada satu inong yang aku ingat, dia memilih jurusan Bahari. Kekerasan hati dan tekad kuatnya untuk mendalami ilmu bahari, meluluhkan hati ayahnya, Laksamana Mahmud Syah hingga menitipkan puteri kesayangannya itu kepada pimpinan Akademi Militer Ma’had Baitul Maqdis, Laksamana Pasha Khiszir Reis.

Nama yang terakhir disebutnya adalah nama lelaki berdagu biru, yang dengannya aku melangkah menyusuri taman berumput hijau menuju rumah kecil di pelataran belakang taman peristirahatan; Turkish Graveyard. Pasha adalah adik kandung Laksamana Kurdoghlu Khiszir Reis yang diberi kepercayaan untuk memimpin Akademi Militer Ma’had Baitul Maqdis. Dirinya dibantu oleh para instruktur Turki berpengalaman yang tak terbantahkan keahliannya.

Selepas pendidikan, karena kecakapan, keluwesan dan ketajaman nalarnya, ia mendapat kepercayaan dari Sultan dan diangkat menjadi protokoler istana. Kelak dirinya memimpin armada para janda yang dikenal sebagai Armada Inong Balee. Dia …”

Laksamana M-A-L-A-H-A-Y-A-T-I.” Tak sadar bibirku melontarkan sebuah nama dengan penuh semangat sembari mengepalkan tinju dengan tangan kanan ke langit membuat Pasha menatapku dengan mata penuh selidik.

Kisah selanjutnya kamu sudah tahu kan? tak perlu lagi kututurkan padamu,” balasnya dengan senyum yang membentuk lengkung indah di atas dagunya yang biru memesona.

Langkah kami sampai di depan pintu rumah bercat merah jambon muda yang terkunci. Mungkin dulu catnya berwarna merah saga seperti warna seragam kebesaran pasukan Turki. Matahari dan hujan meluruhkan warnanya menjadi sangat muda. Saat tengah asik mengintip dari celah-celah kaca nako yang buram ke dalam ruang yang dindingnya digelantungi beberapa gambar berbingkai, seorang lelaki tetiba telah berdiri di belakangku. Setelah berbincang sebentar dan memperkenalkan diri, dirinya bergegas pulang mengambil kunci. Wowww, semua seperti sudah diatur. Tak ada yang terjadi secara kebetulan bukan?

When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it – [Paulo Coelho]

Tak kuhitung berapa banyak patok di taman peristirahatan ini. Yang kuingat, 7 (tujuh) patok marmer panjang-panjang di sebuah bangunan khusus. Bagian kepala ditandai dengan marmer hitam dengan gambar bulan sabit tepat di tengahnya. Saat aku jongkok di sampingnya, tingginya melebihi kepalaku. Pasha melangkah ke salah satu sudut bangunan itu, mengucapkan salam perpisahan lalu menghilang sebelum kukorek kisah para teuruna yang belajar di Baitul Maqdis.

Turkish Graveyard, Kuburan Turki di Aceh, Jejak Turki di Aceh, Gampong Bitay

Tempat berpisah dengan si dagu biru, Turkish Graveyard, Gampong Bitay

Beberapa literatur mencatat, Bitay adalah gampong (=kampung) tempat para ulama Turki menjejak ketika datang ke Aceh, membangun meunasah dan mengajarkan agama Islam. Awal kedatangan mereka dipimpin oleh Sultan Salahuddin yang kemudian dikenal sebagai Tengku Syech Tuan Di Bitay. Nama bitay yang melekat pada gampong ini sekarang, sebenarnya berasal dari Bayt Al-Maqdis (=Yerusalem) tempat berdirinya Masjid Al-Aqsa. Dikarenakan lidah masyarakat setempat kesulitan melafalkan Bayt Al-Maqdis (nama yang digunakan pula untuk pendidikan Ma’had Baitul Maqdis); jadilah ia Bitay, gampong Turki.

Ketika tsunami menghentak Aceh pada 26 Desember 2004, Gampong Bitay yang berada di tepian laut, menjadi salah satu gampong yang rusak parah. Pasca tsunami, Bulan Sabit Merah Turki (The Turkish Red Crescent Society) turun tangan merestorasi gampong, membangun rumah bantuan termasuk membenahi tempat peristirahatan ini dengan menambahkan sebuah bangunan kecil untuk menyimpan beberapa catatan perjalanan masa, saleum [oli3ve].

Bahan bacaan:

  • Sejarah Sumatera (The History of Sumatera, the third edition 1811), William Marsden, Komunitas Bambu, 2013
  • King Suleiman, The Magnificient, Yudi Iswanto, 2015
  • Perempuan Keumala, Endang Moerdopo, 2008.
  • Malahayati Srikandi dari Aceh, Solichin Salam, 1995
  • Nukilan Perjalanan Kesultanan Turki di Museum Mini Turkish Graveyard, Bitay

Teurimong gaseuh Hadi si Anak Desa yang menemani berjalan seharian itu menyusuri jejak sunyi.


Menggalang Penggalan Jejak Tak Pupus

$
0
0

I was in Galang from 05/31/90 – 10/11/93 KI 0531/84. We will never forget Galang Refuge Camp – [Hieu Nguyen, USA]

Tulisan tangan yang berderet rapi pada buku tamu yang ujungnya menebal karena terlalu sering dibolak-balik di Museum Galang pagi itu mengaburkan pandangan. Alih-alih membuka lembar baru yang bersih untuk menuliskan pesan di sana, setelah menyeka ujung mata yang mendadak memanas dan berair; saya melanjutkan membaca pesan-pesan lain yang tertulis di atasnya.

Galang refugee camp, kamp pengungsi vietnam galang, kamp pengungsi, pulau galang, destinasi wisata batam

Jejak yang tersisa di Museum Pulau Galang

Galang, pulau di selatan Batam, Kepulauan Riau; pada 1976 atas desakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibuka sebagai kampung penampungan “manusia perahu”, sebutan yang melekat pada warga Vietnam (dan Kamboja) yang terdampar di sekitar kepulauan Riau, Indonesia serta pulau-pulau di sekitar Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand.

Mereka, para pengungsi yang melarikan diri dari negaranya untuk mencari suaka politik karena perang yang berkecamuk di sana dengan menumpang perahu. Perjalanan panjang yang melelahkan, puluhan manusia berdesakan berbagi ruang di dalam perahu, diayun dan dihempas ganasnya gelombang samudera. Mereka datang dalam beberapa gelombang, berkelompok dengan orang sekampung, keluarga bahkan ada pula anak kecil yang hanya dititipkan pada tetangga oleh orang tuanya demi menyelamatkan garis keturunan.

Layaknya sebuah kampung yang tumbuh dan hidup; beberapa fasilitas publik dibangun oleh United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), lembaga PBB yang bertugas untuk menangani para pengungsi. Ada barak-barak penampungan untuk mereka tinggali, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, tempat pertemuan pun tempat peristirahatan bagi mereka yang perjalanan hidupnya harus berakhir di Galang.

Galang refugee camp, kamp pengungsi vietnam galang, kamp pengungsi, pulau galang, destinasi wisata batam

Beberapa hari sekembali dari Galang, rasa penasaran menautkan saya dengan Jamie, salah seorang mantan manusia perahu yang pernah hidup di kamp Galang pada 1980 – 1982 serta Gaylord Barr, seorang guru bahasa Inggris, volunteer UNHCR yang bertugas di Galang pada tahun yang sama.

Dalam salah satu email yang dikirimkan, Jamie menuliskan usianya baru memasuki angka 11 (sebelas) tahun ketika didorong ayahnya ke dalam perahu yang hendak meninggalkan Vietnam. Perahu itu dikerjakan bergotong royong oleh ayahnya bersama warga kampung selama hampir setahun dengan harapan bila perahu itu selesai, mereka sekeluarga dapat berangkat bersama untuk mencari perlindungan politik. Namun di hari keberangkatan, perahu sudah penuh. Jamie dititipkan pada saudara sepupunya yang usianya hanya terpaut 5 (lima) tahun di atasnya. Ayahnya berjanji akan menyusul bersama ibu dan adik-adiknya dengan perahu lain yang belum dibuat, yang entah kapan akan selesai dan berangkat.

Pada kesempatan lain, dalam emailnya Jamie bercerita tentang kawan baru yang ditemuinya di pulau Kuku (sekarang, wilayah Anambas), pulau tempat perahu yang ditumpangi Jamie dan saudaranya terdampar. Mereka menikmati hari itu dengan bermain di tepi pantai. Berlari ke sana ke mari, hingga entah kenapa, tiba-tiba kawan barunya berlari dengan kencang masuk ke dalam laut. Tubuhnya menghilang terseret arus dan ditemukan beberapa jam kemudian telah mengapung tak jauh dari pantai. Manusia perahu kecil yang malang itu mengalami depresi, hidup dalam halusinasi yang membawanya berlari ke dalam air, meraih kebebasan. Mereka tak sempat berkenalan, namun pertemuan itu melekat dalam ingatannya. Ia kehilangan kawan barunya, di tempat baru yang sangat asing. Jamie dan saudaranya tinggal di pulau Kuku selama beberapa hari sebelum dipindahkan ke Galang di mana dirinya beberapa kali bersua dengan Gaylord yang terekam dalam memori kanak-kanaknya sebagai seorang guru yang ramah, banyak membantu pengungsi dan selalu tersenyum.

Galang refugee camp, kamp pengungsi vietnam galang, kamp pengungsi, pulau galang, destinasi wisata batam

Pak Filipus tampak duduk di sisi kiri pintu masuk gereja

Dari sekitar 1 (satu) juta warga Vietnam dan Kamboja yang keluar dari negaranya, sekitar 800 ribu orang berhasil selamat menggapai daratan. Seleksi alam, membuat banyak di antara mereka yang meninggal di tengah laut, dihadang perompak, sakit; sisanya bertahan hingga menggapai daratan meski dalam kondisi yang lemah karena kelelahan dan kelaparan.

Berada di kamp pengungsi tak serta merta membuat mereka bisa bertahan hingga mendapatkan suaka dari negara yang mereka incar. Meski berada dalam pengawasan, konflik karena pergesekan di antara sesama pengungsi, tekanan kejiwaan karena menghadapi cobaan hidup yang berat serta kejahatan moral tak terhindarkan. Mereka yang tak kuat, memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Tinh Nhan, satu di antara mereka. Perempuan Vietnam ini menjadi korban kekerasan seksual di kamp. Ia memilih menggantung dirinya pada sebuah pohon. Untuk itu, sebuah monumen kemanusiaan dibangun tak jauh dari gerbang kampung sebagai pengingat susutnya tenggang rasa kemanusiaan.

Gaylord banyak menghabiskan waktunya di kamp – kamp pengungsi Vietnam yang dikelola oleh UNHCR seperti Filipina dan Indonesia. Sebagai trainer, dirinya bertugas untuk melatih dan memberikan bekal bahasa Inggris kepada para pengungsi sebelum mereka mengikuti tes untuk mendapatkan suaka politik. Tes yang mereka jalani tidaklah mudah, banyak yang gugur karena tak menguasai bahasa Inggris serta tak memiliki keahlian sebagai bekal untuk menjalani kehidupan di negara tujuan. Jamie berhasil lolos tes, ia diberangkatkan ke Amerika. Yang lain, ada yang dikirim ke Hongkong, Kanada dan Australia. Sementara mereka yang tak lolos, mau tak mau harus menerima nasib dipulangkan ke negaranya. Sebagian yang tak bisa menerima kenyataan, memilih jalan pintas.

galang refugee camp, kamp pengungsi vietnam pulau galang, pulau galang, destinasi wisata batam, mannusia perahu vietnam

Nghia Trang

Mengunjungi pulau Galang, seperti tersedot pada putaran waktu. Tak banyak yang berubah di sana. Bangunan-bangunan yang dulu didirikan oleh UNHCR sebagian masih berdiri meski tampak lusuh dan renta dikoyak perjalanan waktu. Tin Lanh (gereja protestan) menyisakan ruang kosong dengan salib besar berdiri lelah di lantai sembari menyandarkan kepalanya pada dinding yang sudah koyak. Kehidupan masih berjalan di Vihara Kuan Am Tu, meski berjalan lambat, ditandai dengan sumbu lilin yang masih berasap. Begitu pula dengan pagoda Chua Ky Vien, sisa hio masih tertanam dalam pot di depan patung Sang Buddha yang tertidur.

