Quantcast
Channel: Olive's Journey
Viewing all 398 articles
Browse latest View live

Menghirup Dunia: Mengecup dan Memeluk Perjalanan Rasa

$
0
0

Argo Dwipangga melambatkan lajunya seiring terdengarnya suara mendayu-dayu mas-mas memberitahu penumpang yang akan turun untuk bersiap. Lupakan niat untuk terlelap dalam mimpi! Lima jam perjalanan dihabiskan dengan berkelana menyusuri Padang Pasir Thar, ikut termehek-mehek di Ho Chi Minh, mengenang Opa dan Oma Gwan di le petit Chinois, menyelami keindahan Santorini hingga terbangun di Naumburg. Badan masih enggan untuk diajak bangkit, namun suara mas-mas itu semakin mendayu-dayu mengingatkan untuk bersiap turun. Saya menutup buku bersampul hijau pupus di tangan, menyelipkannya ke dalam saku Onye yang hari itu ikut menemani berjalan.

… apa yang kita kerjakan akan berhasil baik, jika dimulai dengan niat yang baik dan dilakukan dengan hati.

stasiun purwokerto, menghirup dunia

Menghirup Dunia, menjejak di Purwokerto

Dengan sisa kalimat dari Naumburg, Kota Cantik Penuh Sejarah yang Nyaris Ditinggalkan tersangkut di kepala, saya mengikuti langkah-langkah penumpang lain bergegas turun dari gerbong menuju pintu keluar. Tak tahu apa yang nantinya akan didapatkan dan dibawa pulang dari kota ini, tapi di sinilah kaki menjejak, Menghirup Dunia di stasiun kereta yang dibangun oleh Staatsspoorwegen pada 1917, Stasiun Purwokerto.

Setiap perjalanan memiliki ceritanya sendiri, pun setiap pejalan memiliki cita rasa dalam meramu kisahnya menjadi sebuah cerita perjalanan yang menarik untuk dinikmati. Menghirup Dunia adalah kumpulan cerita perjalanan aneka rasa 6 (enam) orang pejalan: Fabiola Lawalata, Agata Filiana, Fahmi Anhar, Mindy Jordan, Noni Khairani dan Taufan Gio.

Nyaris dua bulan Menghirup Dunia terjepit di antara tumpukan buku – buku yang dibawa pulang dari gerai buku yang dibiarkan tak tersentuh. Sudah dijadikan model di negeri seberang bahkan dikecup basah oleh salah seorang penulisnya, tapi tak juga dijamah. Maka, bolehlah dia berbangga ketika minggu lalu ia terpilih untuk mengawani di atas kereta sepanjang perjalanan Jakarta – Purwokerto – Jakarta.

Apa yang menarik dari kisah perjalanan yang dituangkan di dalam buku ini?

Karakter tulisan yang dihasilkan oleh setiap penulisnya menunjukkan ciri khas dari pejalan yang bersangkutan. Hal yang dengan mudah dikenali oleh pembaca yang sering mengikuti perjalanan serta berinteraksi dengan mereka lewat blog, atau pun media sosial.

Noni si Nyonya Sepatu misalnya, tulisannya selalu membuat pembaca betah hingga akhir cerita yang kadang mirip drama India. Saya menyebutnya demikian karena lebih sering kisah sedihnya tak membuat tangan bergerak menarik selembar tisu untuk mengusap air mata tapi membuat pembaca merenung lalu senyam-senyum ingat kelakuan sendiri karena dituliskan dengan bahasa yang ringan.

menghirup dunia, wisata terengganu, pantai redang

Menghirup Dunia di Pantai Redang, Terengganu, Malaysia (dok. Taufan Gio)

Dengan dua pejalan cowok yang berbagi kisah perjalanan di dalam buku ini, Fahmi Anhar dan Taufan Gio, kami sering berinteraksi di grup WhatsApp. Bagaimana membedakan tulisan mereka? Taufan Gio yang lebih akrab disapa Kk Badai, adalah penulis perjalanan yang melankolis sedang Fahmi berkawan dengan hiu. Bagian mana dari kumpulan kisah #MenghirupDunia yang ditulisnya? Baca dan nikmati dengan perlahan untuk menemukan jawabannya ;)