Di depan Immaculate Conception Mary Church, gereja katolik di tengah kampung, saya menjumpai pak Filipus. Dirinya duduk di dekat pintu masuk gereja, bersendiri menikmati pagi tanpa sepatah kata yang terdengar keluar dari bibirnya yang terus berkomat-kamit. Sesekali matanya melirik, memperhatikan siapa yang mondar-mandir di depan gereja. Di atas fasad, bunda Maria merentangkan tangannya menyambut setiap langkah yang terayun di pelataran gereja. Tak ingin mengganggu paginya, saya melangkah ke dalam ruang ibadah. Di dalam saya temui bangku-bangku tua yang masih tertata rapi, menanti hadirnya umat untuk berbakti.

galang refugee camp, kamp pengungsi vietnam pulau galang, pulau galang, destinasi wisata batam

Pagoda Chua Ky Vien

Berat dan kerasnya kehidupan di kamp pengungsian Galang, terekam pada jejak-jejak yang tersisa di dalam ruang museum, bangunan yang pernah menjadi markas UNHCR. Pula dapat dibaca dari pesan yang dituliskan oleh mereka yang pernah tinggal di kamp pengungsian dan kembali untuk menyusuri jejaknya seperti Hieu Nguyen.

Tahun 1996, kamp pengungsi pulau Galang ditutup dan dikembalikan PBB kepada pemerintah Indonesia. Jamie yang kini menjadi warga negara Amerika, telah kembali ke Saigon (sekarang Ho Chi Minh) berkumpul dengan keluarganya dan menjalankan usaha di bidang farmasi. Gaylord meninggal dengan tenang di rumahnya di Roanoke, Virginia pada 30 Mei 2015 setelah berjuang menjalani hari-hari terakhirnya dengan kanker; saleum [oli3ve].


Mencari Ibrahim Lamnga

$
0
0

Saban hari, perempuan itu mengayun puteranya dengan buaian pengantar tidur diiring doa dan harap sang putera bertumbuh menjadi pemuda gagah perkasa yang siap untuk maju ke medan perang menyusul ayahnya berjuang mengusir para khape Belanda dari tanah tercinta.

Doda idi doda idang,
Geulayang blang ka putoh talou,
Beurijang rayek pemuda seudang,
Jak tulong prang bantu nanggrou

Doda idi doda idang,
Boh mancang srot u bumou,
Beurijang rayek aneuk lon sayang,
U mideun prang tajak sambinou.

Namun, belumlah sampai akil balik sang putera ketika ayahnya gugur dalam satu pertempuran berhadapan dengan khape-khape itu. Lelaki yang telah membuatnya belajar mencintai, yang padanya hati dan jiwanya berlabuh, penopang hidupnya, tak kan pernah pulang ke rumah lagi. Kehilangan yang melahirkan sedih, kesedihan yang menggemakan sepi, sepi yang mengoyak semangat, membuat darahnya mendidih untuk bangkit meneruskan perjuangan.

monolog cut nyak dien, perjuangan cut nyak dien, sha ine febriyanti dan cut nyak dien, sha ine febriyanti

Sha Ine Febriyanti dalam Monolog Cut Nyak Dien

Melihat letaknya yang sangat strategis di tepi Selat Malaka yang menjadi jalur perlintasan perdagangan internasional, membuat Aceh banyak dilirik oleh bangsa asing dari masa ke masa.

William Marsden dalam Sejarah Sumatera mencatat, pada 1513 Raja Emanuel dari Portugis mengirimkan surat kepada Paus Leo X memberitahu armada kapalnya menemukan Pulau Zumatera. Ia pun merinci tentang perjalanan Diogo Lopez Sequeira berdasarkan catatan perjalanan para pengelana pada masanya mengunjungi Pedir dan Pase pada 1509. Bahkan Affonso d’Alboquerque pun mampir ke Pedir dan Pase sebelum melakukan serangan ke Malaka pada 1511.

Gimana Aceh nggak mulai goyah dan merasa terancam? Hanya dalam hitungan waktu, Portugis pasti akan melebarkan kekuasaannya ke Darud Donya. Beberapa kali pasukan Aceh melakukan serangan terhadap Portugis ke Malaka. Tak hanya sendiri, pada penyerangan di 1568; Aceh mendapatkan bantuan 400 pasukan Turki.

Setelah penandatanganan kesepakatan Inggris dan Belanda pada 1871, Inggris memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk memperluas kekuasaannya di Pulau Sumatera. Maka pada Rabu, 26 Maret 1873; Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Invasi militer pun dilancarkan, pasukan pertama Belanda mendarat di Aceh pada 6 April 1873 dipimpin oleh Harmen Kohler. Kohler dan pasukannya membakar dan menguasai Masjid Baiturrahman, menjadikannya sebagai basis pertahanan.

Pecahnya Perang Aceh menyulut semangat para pejuang dan rakyat Aceh untuk bangkit melawan dan mengusir Belanda. Bermunculanlah para pemimpin yang menyatukan semangat dari berbagai daerah, mereka berjalan di garda depan, naik turun gunung, keluar masuk hutan menghadang pergerakan Belanda untuk merebut dan mempertahankan negeri tercinta. Teuku Cek Ibrahim dari Lamnga, Teungku Chik di Tiro, Teuku Panglima Polem Sri Muda Setia Perkasa Muhammad Daud atau yang dikenal sebagai Panglima Polem, Cut Nyak Dien, Pocut Meuligoe dan lain-lain.

Setelah mengantar dan menemaninya berkeliling di Krueng Rayeuk, sisa pagi itu aku hanya mengikuti kemauannya,”Gak pa-pa ya Lip, temanin ke tempat peristirahatan Ibrahim.”

Meski lima kali pulang, tak pernah sekali pun aku terpikir untuk mencari Ibrahim. Aku tak tahu di mana mereka membaringkan tubuhnya. Tapi hari itu aku tak kuasa menolak untuk beranjak bersamanya, mengikuti langkahnya. Aku merasakan energi yang berlipat ganda di dalam diriku setiap berada di dekatnya. Energi yang menyatukan kami melangkah ke bumi tempat semangat itu pernah mengisi masa; Nanggroe.

Dari Krueng Rayeuk, kami kembali ke Banda Aceh, menjemput seseorang di markas Mapesa (= Masyarakat Peduli Sejarah Aceh). Seseorang yang aku panggil abang, karena aku lupa nama yang diucapkannya setengah berbisik saat kami bersua di atas Rumoh Aceh. Dialah yang menunjukkan arah hingga kami berhenti di depan sebuah kedai minuman di bibir jalan Gampong Montasik. Melangkah ragu ke pekarangan belakang kedai yang dikelilingi rerumputan yang tumbuh tak beraturan. Ada kandang kambing di sisi kiri pekarangan, di sebelahnya tempat pembuangan sampah dan sebuah bangunan tak terawat menyambut kedatangan kami.

Ibrahim Lamnga, makam teuku ibrahim lamnga, suami cut nyak dien

Salah satu nisan yang menyembul di pekarangan belakang rumah di Montasik

Di antara rerumputan itu, beberapa batu kali besar menonjol dari permukaan tanah. Bukan batu kali biasa, ialah nisan bagi jasad yang ditanam di bawahnya. Aku dapat memastikan itu, karena sebelumnya pernah melihat bebatuan yang sama saat bertandang ke peristirahatan Teuku Chik di Tiro dan Panglima Polem. Tak nampak sedikit pun penanda yang memberi petunjuk bahwa di tempat ini seorang pahlawan besar yang telah menyerahkan nyawanya untuk membela negeri, terbaring di bawah salah satu batu kali itu.

Teuku Ibrahim Lamnga, anak seorang uleebalang dari mukim Tungkop, Lamnga, Aceh Besar. Ia seorang pemuda yang memiliki pandangan luas dan taat beragama. Ia mengenyam pendidikan agama di Dayah Bitay, tempat para raja termasuk Sultan Iskandar Muda belajar agama Islam. Pada 1860, Ibrahim dijodohkan dengan Cut Nyak Dien puteri dari Teuku Nanta Seutia ketika Cut Nyak Dien baru saja menginjak usia 12 tahun. Secara kekerabatan, mereka masih berada dalam satu garis keturunan. Ibrahim masih terbilang kerabat dekat Cut Nyak Dien dari garis ibu.

Hidup dalam situasi perang yang sedang berkecamuk membuat mereka sering terpisah lama. Ibrahim bersama pasukannya bergerilya sementara Cut Nyak Dien tinggal di Lampadang bersama dengan puteranya. Pada 28 Juni 1878, Ibrahim Lamnga gugur saat bertempur di Gle Tarum, Aceh Besar bersama pasukannya. Mendapatkan kabar perginya sang kekasih hati, membuat Cut Nyak Dien marah. Ia pun bersumpah,”… selama aku masih hidup, masih berdaya, perang suci melawan kaphe ini kuteruskan … aku kan bersetia padamu Ibrahim, dan berjanji hanya bersedia menikah dengan laki-laki yang dapat membantuku menuntut bela atas kematianmu.”

Jasadnya yang penuh luka dilarikan oleh sisa pasukannya ke Montasik dan dimakamkan di salah satu bagian tempat di mana kaki kami kini berdiri. Saleum [oli3ve].



Toraja Melo: Perjalanan Mengulur Masa, Melestarikan Wastra Toraja

$
0
0

Kokok ayam jantan menemani mentari pagi yang perlahan turun menerangi bumi Lakipadada saat lelaki itu mengeluarkan seekor ayam berbulu hitam mengkilap dari dalam kurungannya dan membawanya ke atas rumah. Ayam itu diserahkan kepada seorang lelaki sepuh yang duduk bersila di lantai. Tubuhnya dibalut baju Toraja yang menonjolkan motif pa’miring, motif tenun Toraja dengan corak garis-garis yang didominasi warna oranye. Mulutnya berkomat-kamit melafalkan sebuah mantera.

Adalah kebiasaan lelaki dalam masyarakat Toraja ketika membuka mata di pagi hari, kawan pertama yang disapa dan dielus-elus adalah ayam peliharaan. Namun pagi ini tak nampak seperti pagi yang lain. Sebilah pisau dihantarkan oleh tangan yang mengeriput pada leher ayam yang pasrah dalam genggamannya.

Nyesssss … darah segar menetes dari urat nadi yang terputus, mengalir memenuhi cekungan piring untuk menampung darah yang dicurahkan. Tak cukup darah seekor ayam, suara cericit anak ayam berbulu halus berikut tetesan darahnya pun menjadi pelengkap ritual pagi itu.

Sebuah persembahan telah diberikan, tak perlu persembahan yang berlebih karena terkadang simbolik suara bebunyian dengan sebait mantera yang dilafalkan oleh to minaa (= pemimpin kepercayaan leluhur Toraja, aluk to dolo) cukup untuk mengawali perjalanan. Darah yang tercurah adalah simbol pencucian, penyucian, serta permohonan petunjuk dan berkat kepada dewata dan nenek moyang sebelum berkegiatan.

Ritual yang dilakukan oleh pemangku adat Toraja membuka scene dengan latar suara bunyi-bunyian musik khas Toraja memenuhi ruang Auditorium Erasmus Huis, Jakarta, Rabu (02/03/16) lalu. Penonton yang duduk menyebar memenuhi setengah ruang itu terpaku pada layar besar di depan yang mulai memutar film dokumenter perjalanan Toraja Melo.

penenun toraja, Toraja Melo, toraja weaver, tenun toraja

Jika sebelumnya penenun Toraja berkejaran dengan waktu, kini ada secercah harapan yang dibawa oleh Toraja Melo untuk kelestarian tenun Toraja

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 dan riak-riak yang ditimbulkan oleh gejolak sosial politik yang terjadi di Indonesia berdampak pada penurunan drastis angka kunjungan wisata ke Toraja. Jika pada era 1980an Toraja boleh berbangga acap kali disebut sebagai destinasi wisata kedua di Indonesia setelah Bali, pasca tragedi bom Bali semua itu hilang. Belum lagi ditambah keraguan akan keselamatan dan kenyamanan wisatawan untuk berkunjung seusai terjadinya kerusuhan Poso karena khawatir akan merambah ke wilayah yang berada di dalam satu pulau, dan bertetangga pula di Sulawesi.

Masyarakat kita termasuk masyarakat Toraja, terbiasa terbuai dalam pesona kekayaan daerahnya. Ibarat seorang dara jika tubuhnya tak dirawat dengan baik serta dibiarkan begitu saja, kecantikannya pun tak akan muncul ke permukaan seiring bertambahnya usia. Hal yang sama berlaku untuk kekayaan alam, budaya, warisan; jika tidak dikelola dengan baik, masa jayanya akan pupus dan pesonanya akan pudar karena ditelan masa.

Berapa banyak orang Toraja yang bangga, menyadari dan memahami perkembangan dan pelestarian wastra Toraja, khususnya tannun (=tenun) Toraja?

Ketika cinta memanggilmu, maka dekatilah ia walau jalannya terjal berliku. ketika cinta memelukmu, maka dekapilah ia walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu – [Kahlil Gibran]

Penggalan oretan Kahlil Gibran di atas rasanya tepat untuk menggambarkan lika liku perjalanan sistersoulmate Dinny Jusuf dan Nina Jusuf, menyelami keunikan dan kekayaan budaya Toraja melalui kecintaan mereka pada kain tenun Toraja. Ketika cinta sudah melekat di dalam jiwa, menyatu di dalam hati; terkadang hadirnya membuatmu berlaku tak wajar di mata mereka yang melihat dengan pandangan kosong.