Semua kisah dalam buku ini menarik untuk dinikmati. Namun ada dua kisah yang menyenangkan dan membuat terkenang pada perjalanan sendiri. Ada rangkaian kisah dalam You Are My World and I Missed You yang mengingatkan pada perjalanan di akhir 2006 lalu. Perjalanan pulang yang harusnya menggairahkan, menjadi perjalanan paling melelahkan. Bukan karena panjangnya jarak dan lamanya waktu yang harus ditempuh, tapi rasa yang menemani sepanjang perjalanan yang memberatkan langkah. Febi menempuh 16 jam perjalanan Jakarta – Amsterdam dengan transit di Dubai, saya menempuh 16 jam perjalanan Jakarta – Toraja dan transit di Makassar tanpa semangat. Perjalanan yang tak akan diharapkan oleh siapa pun tapi harus dijalani, pulang untuk menjumpai orang terkasih terbujur kaku di depan mata.

Jelang stasiun Cirebon, dalam perjalanan pulang dengan Purwojaya; Malaikat Bercelana Pendek yang dijumpai Noni di Ho Chi Minh City membuat saya mengerti kenapa Menghirup Dunia menemani perjalanan kali ini. Di 30 menit sebelum meninggalkan Purwokerto, Tuhan memberikan kesempatan untuk menikmatinya bersama malaikat kecil yang setahun ini membuat jiwa bersemangat untuk menikmati hidup.

Menghirup Dunia tak sekadar cerita perjalanan yang menyajikan how to get there, how much it cost, dan where to stay yang dengan gampang bisa didapatkan dengan bertanya pada paman Gugel. Ia adalah sekumpulan kisah yang dijumpai, dialami, dirasakan dan dibagikan oleh penulisnya sebagai pelajaran dari sebuah perjalanan. Kata-kata yang terangkai melarutkan emosi pembaca untuk ikut dalam perjalanan rasa yang dituangkan penulisnya. Temukan perjalananmu, rangkai kisahmu dan hiruplah dunia dengan rasamu, saleum [oli3ve].



Tentang Mereka

$
0
0

Beberapa hari yang lalu, langkah saya ditahan oleh seorang kawan di depan pintu lift. Dia mengatakan ada hal maha penting yang ingin dirinya sampaikan. Sebelum saya bergegas pergi, dia membuat pengakuan yang membuat tawa saya pecah.

Lip, horor banget nih. Bulan lalu gw ketemuan teman SMA yang tak pernah bersua sejak kami lulus. Dua kali bersua, kita jadian. Sekarang gw pusing, dia minta kawin.”

Melihatnya tak henti menggaruk kepalanya yang saya yakin tidak gatal serta menarik-narik ujung rambutnya, saya berhenti tertawa, dan membalas tanyanya. “Suka, ambil bro, kalo nggak, jangan digantung lama-lama.” Dia memutar badan dengan muka linglung, sepertinya tambah bingung.

Pengertian dan wujud horor bagi setiap orang itu berbeda. Apa yang dialami kawan ini belum tentu horor buat orang lain, terlebih sang pacar yang (tak sengaja) melancarkan teror tanpa menyadari bahwa itu horor.

gereja katolik pulau galang, kamp pengungsi pulau galang

Namanya pak Filipus, saya menemuinya berbincang sendiri di depan Immaculate Conception Mary Church, Pulau Galang. Seseorang menemaninya berbincang siang itu ;)

Kuping saya sudah terbiasa dihinggapi tanya penasaran seputar kehororan acap kali berkenalan dan bersua dengan orang yang baru mendapat bocoran kesenangan saya menyusuri jejak sunyi. Pernah nggak sih bertemu yang HOROR?

Pernah, tapi dulu waktu masih SMP, mata saya terpesona pada kuntilanak membuat kaki terpaku ke dalam lumpur susah diajak berjalan. Pada waktu itu, bersama setengah dari teman sekelas disertai beberapa orang guru, kami melayat ke rumah bapak wali kelas yang nun di balik bukit. Sebelum berangkat, ayah saya yang tahu wilayah tersebut mewanti-wanti untuk turun gunung sebelum matahari tenggelam.