Pada 2008, Dinny Jusuf dengan berhati-hati, mengambil lembar demi lembar benang yang nyaris putus, memilah dengan telaten bagian yang akan dipakai dan menenun harapan dengan hati untuk merevitalisasi kain tenun Toraja. Dirinya turun ke lapangan, mencari para penenun yang masih tersisa. Mereka, penenun Toraja ini sebagian besar adalah ibu rumah tangga, pekerja keras yang berperan ganda sebagai sandaran hidup keluarganya. Mereka juga megap-megap dalam meneruskan warisan yang ditinggal sayang, dijalani pun sekadar untuk mengisi waktu serta mengumpulkan sedikit hasil penjualan buat tambahan biaya dapur rumah tangganya.

Melihat kenyataan ini, Dinny yang pernah aktif sebagai Sekjen Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, tergerak untuk melakukan sesuatu bagi kelestarian tenun Toraja dan juga memikirkan bagaimana membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penenun Toraja; terlebih mendorong para perempuan penenun Toraja untuk selangkah lebih maju. Sebuah gerakan dilakukan untannun kameloan, menenun kebaikan.

Ide tak akan berjalan jika ia hanya dihentikan sebatas angan tanpa digerakkan oleh niat, kreatifitas, upaya, dana dan kerja keras. Dari penyusuran di lapangan, Dinny mendapati kenyataan penenun yang tersisa dengan keterampilan dan keahlian menghasilkan corak tenun yang sudah langka usianya berkejaran dengan waktu; Dinny pun bergerak cepat. Dirinya mendirikan Yayasan Toraja Melo, merancang konsep untuk memantapkan langkah, mendekati dan merangkul para artisan, mencari bahan baku benang, masuk ke dalam komunitas, menyemangati generasi muda untuk ikut bergerak serta menjalin kerja sama dengan lembaga yang dapat mendukung usahanya.

Memiliki latar belakang pendidikan desain, Nina Jusuf pun melibatkan diri sebagai pelengkap perjuangan dalam pemilihan bahan baku benang, corak, warna serta desain produk Toraja Melo. Dinny dan Nina mendedikasikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengangkat wastra Toraja yang selama ini hanya dikeluarkan ketika ada upacara adat, menjadi busana yang bisa dikenakan dalam kegiatan keseharian bahkan dalam acara kenegaraan. Pameran demi pameran, baik dalam maupun luar negeri menjadi tempat untuk memperkenalkan dan memasarkan produk.

Toraja Melo tak berjalan sendiri, mereka memerlukan jaringan untuk terus melesat maju. Ada Kementerian UMKM yang memberi naungan kepada para pengusaha industri mikro, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai rekanan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lewat program CSR-nya, Yayasan Perempuan Kepala Keluarga (PEKA) yang membantu dalam berbagi pelatihan serta kolaborasi dengan komunitas yang ada serta Biru Terong Initiative yang merekam dan merangkai jejak Dinny dan Nina dalam Toraja Melo Weaving Compassion in Toraja sebagai bagian dari upaya untuk memperkenalkan tenun Toraja kepada publik.

Tidaklah mudah untuk menjalani usaha dengan hati dalam ruang di mana kita tak berakar. Ada banyak tantangan dan rintangan yang harus mereka hadapi namun Toraja Melo membuktikan, keberadaan wastra Toraja sudah merambah dunia internasional.

Sangat disayangkan bahwa, tak banyak orang Toraja yang hadir menikmati rekam jejak inspiratif yang dikerjakan selama 3 (tiga) tahun ini. Sama halnya dengan masih banyaknya tanggapan miring terhadap kegiatan Toraja Melo. Saya tersentil untuk mengutip prolog yang disampaikan oleh Philip Yampolsky dalam Songs from the Thrice-Blooded Land: Ritual Music of the Toraja, Ethnographic Narrative karya antroplog Perancis, Dana Rappoport … Kehidupan musik dan budaya Toraja ada di tangan orang Toraja, bukan orang luar. Yang bisa dilakukan orang luar hanya mengingatkan pada masyarakat Toraja betapa kaya, kuat, indah, dan bermakna musik (serta budaya) mereka.

toraja membaca, penenun toraja, Toraja Melo, toraja weaver, tenun toraja

Dinny Jusuf (kedua dari kiri) dan Nina Jusuf (keempat dari kiri) berfoto bersama #TorajaMembaca usai screening Toraja Melo

Kenapa kita tidak bersama bergandengan tangan, bekerja dengan hati untuk melestarikan dan memajukan wastra Toraja dengan menjaga kualitas produk Toraja agar dapat bersaing di pasar dunia?

Setelah menyaksian film dokumenter yang berdurasi 60 (enam puluh) menit ini, ada beberapa hal dari sajian ini yang mengganggu pandangan saya sebagai seorang penikmat pertunjukan.

  • Dari segi materi dokumentasi yang disajikan oleh Biru Terong dalam Toraja Melo Weaving Compassion in Toraja sangat baik karena menggali data, informasi budaya, dan kearifan lokal Toraja langsung ke sumbernya serta menyajikan informasinya dengan baik.
  • Sayang, beberapa framing pengambilannya terlalu lebar sehingga membuat mata terganggu dengan munculnya benda-benda yang seharusnya tak perlu ditampilkan. Contoh: di ruang kerja Toraja Melo ada sepersekian detik kamera menyorot kantong plastik putih di samping gorden yang sedikit terbuka. Lalu, pada bagian lain ada kaki yang muncul di samping seorang penenun yang harusnya bisa dihindari dengan mengalihkan kamera atau meng-close up si penenun or benangnya.
  • Ini memang film dokumenter yang secara teknik dan tata pengambilan gambarnya langsung dan sesuai dengan yang tampak, tapi saya koq terganggu dengan masuknya deru motor dan aneka bunyi-bunyian yang melaju di jalan saat mbak Dinny berbicara di ruangan. Apakah itu disengaja untuk menggambarkan suasana di tempat kerja? Dalam pemikiran awam saya, hal ini bisa diatur dari konsep awal pengaturan pengambilan gambar dan perekaman suara.
  • Gambar close up blur, contoh pada saat layar menampilkan muka mbak Nina koq nggak focus ya? Apakah ini juga kesengajaan?

Secara keseluruhan saya dan teman-teman dari #TorajaMembaca sangat mengapresiasi usaha Toraja Melo untuk mengangkat tenun Toraja, terlebih dapat mengikuti rekam jejak mereka melalui karya yang dihasilkan oleh Biru Terong Initiative, saleum [oli3ve].


Shangri-La, Sekelebat Kenangan Masa

$
0
0

Kemenangan pasukan Mataram dalam mempertahankan Ujung Galuh dari kekuasaan pasukan Tartar (Mongol) pada 31 Mei 1293 menjadi momentum berdirinya Kerajaan Majapahit dengan Raden Wijaya sebagai raja pertama bergelar, Kertarajasa Jayawardhana. Hari yang sama kemudian dijadikan sebagai tanggal peringatan hari lahirnya kota Surabaya yang dituangkan dalam SK Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya No 64/WK/75 pada 18 Maret 1975 oleh Walikota Surabaya masa itu, Soeparno.

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Buku register dari jaman Belanda, salah satu koleksi Museum Surabaya

Surabaya menjadi salah satu pelabuhan penting perdagangan maupun maritim pada masa Majapahit, masa pendudukan Belanda, Jepang hingga pada hari ini. Pertempuran laut terbesar dalam sejarah Perang Pasifik berlangsung sepelemparan batu dari Surabaya ketika armada laut Jepang beringsut dari Selat Makassar mendekati Laut Jawa untuk mematahkan kekuatan armada laut Sekutu. Pertempuran yang berlangsung 2 (dua) hari pada 27 – 28 Februari 1942 itu dikenal sebagai Pertempuran Laut Jawa. Dalam pertempuran itu, Laksamana Muda Karel Doorman, komandan American British Dutch Australia Command (ABDACOM) gugur setelah lambung de Ruyter disobek torpedo Jepang hingga tenggelam.

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Ditemani hujan sepanjang perjalanan menuju pusat kota dari Bandara Juanda, Surabaya

Hari ini, tepat tujuh puluh empat tahun setelah berakhirnya Pertempuran Laut Jawa, dan delapan bulan setelah kunjungan terakhir ke Monumen Karel Doorman; kaki ini kembali menjejak di Surabaya. Tak tampak sedikit pun penanda yang mewujud bila satu masa pernah ada satu peristiwa besar yang tercatat dalam perjalanan sejarah dunia yang berdampak besar pada perjalanan bangsa ini khususnya di bumi Jawa Dwipa selain pesan singkat menyapa siang yang mendung. Sebuah upacara peringatan yang tak bisa dikejar telah dilakukan di Kembang Kuning dan rinai hujan yang betah turun satu-satu menemani di tengah padatnya perjalanan ke tengah kota.

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Siapa yang tak tergoda untuk segera merebahkan diri begitu masuk kamar?

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Camilan yang menemani bekerja di kamar

Usai menembus lalu lintas yang semakin memadat karena hujan di jelang petang, sampai jua di Shangri-La Hotel; tempat membaringkan tubuh selama tiga hari menyusuri jejak masa di kota Pahlawan. Setelah check in saya beranjak ke kamar sembari mampir sebentar ke Horizon Club Lounge yang kebetulan sekali hanya berjarak beberapa langkah saja dari kamar tidur. Sebagai penghuni Horizon Club Deluxe Room, saya mendapat spesial akses dan dapat menikmati layanan di lounge tersebut selama menginap di Shangri-La Surabaya. Kalau sekadar mau ngopi atau ngeteh, di kamar sebenarnya tersedia peralatan untuk membuat kopi/teh termasuk buah dan camilan serta fasilitas mini bar yang bisa dinikmati. Tapi, bila perut ingin camilan yang bervariasi, tinggal melangkah ke lounge.

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Ngopi sore di Horizon Club

Setengah hari berlalu begitu saja karena jadwal penerbangan dari Jakarta yang tertunda selama hampir dua jam; melihat tempat tidur empuk rasanya ingin berbaring saja. Bila tak mengingat ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, mungkin kantuk akan membawa saya berkelana ke alam mimpi. Tapi, baru saja mau duduk menikmati meja kerja yang besar di sudut kamar, petugas concierge sudah memanggil. Saya hampir lupa, tadi menitip pesan untuk diingatkan segera turun karena hendak mencari makan siang di luar hotel. Setelah menyimpan barang yang tak perlu ditenteng kemana-mana, saya bergegas turun ke lobi menemui Mas Kadir yang akan menemani berkeliling kota. Tujuan saya siang ini tak banyak, karena hari sudah beranjak petang dan cuaca Surabaya kurang bersahabat. Pilihan paling aman setelah menikmati makan petang di Jl Kartini adalah bertandang ke Gedung Siola untuk menuntaskan petang di Museum Surabaya sebelum kembali ke hotel, mandi, bekerja sebentar lalu keluar mencari makan malam di seputar Peneleh.

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Perlengkapan mandi yang menyegarkan badan

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Meja kerja selama di Shangri-La Surabaya

Selama menginap di Shangri-La, untuk sarapan, saya bisa menikmatinya di lounge atau di Restoran Jamoo. Untuk menyempurnakan perjalanan menyusuri jejak masa, di hari terakhir, saya memilih turun ke Jamoo karena ingin menikmati godogan ramuan dan sajian jamu tradisional warisan masa Mataram dari tangan Mbok Jamu untuk memulihkan stamina. Ternyata oh ternyata karena salah menyerap informasi, pagi itu tak dapat jamu dan hanya bisa menikmati sajian minuman sehat berupa jus dan susu kedelai, serta menyantap aneka menu masakan lokal dan internasional dari para koki yang bikin lidah tak mau berhenti mengunyah. Biar nggak salah bila berkesempatan kembali ke Shangri-La, catat dan ingat baik-baik; Mbok Jamunya hadir di resto setiap siang jelang pk 12 :).

bandara juanda surabaya, destinasi wisata surabaya, shangrila surabaya, hotel di surabaya

Jamu yang tak sempat dinikmati (dok. Shangri-La Surabaya)

hotel shangrila surabaya, hotel di surabaya, kolam shangrila, destinasi wisata surabaya

Pilihan tempat untuk menyegarkan diri atau sekadar dipandangi saat menikmati santap pagi ;)

Shangri-La Hotel Surabaya
Jl. Mayjend Sungkono 120
Surabaya, Indonesia 60256
T:(62 31) 6003 8888
F:(62 31) 566 1570

Usai sarapan, saya kembali ke kamar untuk berbenah. Secangkir teh panas menemani pagi terakhir itu sembari memandangi kesibukan kota di Senin pagi dari lantai 12 Shangri-la, membawa pikiran meretas masa. Satu hari saya pasti akan kembali dan kembali lagi ke kota ini untuk menyusuri jejak yang tersisa, saleum [oli3ve].


Rumil, Tempat Bermain Sembari Belajar

$
0
0

Aline, Alicia dan Rizky terlihat asik memainkan slime di tapak tangan mereka. Ditarik-tarik hingga melebar, bolong lalu dilebur kembali dan dibentuk-bentuk sesuka hati. Meski sebenarnya, slime adalah alat pembersih debu yang menempel pada cela barang yang susah untuk dijangkau dengan alat pembersih biasa misal cela antar tuts keyboard laptop/komputer. Bentuknya yang kenyal-kenyal saat ditarik dan dibentuk sedemikan rupa, lembut dan dingin di tangan menjadikannya sebagai mainan yang menyenangkan buat anak-anak. Fun with Slime, kegiatan terakhir di Minggu siang itu di Sanggar Rumah Ilmu yang diisi dengan cara membuat dan bermain dengan slime.

rumah ilmu, rumil rumah ilmu, belajar fotografi, sanggar rumil

Belajar fotografi bersama Kak Erik

Sebelumnya, pagi itu juga ada kegiatan belajar fotografi bersama Kak Erik, seorang fotografer profesional yang karyanya dapat dinikmati lewat poster-poster film Indonesia. Anak-anak Rumil dibekali pengetahuan dasar tentang fotografi, cara kerja kamera, dan pada semangat saat diajak mempraktekkan langsung ilmu yang diterima dengan memotret apa saja yang ingin direkam menggunakan kamera saku atau pun handphone. Yang nggak membawa kamera, boleh lho pinjam sama teman atau kakak-kakak yang lain.

rumil rumah ilmu, rumil. sanggar rumil, bermain dan belajar

Belajar sambil bermain cara kerja kamera

Tak hanya anak-anak, ibu-ibu yang mengantarkan anaknya pun tertarik untuk memainkan slime serta mendengar paparan Kak Erik tentang fotografi. Kakatete dan Adlienz salah duanya yang ikut penasaran saat Aline dan kawan-kawan sedang asik membuat slime bersama Kak Kanza, serta turut manggut-manggut menyimak informasi seputar dunia fotografi.

Kegiatan Rumil hari itu ditutup dengan penampilan penari-penari Rumil membawakan Tari Topeng. Takjub karena mereka hanya berlatih dua minggu sekali selama 1.5 bulan namun memiliki keberanian untuk tampil meski ada yang masih malu-malu tapi semangat mereka sungguh luar biasa. Jadi ingat masa kecil, acap kali dijemput dan diajak untuk belajar ke sanggar tari pasti kabur dan ngumpet di kolong meja hahaha. Sekarang, sedikit menyesal karena tak bisa menari.

rumil rumah ilmu, rumil. sanggar rumil, bermain dan belajar

Ayo adek senyuuuuuum

Rumah Ilmu atau Rumil adalah sanggar yang didirikan pada September 2012 oleh sekelompok pekerja seni kreatif sebagai cikal bakal komunitas non profit yang mengemban misi untuk memberikan alternatif sarana pendidikan dan ruang interaksi khususnya bagi anak-anak agar menjadi pribadi yang mandiri, kreatif dan berakhlak baik dengan mengusung slogan “bermain sambil belajar”. Di Rumil, mereka bermain dan belajar berkreasi dari penggiat seni seperti belajar tari, teater, film, fotografi, dongeng, menggambar serta kegiatan lain untuk menumbuhkan dan mengasah minat serta kreatifitas anak-anak.

rumil rumah ilmu, rumil. sanggar rumil, bermain dan belajar

Para penari Rumil yang mentas siang itu

rumah ilmu, rumil rumah ilmu, belajar fotografi, sanggar rumil

Adlienz bahagia banget dengan genk Rumil-nya

Kegiatan di Rumil diadakan sebulan sekali dengan materi yang bervariasi serta penyajiannya yang ringan diselingi permainan sehingga tidak membuat anak-anak bosan. Bagi ibu-ibu yang tertarik untuk mengajak anaknya belajar sambil bermain di Rumil boleh lho datang langsung ke Jl Sadar Raya 77, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Agar nggak salah jadwal, ikuti informasi kegiatannya di media sosial Rumil di @rumil_rumahilmu, saleum [oli3ve].


Run the Toraja’s Trail

$
0
0

Lari telah menjadi gaya hidup dan membudaya di kalangan generasi masa kini. Bahkan dalam dua tahun belakangan, ragam lomba lari selalu mendapat sambutan yang hangat dari para pelari baik yang profesional mau pun penggembira lari. Yang biasanya mengisi akhir pekan dengan jalan pagi, mulai ikut color run, lalu beranjak ke lomba yang lebih serius dengan mengambil jarak pendek. Ketika tantangannya mulai dirasa kurang, ada yang mulai menjajal trail run atau lari lintas alam. Sehingga bukan kejutan lagi kala mendapati seorang kawan yang sedang jatuh cinta pada trek lari dan bermukin di Australia rela pulang pergi Sydney – Jakarta HANYA untuk mengisi akhir pekan dengan mengikuti berbagai ajang lari di tanah air.

toraja marathon, toraja marathon 2016, trek lari toraja, sport tourism toraja, destinasi wisata toraja

Trek lari yang unik di perkampungan adat Toraja (dok. panitia Toraja Marathon 2016)

Berlari melintasi kawasan urban, perkebunan teh, bebukitan yang hijau pun sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Namun pernahkah terbayang, berlari di antara menhir-menhir yang menjulang tinggi di kiri kanan jalan, menyusuri persawahan, melintasi perkampungan adat yang berusia ratusan tahun, menyapa jejeran makam kuno dengan selaksa kisah yang terekam di dinding-dinding gua yang membisu sembari menghirup hawa pegunungan dan menyapa gemericik air sungai di sela deru napas?

Toraja, ketika kata ini mengemuka maka lebih sering terbayang adalah upacara adatnya yang berlangsung berhari-hari dengan ragam sajian tata upacara yang hanya bisa dijumpai pada masa tertentu sepanjang tahun berjalan. Serta destinasi wisata pemakaman dari masa lampau yang masih terpelihara dan dapat dinikmati oleh wisatawan sebagai ajang uji nyali.

toraja marathon, toraja marathon 2016, trek lari toraja, sport tourism toraja, destinasi wisata toraja

Dok. Panitia Toraja Marathon 2016

Berangkat dari sebuah ide untuk kembali mengangkat dan lebih mengenalkan alam dan budaya Toraja serta mengembangkan potensi wisata yang ada, sekelompok generasi muda Toraja terpanggil untuk mengemas potensi wisata daerahnya lewat kegiatan Toraja Marathon 2016. Lewat press realease-nya pada Selasa (13/03/16) lalu, panitia Toraja Marathon memaparkan bahwa Toraja Marathon adalah panggilan bagi mereka pemuda pemudi Toraja, untuk menampilkan (kembali) Toraja bukan saja sebagai daerah wisata unggulan tapi juga sebagai daerah panutan Indonesia yang mampu mengapresiasi alamnya melalui kegiatan olah raga maupun kegiatan positif lainnya yang bersentuhan langsung dengan alam. Toraja yang memiliki potensi alam unggul didukung dengan lingkungan sosial yang kondusif, menjadikannya lokasi strategis untuk penyelenggaraan event olahraga lari berkelas, juga berpotensi untuk menjadi salah satu destinasi Sport Tourism terbaik di Indonesia.

toraja marathon, toraja marathon 2016, trek lari toraja, sport tourism toraja, destinasi wisata toraja

sila cek semua informasi kegiatan di http://www.torajamarathon.com

Lebih lanjut panitia juga mengatakan Toraja Marathon merupakan kegiatan olah raga tahunan pertama yang akan memetakan Toraja di agenda olah raga lari Indonesia dan suatu saat, dunia. Untuk perhelatan yang akan berlangsung pada Sabtu, 13 Agustus 2016 mendatang ini, panitia Toraja Marathon 2016 bekerja sama dengan Exotica Toraja sebagai Event Organizer dan Running Explorer sebagai Race Organizer. Kegiatan ini akan berlangsung di 2 (dua) kabupaten sebagai tempat penyelenggaraan yaitu Tana Toraja dan Toraja Utara. Pihak panitia menargetkan 1000 pelari akan bergabung di Toraja Marathon 2016 yang terdiri dari masyarakat umum, pelari nasional maupun mancanegara dengan memilih kategori lomba 5K, 10K, 24K (half marathon) dan 42K (full marathon).

Hadir pada acara konferensi pers yang berlangsung di FX Sudirman Jakarta tersebut Markus Nari, Anggota DPR RI Komisi V Dapil Sulsel III (a.l Tana Toraja – Toraja Utara), Edward Tanari, Pengurus PMTI (Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia), Sakti Parantean, Ketua Pelaksana Toraja Marathon 2016, Nefo Ginting, Running Explorer (Race Organizer) dan Rico Pribadi, Komunitas pelari (Indo Runners, Run for Indonesia, Sembur).

toraja marathon, toraja marathon 2016, trek lari toraja, sport tourism toraja, destinasi wisata toraja

Dok. Panitia Toraja Marathon 2016

Budaya yang unik, alam asri yang dilingkupi sawah dan bebatuan granit, barisan bebukitan dengan lembah dan gemericik sungainya yang mengalirkan aroma magis yang selalu dirindukan para pejalan adalah napas Toraja. Bagaimana dengan para pelari? Tidakkah mendamba aroma yang sama untuk dijajaki dengan tapak-tapak kaki berlari mengikuti ritme keindahan budaya peninggalan leluhur Toraja?

Pendaftaran peserta lari telah dibuka pada Minggu, 20 Maret 2016. Segera daftarkan diri Anda, jadilah bagian dari Tomb Runners di ajang Toraja Marathon 2016 melalui website http://www.torajamarathon.com. Untuk membantu peserta yang berasal dari luar Toraja, penyelenggara kegiatan juga menyiapkan paket perjalanan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan melalui website tersebut, saleum [oli3ve].

Sebelumnya dipublikasikan di Kompasiana, Selasa, 22 Maret 2016


Rindu Tuan Dramaga

$
0
0

Langit pagi di Bogor selepas hujan semalam masih digelayuti mendung. Kami berkendara dengan kecepatan sedang saja meninggalkan kota yang mulai riuh di akhir pekan seusai menikmati sarapan di sebuah gerai cepat saji di seberang stasiun keretanya. Kampung Pilar, desa Sibanteng di Jasinga menjadi tujuan kami pagi itu. Perjalanan tersendat saat melintasi pasar  Dramaga dan pasar Jasinga (kalau tak salah) karena angkot yang berhenti sesuka hati. Selepas pasar jalanan cukup lowong dan lancar hingga di tempat peristirahatan keluarga van Motman.

van_motman_07

Selamat datang di Mausoleum van Motman

Ucu Sumarna menyambut kami di gerbang yang menyisakan dua pilar menjulang dengan pucuk-pucuknya yang diselimuti lumut. Di pekarangan yang rumputnya menghijau itu tumbuh bermacam tanaman seperti pohon pisang, pohon pepaya, talas Bogor, singkong, pohon lada dan beberapa pohon lain yang familiar.

Kisah keluarga ini berawal dari seorang pemuda 17 tahun bernama Gerrit Willem Casimir van Motman. Ia memutuskan untuk berkelana, meninggalkan negerinya ikut berlayar dengan kapal VOC menuju tanah harapan, Hindia Belanda. Berbulan setelah mengarungi lautan, ia menjejakkan kaki di Hindia Belanda pada 1790 dan bekerja sebagai Administrator Gudang VOC di Batavia (sekarang Jakarta).

Semasa kejayaan VOC pudar dan bangkrut, Gerrit malah menjadi tuan tanah yang menguasai sebagian besar tanah di Buitenzorg (sekarang Bogor) dan sekitarnya. Dirinya menjadi satu dari tiga tuan tanah yang kaya dan terkenal di Jawa Barat di samping Boscha dan Cateu van Kerkhoven. Tanah perkebunannya seluas 117.000 ha berderet dari Nangoeng, Kedong Badak, Ciampe, Jasinga, hingga kota Bogor ditanami kopi, pala, teh dan lahan persawahan. Karena tinggal di kampung Dramaga, oleh penduduk setempat Gerrit pun lebih akbrab disapa dengan Tuan Dermaga (dan bukan Dramaga). Dengan menunggang kuda, Gerrit rajin memantau perkembangan dari kebun satu ke kebun lainnya. Ketika hasil panen kopi kurang memuaskan, dia meminta pekerjanya untuk menggantinya dengan menanam teh diselingi dengan lada dan kina. Bisa jadi beberapa pokok pohon lada yang sekarang ada di pekarangan ini adalah generasi  lada yang tersisa dari kebun keluarga van Motman setelah sebagian besar tanahnya berpindah tangan dan berganti perkampungan.

van_motman_08

Di sisi utara pekarangan, menghadap ke gerbang berdiri sebuah bangunan megah.  Setidaknya hal itu tampak dari sisa bangunan yang masih menjulang kokoh di depan mata. Bangunan itu memiliki sebuah pintu yang sudah hilang karena dibongkar oleh tangan-tangan yang tak bertanggung jawab. Pada bagian atas palang pintunya terbaca FAM: P.R.v. MOTMAN singkatan dari Familie: Pieter Reiner van Motman. Wow ini dia, mausoleum keluarga van Motman.