Saat itu musim hujan. Untuk mencapai rumah duka, setengah perjalanan dilalui dengan kendaraan, sisanya trekking melalui pematang sawah dan hutan bambu yang berdiri rapat-rapat. Kami terperangkap di sana karena hujan yang tiada henti berlarian di kampung itu. Pk 19.00 kami baru pamit, berjalan dalam rombongan besar lalu terpencar menjadi kelompok kecil karena jalur trekking yang dilalui membuat beberapa kaki kepayahan melangkah. Ada yang berjalan jauuuuh di depan, ada yang tertinggal di belakang. Saya termasuk dalam kelompok yang berjalan di depan, tiga laki-laki yang tiada henti bersenda gurau, empat perempuan yang berusaha mengimbangi langkah mereka ditutup oleh pak Ben, guru olah raga.

Tak satu pun dari kami yang membawa alat penerang, nekat menyusuri hutan bambu yang pekat dengan mengandalkan insting, mengikuti jalan tanah yang gembur. Pada sebuah persimpangan di tengah rapatnya bambu-bamu itu berdiri, di belakang ada tambahan satu anggota rombongan. Dia memperkenalkan dirinya lewat tawa nyaring menyela obrolan seru kami. Karena kuping saya terlalu sensitif terhadap bunyi-bunyian tak biasa yang terkadang muncul dengan tiba-tiba, saya yang pertama menyadari kehadirannya bertanya kepada pak Ben, siapa yang menyusulnya di belakang? Bukannya menjawab, dengan suara bergetar kami disuruh, “Jalan cepat-cepat, jangan toleh ke belakang!

Selepas persimpangan, kami memilih jalan yang menurun tapi anggota baru tersebut berhenti dan tawanya yang semula renyah lambat laun melengking kehilangan nada dasar. Penasaran, saya balik badan tepat saat tangannya terangkat dan mulai melambai-lambai sambil terus melantunkan lagu dengan lirik yang itu-itu saja … Iiihiiihiiiihiiiii … iihiiiihiiii … hiiiii.

Paaaaaak! Itu siapaaaaaaa?”
Nggak ada siapa-siapa. Jalan! jangan berhenti, cepaaaat!”

Kaki saya terpaku di dalam lumpur, tak bisa bergerak dengan mulut melongo terus memandangi perempuan berbaju putih yang berdiri beberapa langkah di belakang pak Ben. Gelapnya hutan membuat wajahnya tak terlihat dengan jelas.

Pak, ada yang menyusul di belakang.”

Pak Ben akhirnya ikut menoleh ke perempuan yang masih terus melambai-lambai di belakangnya dan spontan bertanya, “Siapa situuuuu?

Iiihiiihiiiihiiiii … iihiiiihiiii … hiiiii

Liipppp, buruaaaaan!” teman saya memanggil tapi kaki saya sangat susah dilangkahkan, terhalang rok span. Saya masih berusaha memutar badan saat kedua lengan saya disentak, ditarik oleh dua orang kawan membuat tubuh ringan saya terangkat, digeret paksa lalu buuukkkkkzzz, jatuh terjerembab ke tanah, kehilangan keseimbangan karena licin. Setengah badan saya sudah penuh lumpur, dari kaki kaku, tangan gemetaran hingga suara bergetar tapi kami malah terbahak merasa lucu sendiri. Teman saya tak kehabisan akal, mereka dua perempuan di kelas yang cukup berotot. Tangan saya ditarik, diajak berlari menuruni jalan becek membuat kaki dua kali terpeleset dan meluncur di jalan berlumpur. Hari itu saya yang kecentilan, bersumpah tak lagi-lagi mengenakan rok denim selutut yang membuat ruang gerak kaki menyempit.

Antara lelah, badan gemetar menahan dingin (dan takut) serta takjub dengan kejadian yang baru ditemui, mulut saya nggak henti-hentinya tertawa mengimbangi lengkingan perempuan berbaju putih yang masih saja terdengar tapi wujudnya menghilang dari pandangan.

Di depan rumah pertama yang kami jumpai, kami berhenti sebentar, mengumpulkan tenaga yang habis dipacu. Seorang perempuan menyembul dari balik pintu, rambutnya kusut seperti baru bangun tidur, suaranya pelan berbisik.