Aku melangkah mendekat ke mausoleum. Di sisi kiri kanan pekarangan berdiri pilar-pilar keluarga van Motman yang juga beristirahat di tempat ini. Selain Opa Gerrit, ada Pieter Cornelis, Jacoba Reiniera, Pieter Brugman, Frederik Hendrik van Motman dan lainnya yang namanya tak jelas karena penanda pada pilar-pilar itu sudah lama dicongkel oleh mereka yang mencoba mengais peruntungan dari peristirahatan orang lain. Mang Ucu pun sudah nggak ingat siapa saja 37 anggota keluarga van Motman yang beristirahat di pekarangan yang rumputnya sedang kami injak itu.

Dulu ada burung yang jatuh saat melintas di atas makam itu, kayak ditarik turun dari langit, mati.” Ditambahkan oleh mang Ucu, Gerrit adalah tangan kanan Daendels.  Semasa pembangunan De Grote Posweg (proyek Jalan Pos Daendels), Gerrit ditunjuk sebagai komisioner proyek. Di depan makam Gerrit, berdiri pilar istrinya Jacoba Reiniera.

Aroma menyengat menusuk hidung saat seluruh tubuh memasuki ruang mausoleum serta merta membuatku menahan napas dan memutuskan untuk melangkah keluar menghirup udara segar. Ouugghhhh!! Aroma kematian! Ia masih tersisa di dalam sana, menempel pada dinding ruang dan bebatuan, diserap dan disimpan rapi oleh tanah lembab di bawahnya.

Pfiuuuuh … kuhirup dalam-dalam oksigen dari udara, membiarkannya memenuhi setiap rongga paru sebelum menghembuskannya perlahan-lahan. Demi meyakinkan diri, kuangkat kedua belah tangan mencoba mengendus aroma badan sendiri. Hmmm … paduan aroma aneka rempah yang tercium memastikan tadi pagi tubuh sempat disiram di pancuran 😉. Penasaran, aku kembali ke dalam ruang itu setelah terlebih dahulu menghirup banyak-banyak udara sebagai persiapan menahan napas.

van_motman_03

van_motman_02

van Riemsdijk dan van Motman’s fam tree

Mungkin itu adalah aroma yang ditinggalkan Pieter Reiner, cucu Gerrit yang diturunkan dari Jacob Gerrit Theodore, putera kedua Gerrit dan Jacoba. Selain Pieter Reiner, ada 3 (tiga) anggota keluarga lainnya yang dimummi dan disimpan di dalam ruangan itu. Mereka dibaringkan di dalam peti kaca untuk memudahkan anggota keluarga lain saat menjenguk dan rindu untuk melihatnya. Peti mereka diletakkan pada rak beton bersusun yang dibuat menempel di kiri kanan ruang. Mang Ucu tak dapat mengingat kapan terakhir jasad-jasad itu masih tersimpan utuh di sana. Pikirku, sungguh keterlaluan mereka yang telah merusak pintu mausoleum, bahkan mumminya pun hilang tak berbekas. Itu sebab keberadaannya hanya dapat dirasa dari aroma menyengat yang tertinggal di ruang bekas petiduran mereka. Untuk melihat detail ruang di dalam mausoleum, siapkan hati menyimak video #TukangKuburan di jelang akhir tulisan ini.

Dua minggu sepulang dari Dramaga, aku pergi menemui Jeremias van Riemsdijk di Kebon Jahe Kober. Pembaringannya ada di bagian belakang taman peristirahatan, tanah yang dijual oleh anaknya, Willem Vincent Helvetius, untuk digunakan pemerintah sebagai tempat peristirahatan para petinggi VOC. Taman peristirahatan yang sekarang lebih dikenal sebagai Museum Taman Prasasti.

Kekerabatannya dengan van Motman membuat nama keluarga van Riemsdijk mencuat lagi ke permukaan pada 1933 ketika terjadi kasus perebutan tanah warisan di Ciampea. Kekerabatan itu terjalin lewat cicit keponakan Adriaan Valckenier, Maria van Riemsdijk yang menikah dengan Frederik Hendrik van Motman. Nah, opa buyut Maria sendiri adalah Jeremias van Riemsdijk, Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1775 – 1777.

van_motman_10

Mission accomplished!

Sebulan berselang, aku kembali ke Kebon Jahe Kober untuk mencari Charlotte Christina van Motman dan Achilles Alphonse van Motman. Pada kunjungan sebelumnya aku tak menjumpai mereka, aku hanya menyampaikan salam dari keluarga Dramaga kepada Charlotte Geertruida van Motman. Pilarnya tegak tak jauh dari tempat peristirahatan Opa Jeremias. Dua kali berkeliling membaca nama demi nama di setiap pilar, tak jua kujumpai mereka. Setelah mengaso sejenak di beranda taman, ditemani mas Yudi aku kembali mengitari blok yang dicurigai sebagai tempat meletakkan prasasti mereka setelah diturunkan dari pilar. Ternyataaaaa, aku dikerjain! Mereka dengan tenangnya berdiri di depan Opa Staal, tempat yang sudah kutoleh berkali-kali tapi pandangan disamarkan. Awas kalian! 😉.

Keluarga van Motman membangun rumahnya yang megah di tengah perkebunan mereka. Satu-satunya jejak rumah yang masih bisa dinikmati saat ini ada di dalam kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Groot Dramaga atau sekarang dikenal sebagai Wisma Tamu IPB. Another mission accomplished! saleum [oli3ve].

Bahan bacaan dan referensi:

  • Stichting Van Motman Familie Archief
  • Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia, Mona Lohanda, 2007

Berkontribusi Pengetahuan di Wikipedia

$
0
0

Buku selalu menggoda hati untuk diselami, mencari tahu rasa yang dituangkan lewat setiap kata yang terangkai pada lembarannya. Buku tak bisa lepas dari perpustakaan, tempat bertabur godaan untuk mencumbu aneka rasa yang tersaji yang melambai-lambai penuh kerinduan dari rak tempatnya bertengger. Kerinduan itu pulalah yang membuat diri buru-buru mengiyakan ajakan untuk bermain ke Bibliothek Goethe-Institut, Jakarta, meski belum tahu apakah di harinya akan bisa bertandang ke sana. Belum tentu pula memahami sebagian besar buku-buku berbahasa Jerman yang dipajang di sana karena cuma paham dengan kalimat ich liebe dich.

Bibliothek Goethe-Institut, perpustakaan Goethe, menyunting wikipedia, panduan wikipedia

Bibliothek Goethe-Institut, Jakarta

Eh tapi sebenarnya tujuan ke Goethe bukan untuk membaca buku, tapi … mau ikut workshop penyuntingan artikel Wikipedia yang diadakan oleh Wikimedia Indonesia dan Goethe Institut.

Wikipedia pastinya sudah tak asing bagi pengguna aktif dunia maya yang sering berselancar mencari informasi untuk kelengkapan data dan referensi. Sebuah situs penyedia informasi berupa ensiklopedia bebas multibahasa yang pertama kali diluncurkan di Amerika Serikat pada 15 Januari 2001. Sayangnya, pada situs penyedia informasi ini pencarian informasi berbahasa Indonesia belumlah lengkap. Pada 2006, Siska tak sengaja menguping pembicaraan 3 (tiga) orang mahasiswi sekolah perawat  di dalam kendaran umum yang  kesulitan mendapatkan informasi mengenai “kemoterapi” untuk persiapan ujian. Informasi yang mereka dapatkan dari Wikipedia berbahasa Indonesia tidak sesuai dengan yang dicari. Sedang untuk mencari referensi lain, mungkin saja mereka mengalami kendala bahasa atau tak punya banyak waktu untuk bermain ke perpustakaan.

panduan penyuntingan wikipedia, wikipedia bahasa Indonesia, kontributor wikipedia

Christel Mahnke, Kepala Bagian Informasi dan Perpustakaan Goethe-Institut

Kendala bahasa membuat pencari informasi mengalami hambatan dalam mencari informasi yang mereka butuhkan. Hal ini diungkapkan oleh Siska Doviana pada Peluncuran Panduan Manual Penyuntingan Wikipedia Bahasa Indonesia yang diselenggarakan di Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta, Kamis (31/3) lalu. Kebutuhan informasi yang mudah didapatkan dan diakses serta bahasanya gampang dipahami oleh masyarakat Indonesia, menjadi pendorong yang membawanya bergabung sebagai penyunting artikel dan kontributor sukarelawan berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris di Wikipedia pada 2006.

Pada kesempatan yang sama, dalam sambutannya saat membuka acara tersebut, Christel Mahnke, Kepala Bagian Informasi dan Perpustakaan Goethe-Institut mengatakan di Jerman, para pustakawan aktif mendukung dan menyunting artikel wikipedia berbahasa Jerman sejak diluncurkan pada awal Juli 2001. Hal ini sejalan dengan ide misi utama perpustakaan sebelum jama digital dan masih relevan hingga kini yaitu: informasi untuk semua dengan akses bebas untuk konten pengetahuan.

panduan penyuntingan wikipedia, wikipedia bahasa Indonesia, kontributor wikipedia

Workshop penyuntingan wikipedia berbahasa Indonesia

Menanggapi hal ini, Siska yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Wikimedia Indonesia berpendapat, perpustakaan sangat penting untuk Wikipedia karena buku memiliki informasi dan referensi yang penting bagi penulis dalam menciptakan konten yang berkualitas tinggi. Karenanya, sejak 2010 Wikimedia Indonesia mendukung penciptaan artikel berkualitas untuk Wikipedia melalui kompetisi Bebaskan Pengetahuan yang dilangsungkan pada 2010 dan 2014.

Ditemui di sela-sela workshop membuat artikel Wikipedia dengan menggunakan buku panduan yang diadakan seusai peluncuran buku, Siska berharap dengan adanya buku panduan tersebut akan membuat masyarakat Indonesia tergerak untuk berkontribusi dalam situs Wikipedia sebagai penyunting atau pun kontributor artikel.

Lebih lanjut Siska mengatakan, “Tidaklah mudah untuk mulai menyunting yang baik dan benar di Wikipedia.  Tapi saya berharap masyarakat (Indonesia) mau mencoba karena ini demi kemajuan bersama. Banyak orang yang tidak mau menyumbang karena tidak dibayar dan susah, ini adalah pekerjaan beramal pengetahuan.”

panduan penyuntingan wikipedia, wikipedia bahasa Indonesia, kontributor wikipedia

Siska Doviana

Wikipedia dalam bahasa Indonesia diluncurkan pada 2003. Pada 22 November 2006 para sukarelawan penulis wikipedia berbahasa Indonesia mencetuskan untuk mendirikan sebuah perkumpulan sukarelawan penyunting dan kontributor wikipedia berbahasa Indonesia dengan nama Wikimedia Indonesia. Berdasarkan data Wikimedia Indonesia, pada 26 November 2015, wikipedia bahasa Indonesia memiliki 370.000 artikel dengan 2.240 kontributor aktif.

Buku Panduan Manual Penyuntingan Wikipedia Bahasa Indonesia pembuatannya didanai oleh hibah Making All Voices Count (MAVC) sebagai bagian dari upaya transparansi informasi di Kalimantan. Ria Ernunsari selaku Kepala Program MAVC Asia untuk Hivos yang juga menjadi salah satu pembicara di acara peluncuran buku mengemukakan pentingnya inisiatif global yang mendukung penggunaan masal inovasi dan riset dalam menemukan teknologi baru yang memungkinkan warga negara serta pemerintah untuk lebih terlibat dan merespon kebijakan tersebut. Karenanya, MAVC mendukung Wikimedia dalam menyediakan informasi mengenai geo-spasial dan teks yang dapat diakses dengan lebih mudah.

panduan penyuntingan wikipedia, wikipedia bahasa Indonesia, kontributor wikipedia

Horeeee, berhasil menyunting artikel di Wikipedia dengan menggunakan handphone😉

Peluncuran buku tersebut sekaligus menandai dimulainya kerja sama antara Wikimedia Indonesia dengan Goethe-Institut Indonesien yang pada tahun ini berencana untuk mengadakan pelatihan dengan mengundang Till Kreutzer, penulis buku Panduan Praktis Penggunaan Lisensi Creative Commons dari Jerman sebagai pembicara.

Namanya ikut workshop saat mencoba untuk menyunting artikel sempat terkendala dengan marka-marka yang ditentukan oleh wikipedia. Markanya lebih ribet dari bahasa html yang biasa dimainkan di blog hahahaha. Meski sudah dibekali buku panduan, tetap saja tangan-tangan kebingungan teracung dari setiap meja meminta bantuan. Senang karena hari itu bisa menyunting sebuah artikel yang tak jauh-jauhlah dari jejak masa tentang Opa James Logan 😉.

Tertarik untuk menjadi kontributor Wikipedia? silakan mengunduh informasinya melalui situs Wikipedia Indonesia, saleum [oli3ve].

Sebelumnya dipublikasikan dan headline di Kompasiana, Senin, 4 April 2016.


The Sanctoo Villa: Memadukan Rasa, Menyatukan Raga

$
0
0

Deja vu. Rasa yang merayapi pagi saat kaki menjejak di tanah dewata setelah perjalanan terakhir ke pulau ini 6 (enam) tahun lalu. Ngurah Rai yang dulunya kecil, kini berdiri gagah dan megah. Perubahan mencolok yang paling awal terlihat saat melangkah ke terminal kedatangan. Di pulau ini aku akan mengisi liburan denganmu, berdua saja. Menyepi kalau kata mereka, teman-teman dekat yang memaksa tuk mencari tempat persembunyian. Mereka rela tak diajak serta meski selama ini kita selalu berjalan beramai – ramai.

the sanctoo bali, the sanctoo villa, villa di singapadu, villa buat bulan madu di ubud

Happy Honeymoooon

Ini liburan yang berbeda, Lip! Cari tempat yang romantis donk untuk berduaan,” desak mereka ketika kita masih bermalas-malas meski sekadar mencari informasi tempat liburan yang tak jauh dari Jakarta.

Katamu, biar seru kita pilih saja nama tempat yang pertama muncul di pikiran sebagai destinasi berlibur. Setelahnya baru mencari tempat untuk menginap, makan dan cuci mata. Karenanya kita sepakat untuk memilih Bali ketika kata itu yang terlontar saat mulai menyusuri laman demi laman destinasi wisata dalam jaringan, mencoba mencari rekomendasi vila untuk berBULAN MADU. Dan karena kita sedang sangat ingin menikmati alam pegunungan, sama-sama merindu gemericik air, mendamba pemandangan hijau yang benar-benar hijau dan langka dijumpai di Jakarta serta dibangunkan pujian burung-burung di pagi hari; kita sepakat untuk menginap di The Sanctoo Villa. Tempat yang sarat godaan untuk bermanja-manja.

the sanctoo bali, the sanctoo villa, villa di singapadu, villa buat bulan madu di ubud

Welcome to The Sanctoo Villa

The Sanctoo Villa berada di Singapadu, sedikit di bawah Ubud, Gianyar. Meski dari villa disediakan kendaraan untuk antar jemput dari/ke bandara; kita memilih untuk mencari kendaraan sewa di hari kedatangan karena masih ingin berputar-putar ke Klungkung sebelum menyepi.

12 (dua belas) private villa dengan 2 (dua) pilihan pemandangan Garden View dan River View yang dibangun dengan 3 (tiga) konsep desain: Celebes, Borneo dan Bali ditawarkan kepada tamu yang ingin menginap di The Sanctoo Villa.

the sanctoo bali, the sanctoo villa, villa di singapadu, villa buat bulan madu di ubud

Our private pool

Kulihat bibirmu tersenyum saat bersentuhan dengan Rosella Tea with Lime and Mint di ruang resepsionis, pun senyum sapa menyegarkan petugasnya menggirangkan hari. Bagiku, ruang kecil di seberang meja resepsionis yang tertutup sliding door mulai menggoda saat mata mengitari seisi ruang.

Itu mini library the Sanctoo,”kata Bli Dwi yang menyambut langkah siang itu. Dirinya pun membolehkan kita duduk manis di sana sembari menunggu dirinya membereskan urusan administrasi tamu. Aku tak bisa menampik wangi buku yang bersandar di dalam rak di ruang kecil dan membuat hidung kembang kempis serta mata kelap-kelip penasaran. Kejutan demi kejutan terus saja berlanjut siang itu. Setelah chek in dan diantarkan ke villa; ternyata kita mendapatkan villa yang berada di atas tepian sungai bukan garden view  seperti pesanan awal. Om Swastiastu, diberkatilah dia yang hari itu meninggalkan villa di hari kedatangan kita.

the sanctoo villa, private villa in ubud, honemoon in ubud, the sanctoo

The Sanctuary

Happy Honeymoon,” bisikmu sembari melirik tart mini selamat datang di dalam besek yang tersaji di atas meja panjang yang sekaligus berfungsi sebagai tempat penyimpanan di dekat pintu masuk kamar. Dipan empuk berukuran besar menempel di depannya, menghadap ke kolam renang pribadi yang tampak dari balik pintu kaca. Gemericik air dari dalam sungai serta desah dedaunan yang bercumbu dengan bayu memenuhi ruang tidur saat pintu itu dibuka, sontak membuat bibir kita tak henti berucap syukur. Pikirku, kenapa kita tak mulai saja mencumbu senja agar tak kalah dengan sepasang angsa yang berpagut mesra dikelilingi kelopak mawar merah di ujung pembaringan?

Kamu mencoba menenangkan buncahan asa yang sudah melambung dibuai rasa. Bersabarlah sebentar saja, mari kita melihat seisi tempat pembaringan yang terus saja menggoda rasa kita. Lemari penyimpan dan meja rias yang menempel di dinding menjadi pembatas ruang tidur dengan kamar mandi seluas ruang tidur dan ruang lemari penyimpanan.

the sanctoo villa, private villa in ubud, honemoon in ubud, the sanctoo

I Love YOU

Oh maaaaak! Mata tak henti mengerjap memandangi bathtub yang diisi air dengan kelopak-kelopak mawar yang bergandengan membentuk tulisan I LOVE YOU melambai di atas permukaan airnya. Sebentar lagi, sebentar saja kau kembali mengecup rasa untuk menenangkan gejolak di dalam raga. Tapi sabarnya tak bisa lagi ditunda, sesaat saja kelopak-kelopak mawar merah dan merah muda itu pun ikut bergolak dengan rasa kita yang menyatu dengan kecibak air di dalamnya.

Aaaah, Semesta berperkara! Ijinkan aku terus memelukmu erat wahai pencipta rasa yang tak pernah lalai menyelipkan syukur di sela kepenatan raga.

Dan ketika angan semakin jauh mengangkasa, pijatan lembut dan sapa asing itu mengembalikanku ke alam rasa,”mbak, massagenya sudah selesai.”

the sanctoo villa, private villa in ubud, honemoon in ubud, the sanctoo

The Sanctoo Spa & Wellness

the sanctoo villa, private villa in ubud, honeymoon villa, villa di ubud

Dinner for Two

Eh, oh … ah, terima kasih. Rupanya aroma melati yang diusap dan dipijatkan dengan lembut di sekujur tubuh melelapkan saat menikmati spa petang di The Sanctoo Spa & Wellness. Secangkir teh jahe panas pun diseduh untuk dinikmati sesudah bersih diri, dikawani lantunan malam yang dipujikan di bawah terang rembulan. Sebelum rasa kita kembali menyatu di peraduan, kita memliih untuk menikmati sajian makan malam, penambah energi di restoran. Bagi pasangan yang enggan bergerak dan beranjak jauh dari pembaringan, sarapan hingga makan malam romantis dapat dipesan untuk diantarkan ke villa.

The Sanctoo Villa
Jl Raya Singapadu
Ubud Selatan, Bali
Telp +62 – 361-4711-222

Click to view slideshow.

Erangan air menggapai orgasme saat menyentuh bebatuan bergema dari kedalaman perut bumi. Pada ujung lengkingnya yang panjang, disisakannya desah lembut dedaunan yang kerumunannya tersibak tempiasannya. Pada aliran sungai di ujung air terjun yang mengalir di bawah jembatan, pandangan kita terpana. Om Swastiastu! Selamat malam yang terkasih, saleum [oli3ve].



Bali Zoo, Kebun Binatang yang Menyenangkan

$
0
0

Dengan mata melotot, mulutmu terbuka lebar. Ada paduan rasa kaget dan senang yang terpancar dari sudut matamu melihat seekor gajah tetiba menjulang memenuhi gerbang yang hendak kita lalui. Dia berhenti, di seberang. Melirik ke kanan dan ke kiri, lalu menatap ke arah kita dengan mata penuh senyum. Buggy yang kita tumpangi pun berhenti di depan pintu keluar villa. Si gajah perlahan undur, menggeser badannya yang lebar sedikit ke kanan agar ada sedikit jalan yang lowong untuk kita lalui. Setelah melewati tempatnya berdiri, barulah diayunnya langkah tuk melanjutkan perjalanan.

bali zoo, paket bali zoo, kebun binatang bali, the sanctoo villa

Tamu VIP harus melalui jalur khusus

Berpapasan dengan gajah hanyalah sepotong pemandangan langka yang mewarnai hari kami dalam perjalanan pagi dari The Sanctoo Villa ke Bali Zoo. Lokasinya yang berada di belakang villa memudahkan tamu The Sanctoo untuk berkunjung setelah sebelumnya menginformasikan kepada petugas di bagian resepsionis hendak berangkat jam berapa agar disediakan buggy yang mengantar ke sana. Bila diukur dengan banyaknya ayunan kaki melangkah; jarak villa ke kebun binatang tak terlalu jauh. Namun mengingat jalannya melalui jalur perlintasan gajah maka manajemen The Sanctoo Villa dan Bali Zoo tak menganjurkan tamunya untuk berjalan kaki di jalur tersebut. Cukup manusiawikan?

balizoo_11

Kakak mau foto bareng aku ya?

Mengunjungi Bali Zoo dengan paket khusus adalah tambahan kesenangan yang kami dapatkan saat menginap di The Sanctoo Villa. Meski awalnya engkau sedikit keberatan dan mempertanyakan hal istimewa apa yang dapat dipelajari oleh pasangan yang sedang berbulan madu dengan melangkah ke kebun binatang, tak ada protes yang bergulir saat kita hendak beranjak ke sana. Lagi pula, tak perlu kujawab tanya itu karena ekspresi wajahmu di pertemuan kejutan dengan gajah di depan gerbang tadi membuatku yakin kamu akan menikmati masa berkeliling di Bali Zoo. Kita pun sudah sepakat (lebih tepatnya aku yang menganjurkan) untuk mengambil paket Zoo Explorer untuk dua jam berjalan kaki menikmati kebun binatang dan seisinya diakhiri dengan makan siang prasmanan di Elephant View.

bali zoo, paket bali zoo, kebun binatang bali, the sanctoo villa

Kata BuAya: Selamat datang di Bali Zoo😉

bali zoo, paket bali zoo, kebun binatang bali, the sanctoo villa, naik gajah di bali zoo

Kelihatannya si lucu, tapi jangan dekat-dekat ntar kamu disangka emaknya dan minta nyusu😉

Bagiku, Bali Zoo adalah kebun binatang ketiga yang membuat betah berlama-lama di dalamnya setelah Schmutzer di Ragunan (semasa di bawah pengelolaan Yayasan Gibbon) dan Secret Zoo di Jatim Park 2. Di area seluas 3,5 hektar ini tumbuh bermacam tanaman, dari rerumputan hingga pepohonan yang berbatang besar dan tinggi yang meneduhkan, serta tentu saja dihuni pula oleh bermacam binatang dari yang jinak sampai yang buas. Mereka diatur dan ditempatkan sedemikian rupa dengan pembagian area tersendiri, serta di kandangnya masing-masing yang dibuat sedikit banyak menyerupai habitat asalnya sehingga membuat mereka betah.

balizoo_08

Penunjuk arah laluan, tanda peringatan dan larangan untuk pengunjung serta informasi tentang siapa penghuni kandang-kandang yang dilalui cukup jelas dan membantu pengunjung untuk mengenal jati diri penghuni kebun binatang ini.

bali zoo, paket bali zoo, kebun binatang bali, the sanctoo villa, naik gajah di bali zoo

Jati diri penghuni kandang

bali zoo, paket bali zoo, kebun binatang bali, the sanctoo villa, naik gajah di bali zoo

Banyak yang mengabaikan pesan ini, terutama pengunjung lokal padahal ini penting lho

Memberi makan burung, gajah, kelinci, rusa serta bercanda dan mengajak mereka bergambar bersama tentu menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan sebagai salah satu bagian pelajaran menjalin hubungan dengan sesama. Mencoba mengenal satu dengan yang lain melalui makanan kesukaan dan tata cara menyapa pada sebuah pertemuan adalah awal dari tahapa membangun hubungan yang baik, bukan?