Sudah malam dek, jangan berisik. Kalau berjumpa seseorang atau melihat sesuatu di depan, jangan teriak-teriak, diamkan saja dan jalan terus.”

Perempuan itu buru-buru menutup pintu rumahnya, mungkin dia sudah memindai pikiran saya dan mengetahui niat yang baru terlintas untuk menumpang membersihkan badan.

cerita horor kembang kuning, erveld kembang kuning

Bocah-bocah ini ‘ngerjain saya di Kembang Kuning. membuat mata berair lalu macam orang kesurupan mencari tempat peristirahatan Papa Mamanya

Cukup sekali mengalami dan terpesona dengan pemandangan tadi. Kesenangan menyusuri jejak sunyi melatih rasa untuk lebih peka terhadap dunia mereka. Di setiap tempat perhentian yang dikunjungi, mereka yang tak terlihat di sana, suka sekali bercanda. Kamera saya dua kali jadi korban. Saat hendak membidik ke satu titik, selalu gagal fokus lalu mati tapi saat mencoba ke titik yang lain, kamera berfungsi dengan baik. Bukan masalah teknis, tapi ada seseorang atau lebih yang tak ingin wajahnya terekspos hingga ke dunia maya karena dunia mereka adalah maya. Kejadian pertama di pucuk Benteng Amsterdam, Hila, Maluku Tengah; yang kedua di toilet vintage sebuah hotel di Surabaya.

Masih di Surabaya, bulan Juni lalu ketika sedang mengerjakan proyek (kuburan) di Kembang Kuning, saya dikerjain oleh lima bocah. Saat bersiap untuk pulang, kaki saya tak bisa dihentikan melangkah ke blok yang dikhususkan bagi anak-anak. Entah apa yang terjadi, yang saya tahu emosi saya nggak karuan dan hanya bisa mengusap air yang menderas di pipi di depan salib-salib kecil yang tegak di depan saya. Matahari lagi garang-garangnya, dan mereka menahan saya berjemur kehausan. Karena penasaran, saya berlari ke kantor mencari data mereka dan tersadar, mereka ketakutan karena jauh dari Papa-Mamanya. Ternyata, kedua orang tua mereka ditempatkan di blok yang terpisah jauh dari anak-anaknya.

Bila mengingat rekam jejak perjalanan, sebenarnya yang lebih sering dikerjain adalah yang menemani berjalan. Kawan saya di Aceh disambut orang-orang berbaju hitam saat saya mengajaknya berkunjung ke satu tempat. Dia merasakan ada hawa panas yang mengaliri setengah badannya, sementara di saat yang bersamaan hati saya adem, damai dan tenang berada tempat itu.

Belajar dari pengalaman, setiap kali bertandang ke satu tempat baru yang asing, jangan lupa untuk meminta ijin. Ingat pepatah; dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Disadari atau tidak, mereka ada walau kadang tak mewujud, saleum [oli3ve].

*****

Tulisan ini adalah bagian dari #PosbarHOROR Travel Bloggers Indonesia setelah seru-seruan berbagi kehororan di grup WA. Penasaran dengan horor yang lain? Baca juga kisah mereka ya:


SmescoNV 2015, Ajang untuk Belajar dan terus Berjalan

$
0
0

Kekuatan media sosial sebagai kanal menjual diri (brand) telah mendorong kenaikan angka pengguna internet penghobi jalan untuk membangun blog dan membuka akun – akun di jejaring sosial.

Apakah itu cukup untuk menjadikannya eksis yang berkesinambungan?

agustinus wibowo, titik nol

Agustinus Wibowo, Show Don’t Tell bangkitkan imajinasi pembacamu

Setiap orang dapat menjadi penulis perjalanan tanpa perlu pergi jauh bahkan keluar dari rumah. Cukup amati apa yang ada di sekitar rumah, pilih dan pilah bagian mana yang hendak dibagikan dan menginspirasi pembaca. Hal ini diungkapkan oleh Agustinus Wibowo, penulis buku perjalanan Titik Nol, pada Smesco Netizen Vaganza 2015 (SmescoNV) Minggu (27/09/2015) lalu.