Bila kaki pegal berjalan karena telah lama tak diajak berkeliling jauh, ada tempat duduk-duduk yang teduh di bawah pohon untuk beristirahat sejenak. Atau mampirlah ke gerai zoovenir untuk melihat-lihat (dan tentunya dibeli donk) buah tangan yang lucu-lucu dari Bali Zoo. Di sebelahnya ada gerai minum serta Animal Clinic & Nursery.

balizoo_07

balizoo_06

Karena tak ingin berlama-lama di luar villa, kami pun buru-buru mengejar waktu makan siang yang hanya tersedia pk 12.00 – 14.00 (khusus prasmanan) sembari melihat burung-burung yang sedang bermain di depan pintu masuk dan gajah-gajah yang melintas di samping Elephant View. Kami cukup senang melihat wajah riang mereka yang bisa menikmati safari dengan gajah berkeliling kebun binatang. Bahkan dengan berkesempatan memberinya makan dan melihat mereka bermain air saja sudah membuat hati bahagia koq, apalagi dinikmati berdua kan? O,ya .. di sela acara makan siang, ada sesi bergambar dengan binatang-binatang buas di serambi depan Elephant View buat dirimu yang senang tantangan.

balizoo_12

balizoo_13

Bali Zoo
Jl Raya Singapadu, Sukawati
Gianyar 80582, Bali
Telp: 062-361-264-357
Email: info@bali-zoo.com

Selain Elephant View, di dalam area Bali Zoo juga ada Wana Restaurant-Lounge Bar bagi kamu yang ingin menyantap makan siang ditemani keluarga singa. Siapkan jantung sehat aja agar tak terkejut bila mendadak mata mereka mengarah ke isi piring di atas meja makan hahaha.

balizoo_10

Usai makan dan meminta bantuan petugas kasir di restoran untuk menghubungi pihak villa agar menjemput; aku memilih duduk-duduk pada bangku kayu di samping pintu masuk Elephant View sementara dirimu melangkah ke gerai Zoovenirs. Aku senang menikmati raut bahagia di muka pengunjung yang keluar masuk restoran ini. Raut bahagia bak anak kecil yang menemukan mainan kesukaanya. Bahagia yang sama, yang terbaca di mukamu yang memerah seperti kepiting rebus karena kepanasan, selamat berbahagia, saleum [oli3ve].


Discover Selangor: Eat Travel Write

$
0
0

Pelepasan balon merah, kuning, oranye, hijau, biru oleh YB Puan Gan Pei Nei, Assistant Executive Council Member Environment, Green Technology and Consumer Affairs, Tourism Selangor di pelataran Sultan Salahudin Abdul Azis Shah, Shah Alam, Malaysia; pada Kamis pagi (21/04/2016) itu menjadi penanda dimulainya Eat Travel Write (ETW) Selangor International Culinary Adventure 3.0.

eat travel write, etw selangor, tourism selangor, discover selangor

YB Puan Gan Pei Nei

Sebelumnya di press conference Gan Pei Nei menyampaikan pesan dari YB Elizabeth Wong, Executive Council Member Environment, Green Technology and Consumer Affairs, Tourism Selangor mengatakan, ETW merupakan kegiatan promosi pariwisata tahunan Selangor yang dikemas oleh Selangor State Economic Planning Unit (UPEN Selangor) bekerja sama dengan Kementerian Pelancongan dan Kebudayaan Malaysia, Tourism Malaysia, dewan kota, dan Gaya Travel Magazine.

Sesuai namanya, ETW merupakan program food trail yang diikuti oleh perwakilan media konvensional, praktisi sosial media termasuk agen perjalanan untuk melakukan perjalanan, melihat langsung cara pengolahan dan mencicipi makanan yang disajikan oleh masyarakat lokal, menuliskan dan membagikan pengalaman yang mereka dapatkan selama mengikuti kegiatan tersebut melalui majalah, koran, televisi dan blog serta 3 (tiga) media sosial yang sangat berpengaruh dan memiliki jangkauan luas Instagram, Twitter dan Facebook.

eat travel write, etw selangor, tourism selangor, discover selangor

Let’s EAT, TRAVEL & WRITE

ETW 3.0 diikuti oleh 30 (tiga puluh) perwakilan media dari Brunei, Filipina, Malaysia serta 4 (empat) orang media Indonesia: Eka Sumadji (MQTV), Anazkia (Indonesiana), Danan Wahyu (Travel Blogger) dan Olive Bendon (Traveler Kompasiana). Selama 3 (tiga) hari pada 21 – 24 April 2016, mereka diajak untuk menyusuri destinasi wisata yang menarik di sepanjang Hulu Selangor seperti mengunjungi tempat konservasi tapir di Sungai Dusun Wildlife Reserve, menikmati suasana perkampungan Inggris dengan tinggal di rumah peristirahatan yang dibangun pada 1912 di Fraser’s Hill, melongok kegiatan penduduk Kampung Serigala, merasakan nikmatnya tinggal di pondokan yang berdiri di bibir sungai di tengah hutan serta menikmati sajian kuliner dan berinteraksi dengan masyarakat setempat.

eat travel write, etw selangor, tourism selangor, discover selangor

Thank You Selangor, sampai jumpa di program berikutnya (dok. AkuGraphy)

ETW adalah salah satu bagian dari kampanye Visit Selangor 2017 yang dirangkaikan dengan program tahunan Wings of KKB, Selangor International Birds Race 2016 yang berlangsung pada 22 – 24 April 2016, saleum [oli3ve].


Inspirasi Pagi dari The ONE Legian

$
0
0

Waktu berencana untuk kembali ke Bali, aku berpikir untuk menghabiskan dua malam di Legian. Kawasan yang tak pernah diam meski pagi segera menjemput. Suasana yang sebenarnya jauh dari kesukaanku yang lebih senang menyepi daripada mengijinkan kuping dihentak hingar-bingar. Tapi di sinilah aku kini, berdiri menatap geliat bingarnya dari depan monumen Panca Benua. Di tempat yang pada 12 Oktober 2002 silam diguncang bom yang menyebabkan nyawa 202 orang yang sedang mengisi liburan di pulau Dewata … melayang.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta

Welcome drink

Entahlah apa yang dicari oleh mereka yang telah melakukan kekejian itu. Menyalurkan dendamkah, eksistensi dirikah atau apa? Tak ingin kuingat, terlebih mengenang perihnya. Aku hanya ingin hening sejenak, meski sekelilingku riuh dengan kendaraan yang lalu lalang. Kurapalkan sebait doa bagi mereka yang telah pergi, yang namanya terpatri pada tembok peringatan di depanku agar beroleh ketenangan dalam keabadian roh.

Sesaat, kutinggalkan Ground Zero nama yang melekat pada monumen peringatan bom Bali satu ini, menyusuri Legian yang mulai berdandan dengan warna-warni lampu yang menyala satu-satu, siap berkelip di remang malam nanti. Kulirik senja yang mengendap-endap mengikut di belakang. Dia membuatku ingin segera menggapai The ONE Legian, tempat untuk beristirahat malam ini dan bersegera membasuh badan yang telah lekat dengan keringat setelah seharian berjalan.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta

Deluxe Room (dok. The ONE Legian)

Kewaspadaan tinggi menjadi salah satu alasan memilih The ONE Legian. Berada di kawasan yang tak tidur di malam hari, membuatnya terjaga dan mesti siaga setiap waktu. Untuk menuju lobi hotel, setiap tamu diharuskan untuk melewati pintu metal detector dan sedikit berolah raga, tangga berjalannya sedang beristirahat karena lelah bergerak setiap hari.

Tamu di The ONE Legian tak pernah surut. Aku mengantri di depan meja resepsionis bersamaan dengan serombongan wisatawan dari negeri Tirai Bambu yang mendengung dengan ramainya. Di saat mereka masih menanti kamar kosong, aku boleh bersorak girang dalam hati mendapatkan kunci Deluxe Room yang diserahkan oleh petugas resepsionis usai meneguk minuman selamat datang.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Sky Pool dan Romeo Pool

Setelah masuk kamar, berbasah-basah di bawah pancuran adalah hal pertama yang segera dikerjakan. Badan yang segar akan mengalirkan energi positif tak hanya bagi raga tapi juga bagi jiwa. Karenanya, saat kesegaran itu kembali kureguk, aku pun bergegas untuk mengejar matahari petang, beranjak ke Sky Pool menikmati senjakala.

Sky Pool, satu dari 3 (tiga) kolam renang yang dimiliki The ONE Legian. Dia berada di tempat paling tinggi, satu lantai di bawah pucuk gedung hotel menatap lekat ke langit. Di dalam airnya, kulihat beberapa orang wisatawan asing sedang bermain-main. Pikirku, senja itu bisa larut dalam Sky Pool Party meski hanya menikmatinya dari tepian kolam. Rupanya, hari itu tak ada pesta. Kolam renang yang lain berada di lantai dasar, Romeo namanya. Lalu, dimanakah Juliet? Juliet adalah kamu dan mereka yang memilih berenang-renang di dalam pelukan Romeo. Satu kolam lagi lebih banyak diam di belakang De Basilico Kitchen and Bar, penyejuk bagi ruang yang berlangit-langit tinggi itu.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Morning Spirit

Langit menggelap di Legian pertanda keriuhan akan semakin semarak. Jalanan ramai dengan antrian kendaraan, pedestrian dipenuhi pejalan yang berlalu-lalang dan sapaan dari penjaga gerai serta kafe/restoran yang bertebaran di sepanjang jalan itu sahut-sahutan dengan musik yang berdentam menawarkan untuk mampir. Aku memilih melangkah pelan-pelan mengikuti langkah mereka yang menuju pantai. Bersendiri di rembang malam adalah pilihan yang menyenangkan sembari berdiam mendengarkan derai ombak yang menggulung ke bibir pantai. Puas di pantai, aku melangkah kembali ke hotel untuk beristirahat. Rupanya, lelah seharian membuatku langsung lelap hingga fajar menjemput.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Sarapan itu penting

Pagi yang indah di The ONE Legian kala mentari mengintip lalu pelan-pelan datang dari timur. Masa yang tak ingin kulewatkan. Di depan pintu pura, kunikmati hadirnya sembari mengucap syukur pada Sang Hyang Widhi Wasa yang tak pernah lalai membangunkan mentari untuk menerangi persada. Agar nggak turun naik selepas bercengkerama dengan mentari pagi, aku memilih menambah energi dengan sarapan di Rooftop Dine & Music Lounge. Usai menikmati sarapan dan mandi pagi, aku keluar berkeliling mencuci mata di beberapa galeri yang tak jauh dari hotel. Antrian pekerjaan rumah yang harus dikerjakan membuatku cepat kembali ke kamar,  membereskannya satu per satu sebelum menjadi tumpukan tugas yang membuatku pusing sendiri.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Jalan-jalan untuk kerja ataukah kerja untuk jalan-jalan?

Makan siang pun kulakukan di hotel saja. Aku memilih turun ke De Basilico Kitchen and Bar, memesan Thai Beef Salad, Crab Cake, Chicken Tamarillo, The One Sling, Havanas, Banana Milkshake dan Orange Juice. Ooohhhh maaaaak! Sebanyak itu pesananmu, Lip? hehe .. usah khawatir, aku hanya menghabiskan Sop Buntutnya yang empuk dan icip-icip menu yang lain koq. Namun, kehadiran Chef Picha yang baik hati di Basilico membuat rombongan pencuci mulut pun berlomba hadir di meja makan membuat lidahku susah untuk diminta berhenti meski perut sudah mulai ngap-ngapan.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Thai Beef Salad yang segar

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Sop Buntut yang nyesss

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party

Chicken Tamarillo yang enjess

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party, basilico kitchen bar

Yang menyegarkan slurrrppp

Dengan perut penuh dan tulang pipi yang sedikit kram karena kebanyakan tertawa mendengar celotehan Chef Picha, aku kembali ke kamar untuk melanjutkan bekerja. Sebentar saja, karena mata tak kuat. Kekenyangan membuatnya terkantuk-kantuk dan lelap. Whuuupppzzzz, pk 16 aku terbangun, teringat telah membuat janji pagi tadi untuk menikmati pijatan tradisional Bali di The Spa. Maka, tidur pun berlanjut selama sejam badan dipijat dengan aroma pepermin yang segar.

the one legian, hotel di legian, review hotel di bali, hotel di dekat kuta, sky pool party, basilico kitchen bar

Siapa yang sanggup menolak ini? Masih ada yang lain, tapi nanti kamu kepengen😉

The ONE Legian
Jl Legian No 117
Badung, Bali 80361 Indonesia

Satu hal yang mengesankan selama berada di sini, meski hari beranjak siang; senyum dan salam #MorningSpirit akan selalu menggema acap kali berpapasan dengan petugas hotel. Budaya yang melekat tanpa perlu menekan tombol pengingat membuatku penasaran, berapa lama mereka berlatih untuk membiasakan diri menyapa dengan hati? Ketulusan yang terpancar dari mata yang tersenyum dan bibir yang merekah saat sapa itu dilontarkan kepada setiap tamu dan rekan kerja yang mereka jumpai. Tak dibatasi jenjang, saleum [oli3ve].