Tulisan perjalanan adalah narasi dari sebuah perjalanan yang diolah secara kreatif dengan tujuan untuk menarik dan memainkan imajinasi pembaca. Untuk menghasilkan sebentuk karya cerita nonfiksi kreatif, setiap pejalan (dan penulis) semestinya mengenal dan paham Basic Travel Writing.

Pembukaan adalah bagian yang paling penting yang menentukan langkah pembaca apakah akan meneruskan membaca atau melupakan bacaannya. Karenanya, pemilihan kata yang digunakan harus bisa mengajak pembaca langsung merasakan imajinasi yang ingin disampaikan oleh penulis. Nggak ada orang yang sekali datang ke pelatihan menulis pulangnya langsung menerbitkan sebuah buku. Semua ada prosesnya, semua ada jalannya. Berikan kesempatan kepada dirimu untuk menulis jelek, agar kamu belajar proses menghasilkan tulisan bagus. Berpedomanlah pada unsur penting yang menopang sebuah tulisan kreatif: deskripsi, narasi dan kontemplasi. Fokus dengan apa yang kamu tulis, lihat apa yang ada di sekitarmu, sampaikan fakta, jangan pernah mengabaikan riset, dan berkreasilah.

Sacha Stevenson

Sacha Stevenson, gali kreativitas manfaatkan semua yang ada di sekitarmu

Apa yang disampaikan oleh Agustinus, dipertegas oleh Sacha Stevenson, youtuber yang memperkenalkan tutorial How to Act Indonesian. Sacha berbagi Tips dan Trik Video Blog menceritakan bagaimana proses pembuatan video pertamanya. Video itu direkam di atap rumah kosnya dengan mengandalkan video kamera biasa, memanfaatkan properti yang ada seperti ember, bangku sebagai pengganti tripod, tikar, helm serta senter untuk lighting. Di sini kreatifitas yang bermain. Bagaimana memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita, diramu sedemikian rupa, serta disisipi pesan yang mengundang imajinasi orang yang melihatnya.

SmescoNV adalah salah satu kegiatan yang diprakarsai oleh Smesco Indonesia  dengan mengajak netizen berkegiatan di Gedung Smesco, Jakarta agar mengenal lebih dekat tempat yang menjadi Rumah Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain Agustinus Wibowo dan Sacha Stevenson, pemateri lain yang mengisi SmescoNV adalah Raiyani Muhamarah yang berbagi Still Life Photography dan Yeyen Nursjid yang membagikan tips How to Monetize Your Socmed.

smesco, galeri ukm

Lokal Brand Lebih Keren di Galeri UKM

galeri ukm, paviliun papua smesco

Sampai di Papua

Di sela-sela waktu jeda SmescoNV, peserta yang datang dari kalangan pelajar, mahasiswa dan umum berkesempatan untuk menikmati galeri UKM dan melihat langsung ragam karya seni etnik Indonesia dalam satu hari tanpa perlu berkeliling ke semua propinsi. Ingin kopi Gayo, bertandanglah ke paviliun Aceh, mau mengoleksi koteka? berjalanlah ke paviliun Papua dan pilih ulir-ulir yang kamu suka, jatuh cinta dengan sarung Bugis yang warnanya memikat mata? datang langsung aja ke paviliun Sulawesi Selatan atau senang dengan kerajinan tangan dari manik-manik? jangan lewatkan paviliun Kalimantan. Bagi penggemar wastra Nusantara, ada banyak pilihan batik, tenun dan songket yang dapat kamu pilih dan bawa pulang.

Keliling nusantara dalam sehari, bisa! Salah satu bukti tak perlu jauh dari rumah untuk memulai perjalanan bukan? Ingin tahu lebih banyak apa saja yang ada di galeri UKM? Tak perlu menunggu ada kegiatan di Smesco untuk datang berkunjung karena galeri dibuka setiap hari dari pk 10.00 – 21.00 wib.