Sex on the Deck

$
0
0

“Bener, kamu nggak minum Liv?”, ekor mataku menangkap pandangan Chef Picha mencoba menelanjangiku yang sedang sibuk memainkan shutter kamera. Nggak, jawabku datar, mataku tak beralih dari pinggan-pinggan putih berisi makanan yang bergantian diantarkan ke meja panjang tempat kami berbincang. Direguknya minuman berwarna hijau muda dalam sloki kecil digenggamannya. Hmm .. segar, ujarnya. Dia pun menawarkannya kepada Richo dan Leo, dua lelaki yang menemaniku malam itu. Ini pas buat laki katanya. Dua lelakiku tanpa ba-bi-bu memilih sloki masing-masing. Sekali glek habis.

Tian of Tuna and Avocado, de basilico kitchen and bar, restaurant the one legian, kafe di legian

Dok Richo Sinaga

“Makanannya dimakan donk, jangan difotoin aja. Kalo dingin nggak enak lho,” suara Chef Picha kembali terdengar. Aku, Richo dan Leo tetap tak bergeming. Gudang penyimpanan pangan masih sedikit sesak setelah sesiangan tadi bercengkerama dengan Mbak Irma dan Hendrik sembari icip-icip beberapa sajian yang dikeluarkan oleh Chef Picha di De Basilico Kitchen and Bar. Jadi, masih mengatur strategi hendak menyentuh yang mana dulu agar tak salah langkah sambil menyeruput Banana Choco yang tertinggal di dalam gelas.

Tian of Tuna and Avocado, de basilico kitchen and bar, restaurant the one legian, kafe di legian

de_basilico_05

Bila mengikuti tata cara menyantap makanan yang benar, seharusnya bersantap dimulai dengan makanan pembuka yang ringan-ringan saja sebagai penggugah selera seperti salad. Namun untuk saat ini hasil kursus table manner dilupakan sejenak karena setiap lidah memilih rasa mana yang ingin dicobanya terlebih dahulu. Jadilah comot sana, gamit sini.

Lalu bagaimana menilai setiap rasa jika dia disentuh tak senonoh seperti itu?

de_basilico_04

Kuncinya ada pada keunggulan cita rasa yang dikandung oleh setiap menu yang dipilih dan disiapkan dengan hati serta disajikan dengan hati-hati. Karenanya dia tak mudah untuk dipengaruhi  rasa lain. Mereka tahu sisi mana yang akan ditonjolkan untuk menarik lidah yang merindu rasa itu menyentuh dan melumatnya.

Potongan kecil daging yang terurai dari Pork Ribs Galapanos lembut menyentuh permukaan lidah. Rasa juicy-nya perlahan mengalir, memadu dengan lelehan saliva yang membuat lidah menggelepar-gelepar menggapai puncak orgasme. Aaaah … salah satu menu andalan dari Chef Picha ini tak bisa ditampik kehadirannya. Dia berhasil mengacaukan janji hati untuk bersetia akhirnya menyentuh daging dan berselingkuh pada malam itu.

Tian of Tuna and Avocado, de basilico kitchen and bar, restaurant the one legian, kafe di legian

De Basilico Kitchen and Bar
The ONE Legian Hotel
Jl. Raya Legian 117, Legian, Bali 80361
Telp (0361) 3001101

Tak kuhitung lagi berapa kalori makanan yang diangkut oleh saluran pencernaan ke dalam gudang penampungan. Yang pasti, saat malam semakin pekat dan hingar bingar Legian menuju puncaknya, semua sajian yang ada di atas meja satu per satu mulai bersih dari pinggan hingga suara menggoda itu kembali terdengar dan membuat tangan yang sedang asik menjelajahi beberapa yang tersisa di pinggan menggantung sesaat di udara.

de_basilico_01

Sex on the Deck!

Whaaaat? Aku sangat yakin indera pendengaranku tak mengalami gangguan. Cobain yang ini deh Liv, buat menghangatkan badan. Di depan mata sloki berisi cairan berwana merah muda melirik penuh harap untuk disentuh. Dia nggak bikin pusing, enak koq nggak pahit. Rayuan itu terus saja mengusik. Diam-diam, dalam hati aku mulai menghitung satu .. dua .. tiga … jemariku menggenggam sloki, mengendus-endus baunya di ujung hidung dan glek.

Lidah diputar-putar, melumat sisa-sisa rasa yang melekat pada dinding mulut. Gimana? Suara itu memecah sepi. Hmmm … ini cairan yang pas untuk menenangkan lidah yang kelelahan setelah mencapai puncak rasanya. Manis-manis segar rasa jambu dan …

Itu campuran guava dan vodka. Sahut Chef Picha seperti membaca jalan pikiranku. Sloki yang sudah kosong pun kembali dituang dengan air merah muda. Asik ya. Let’s have sex on the deck! saleum [oli3ve].


Chef Bloem, Jenggonya Koki Indonesia

$
0
0

Kami berhenti di depan sebuah kedai makan di daerah Kedonganan yang sore itu tak terlalu ramai. “Lelaki berkemeja lengan buntung yang asik dengan HPnya di kursi itu yang punya (warung). Pura-pura tak acuh tuh, dekatin saja mbak. Beliau pasti sudah menunggu,” pesan pak sopir yang mengantarkan saya ke tempat untuk bersantap malam. Dua meja kayu yang ditempatkan di teras diisi oleh sepasang pasangan setengah baya yang tampaknya sedang menikmati pilihan makan di luar rumah. Meja satunya lagi ditempati oleh pasangan bule, masih muda dengan balitanya.

loloh cem-cem, loloh bali, minuman tradisional bali, baliness healthy drink, warung bloem, bloem's waroeng

Minuman tradisional menyehatkan dari Bali, Loloh Cem-cem

Turun dari mobil, saya mendekati lelaki yang asik bersendiri itu untuk memperkenalkan diri. Dia berdiri, badannya ditegakkan sehingga mataku harus mendongak dan mendapati tatapannya yang keras. Kami bersepakat untuk duduk di teras pada sebuah meja kayu paling luar yang kosong. Karena mengambil posisi duduk hampir berhadapan, saya pun jadi leluasa memperhatikan lelaki pemilik Bloem’s Waroeng, nama kedai makan yang baru dibukanya akhir September 2015 ini.

nasi jembung babi kecap, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng

Mau duduk dimana?

chef bloem, chef jenggo, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali

Chef Bloem berbincang dengan pelanggan untuk mendengar langsung pendapat dan masukan dari pelanggan

Pakaiannya sangat santai. Berkemeja lengan buntung, celana pendek dengan tapak kaki dibalut sepatu kanvas. Di lehernya menggantung beberapa buah kalung dengan ukuran rantai beragam yang digelendoti liontin abjad. Mungkin inisial nama yang berkesan di hati, saya lupa bertanya soal itu. Lengannya penuh lukisan, tatto. Dari gambar bunga, dedaunan, wajah perempuan hingga wajah lelaki yang menyeramkan, terlukis sepanjang lengannya, kiri dan kanan. Tattonya ada yang berwarna ada pula yang polos saja. Pandangan saya terpaku pada benda putih yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Benda yang sama yang kemarin saya lihat digunakan oleh Chef Picha, gelang garpu!

Sekarang banyak yang mau pake begini. Bikin sendirilah ciri khasnya, jangan ikut-ikutan,”selorohnya datar ketika saya bertanya soal gelang kembar itu. Sebelum melanjutkan berbincang, dirinya memesankan minuman khas Bali untuk menyegarkan tenggorokan; Loloh Cemcem.

nasi jembung babi kecap, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali

Nasi Jembung Gurih Babi Kecap

nasi jemblung iga babi menyat-nyat, chef bloem, chef jenggo, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali, menu warung bloem

Sebanyak ini habis? Ehm … ehmm …

Nama kecilnya Jenggo. Ketenaran sosok pemberantas kejahatan dalam film koboi tempo doeloe telah menginspirasi orang tuanya untuk memberikan panggilan serupa pada putera sulungnya dengan harapan sang anak pun memiliki panggilan jiwa yang sama.

Jenggo kecil tak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang juru masak profesional apalagi membuka usaha kedai makanan. Lulus SMA, dia hanya ingin melanjutkan kenakalan masa remajanya dan menikmati kebebasan menjadi preman; nongkrong bersama teman-temannya di kawasan wisata Bali, Kuta. Tatto yang menghiasi tubuhnya seperti menggambarkan perjalanan itu.

nasi jemblung iga babi menyat-nyat, chef bloem, chef jenggo, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali, menu warung

Beberapa pencapaian di bidang kuliner

Ibu adalah sosok yang sangat berperan dalam mendorong dan mengarahkan langkah putera sulungnya ini. Jenggo akhirnya melanjutkan kuliah ke Hotel & Tourism Trainning Centre PPLP di Bali meski tak yakin dengan pilihannya. Ia tetap dan masih saja melanjutkan kenakalan serta melakukan keisengan-keisengan terhadap teman kuliahnya. Tapi, siapakah yang dapat menebak jalan hidup seseorang? Saya pun tak pernah membayangkan jika suatu sore yang hangat akan duduk dan berbincang santai dengan Jenggo di depan kedai makannya. Terlebih lagi, si Jenggo yang mantan preman Bali yang duduk di depan saya adalah Presiden Indonesian Chef Association (ICA).

Lalu kenapa dirinya membuka usaha makanan? Sembari menunggu makanan disiapkan di dapur, sebatang rokok disulutnya. Cerita kembali mengalir.

nasi jemblung iga babi menyat-nyat, chef bloem, chef jenggo, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali, menu warung

Rombongan anak sekolah dari Taiwan yang riuh malam itu

Jenggo mengenang masa kecilnya, ia sangat suka dengan masakan rumahan. Masakan yang diracik sendiri oleh tangan ibunya di dapur dan disajikan di meja makan, disantap bersama keluarga di rumah mereka. Sayangnya, masakan rumah khas Bali seperti itu sudah jarang ditemui. Dimana-mana kedai cepat saji berlomba menarik anak-anak untuk bersantap. Khawatir dengan pergeseran dan kebiasaan makan orang Indonesia yang mulai melupakan masakan khas negeri sendiri dan kerinduannya agar lidah anak-anak tidak melupakan cita rasa masakan tradisional; dirinya memantapkan hati untuk melestarikan kuliner tradisional dengan menyediakannya di kedainya.

Mimpinya sederhana saja. Menggali kenangan masa kecilnya pada masakan tradisional yang dulu dinikmatinya di rumah, meraciknya dengan bumbu warisan, dan mengenalkan cita rasa masakan rumahan Bali untuk dinikmati pengunjung kedainya,  Bloem’s Warung. Bloem’s diambil dari nama yang tersampir di ujung belakang deretan namanya, Henry Alexie Bloem.

nasi jemblung iga babi menyat-nyat, chef bloem, chef jenggo, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali, menu warung

Matur suksma Chef Bloem, iga babi ini endessss banget

Kami berhenti sejenak. Panca indera mulai terganggu oleh wangi yang dihadirkan aneka makanan yang kini tersaji di atas meja. Nasi Jembung Gurih, semacam nasi uduk berempah Bali dengan aneka topping yang menggoyahkan lidah, hmmm …. ada Ayam Pecel Bumbu Bali, Ayam Sambal Matah, Gurita Sune Cekuh, Sapi Sere Tabia, Pindang Bongkot, Babi Kecap dan Iga Babi Menyat Nyat. Sebagai teman makan, ada Plecing Kangkung, Urap Sayur, Sambal Matah, Lawar Kenus dan kawan-kawannya si topping yang disajikan per porsi di piring blek. Air liur saya mulai mendidih, mata sedikit bergelora melihat Iga Babi Goreng dengan Sambel Kecombrang tengkurap di piring. Melihat semua yang tersaji di meja malam itu, saya pun terkenang masa kecil saat makan dari piring kaleng dengan lahap, selahap menghabiskan sepotong Iga Babi Goreng yang lembut.

Bloem’s Waroeng
Jl.Toyaning No.5, Kedonganan, Bali.
Telp. +623614724720
Waktu buka : Senin – Minggu pk 10.00 – 23.00

es kacang merah, nasi jemblung iga babi menyat-nyat, chef bloem, chef jenggo, nasi jembung, warung bloem, bloem's waroeng, babi kecap bali, menu warung

Es Kacang Merah, pamungkas

Pemilik kedai telah memperhitungkan dengan baik.  Semangkok Nasi Jemblung dengan lauknya yang disajikan di dalam mangkok ayam jago, pas untuk satu perut. Jangan terburu nafsu untuk memesan seporsi lagi bila dirasa perut masih menyisakan ruang yang kosong. Isi celah itu dengan camilan seperti Siumay Udang/Ayam, Ceker Ayam, Pao Kacang/Srikaya/Ayam, atau nyemil tahu tempe goreng. Tak perlu terburu-buru juga. Untuk mengademkan rasa pedes yang masih tersisa di lidah, semangkok Es Daluman dan semangkok Es Kacang Merah menjadi sajian pamungkas yang melenakan. Malam itu dengan perut penuh saya pamit ke Chef Bloem, pulang ke hotel membawa surga yang melekat di ujung lidah, saleum [oli3ve].


Viewing all 398 articles
Browse latest View live