SMESCO Indonesia
Gedung SME Tower
Jend Gatot Subroto Kav. 94, Jakarta Selatan 12780
Telp (021) 27535454

galeri ukm smesco, smesco, paviliun lampung

Pengunjung memilih busana di paviliun Lampung

kopi ulee kareng, kopi gayo

Ulee Kareng, langsung dari Aceh

Melihat keseharian penghobi jalan yang merangkap netizen berpengaruh dengan membagikan perjalanan dan mengenalkan potensi wisata Indonesia lewat blog serta media sosial mereka; tidaklah mengherankan jika keberadaan blogger saat ini sangat diperhitungkan oleh para pengusaha yang menggandeng blogger sebagai rekanan media dalam mengenalkan usaha, layanan serta brand (termasuk re-branding produk) mereka.

Apa yang perlu dilakukan oleh seorang netizen adalah kenali panggilan jiwamu, konsisten dengan tujuan, berinteraksi dengan lingkungan dan warga lokal serta tak lupa untuk membaca. Teruslah berjalan dan belajar, pelajaran penting yang didapatkan dari SmescoNV, saleum [oli3ve].

*****

Kunci menulis bagus adalah tak henti belajar menulis, terbuka kesempatan buat belajar nih. Usai SmescoNV, Smesco mengadakan lomba menulis blog dengan tema Lokal Brand Lebih Keren untuk memenangkan laptop, smartphone dan sejumlah uang tunai. Detail lombanya silakan dibaca di gambar berikut:

syarat lomba blog smesco, smesconv


Pesan dari Kedai Kopi

$
0
0

Dapatkah engkau mengerti (dengan mudah) makna yang tersirat pada kata demi kata yang berbaris rapi dalam sebentuk kalimat yang terangkai dalam bait-bait puisi? Dapatkah engkau memahami pesan yang disampaikan seorang pujangga pada goresan puisinya, saat dia menuangkan rasanya? Gelisahkah ia, tersenyumkah ia, bersukakah dirinya?

Pernahkah engkau mencoba memahami makna, lewat alunan musik dan suara yang lembut membuai rasa, lalu berderap dan melengking di ujung-ujung kata? Pernahkah terbayang, bagaimana merangkai nada pada potongan kata dalam sebentuk puisi, memilih tinggi rendah nada untuk kata pertama, kedua dan seterusnya; meramunya menjadi paduan harmonisasi agar pesan sang pujangga tersampaikan dengan runut tak kehilangan makna?

AriReda, Ari Malibu, Reda Gaudiamo, Musikalisasi Puisi

AriReda @CoffeeWar

Serangkaian pertanyaan itu riuh menari-nari di dalam batok kepala mencoba melerai kekusukan panca indera yang dilenakan oleh petikan gitar dan getar suara yang mengalun pada Warming Up Concert AriReda di Coffee War, Sabtu malam (10/10/15) lalu.

Di antara lalu lalang hantaran kopi, petikan jemari Ari Malibu pada dawai gitar menghadirkan bunyi yang memadu dengan suara bening Reda Gaudiamo. Alunan nadanya diracik sedemikan rupa sehingga menghasilkan komposisi yang tertangkap dengan indah di gendang telinga. Suara meninggi Reda ditimpali suara rendah Ari dan sebaliknya, bahkan pada ujung-ujung kata tertentu, ada lengking meninggi nan nyaring. Paduan bebunyian yang diolah oleh otak dan dipancarkan melalui gelombang getar pada ujung-ujung saraf yang menggerakan energi rasa dan memenangkan jiwa.

Musik membantu relaksasi otak, bermanfaat sebagai terapi penyembuhan ragam penyakit. Ini bukanlah suatu pengetahuan yang baru, tapi sudah berlangsung sejak dahulu kala. Pada jaman Daud, melodi yang lahir dari petikan jari lentik Daud pada dawai-dawai harpa dan merdu suara serulingnya adalah terapi paling manjur pelepas kegundahan Raja Saul.

Mendengarkan lagu kesukaan merangsang otak untuk melepaskan senyawa penghantar sinyal  yang berperan dalam mengatur pergerakan, pembelajaran, emosi, daya ingat, kesenangan dan ketenangan. Karenanya, ketika lelah dengan keseharian yang memadat, ambillah waktu sejenak dan mendekatlah pada alam. Nikmati desah angin mengelus dedaunan, debur ombak memecah pantai, candaan cengkerik memecah malam, atau dendang riang burung menyapa pagi yang menenangkan dan menyejukkan jiwa.

album arireda, arireda, msikalisasi puisi

Album baru AriReda

Kembali ke AriReda, malam minggu di kedai kopi berkumpul dengan para sahabat yang datang dari berbagai generasi, menikmati lagu kesenangan sembari menyesap kopi, berbincang di pergantian lagu, berbagi sapa lewat tawa meski tak semua saling mengenal. Kekuatan (seni) musik, menyatukan generasi, memadukan rasa dan bernostalgia dengan kenangan. Di hari yang sama, AriReda meluncurkan sebuah album baru untuk para sahabat yang telah lama menanti; AriReda Menyanyikan Puisi.

Ada kekuatan yang sanggup menahan bersila di ubin telanjang selama 3 jam tanpa bergeser. Tapi bagaimana bisa, kaki yang biasanya kram kala bersila 15 menit saja, dapat bertahan dengan tenang selama itu? Saya yakin karena energi yang dipancarkan dari larik-larik puisi yang bernada dan menenteramkan itu.

Coba saja dengarkan potongan bait-bait puisi yang mereka lagukan di SINI, jangan bilang kamu tak menyukainya.  Bila engkau hanyut dibuainya, bagikanlah pada mereka yang juga merindu ketenangan.

Hari ini, AriReda berangkat ke Frankurt. Mereka akan membagikan energi yang memadu dalam musikalisasi puisi di perhelatan dunia; Frankurt Book Fair 2015 dan beberapa kota lain di Eropa. Bravo AriReda, selalu bangga pada kalian, saluem [oli3ve].


Global Guide to the Best Time Hotel Deals

$
0
0

Beberapa hari ini pikiran senang sekali mengembara pada sebuah mimpi yang mendadak mekar, membuat kepala berdenyut-denyut. Pertemuan dengan beberapa orang yang cukup berpengaruh dalam membangun mimpi belakangan ini membangkitkan ide yang agresif. Butuh kesabaran super untuk mengendalikan ide yang berlarian ke sana kemari bak kijang dilepas dari kandang merindu tempat untuk bermain agar tak hilang arah.

Ingin keliling Eropa.

Ya, ya … kamu pasti akan mengatakan keliling Eropa saja nggak akan bikin kamu tersesat Lip! sudah banyak koq yang melakukannya dengan memanggul backpack. Tapi, aku tak ingin sekadar berjalan, menghampiri kota A dan berpose di depan ikon kotanya, lalu bergegas mengunjungi kota B dan makan di tempat yang diimpikan semua orang. Aku, aku hanya ingin menghirup jejak-jejak yang pernah ada, yang masih tersemat di lekukan kota, tercecer di dalam reruntuhan bangunan, serta tersebar di sudut-sudut taman kota yang sepi.

Belum usai mimpi itu beria-ria, satu mimpi yang lain menari-nari mengelilingi ruang hayal. Ingin bersegera menari di pucuk asa, Afrika Selatan. Kebanyakan atraksi yang unjuk kesenangannya, membuat tali kekangnya harus dimainkan dengan gemulai agar mereka tak blingsatan menghamburkan energi tak tentu arah.

Kutenangkan dan kuajak mereka untuk berhenti sejenak. Bersama kami duduk diam memandangi gambar berwarna-warni agar imajinasi tak kabur. Apa yang harus dipersiapkan sebelum kita semua tersulut dan kehabisan tenaga?

survey harga kamar agoda, agoda smart study

Sumber data Agoda.com

Berdasarkan hasil studi terhadap data pemesanan kamar hotel di 25 destinasi populer dunia periode Agustus 2015 yang dikeluarkan oleh Agoda.com minggu lalu (12/10/2015), harga kamar hotel yang murah ditawarkan pengelola hotel pada dua minggu pertama Januari. Di akhir tahun, kamar hotel melunjak pada September dan Oktober, saat high season.

Kalau melihat gambar di atas, harga kamar hotel di beberapa kota Eropa seperti Paris, Berlin, Roma, Amsterdam, Barcelona, Stockholm dan London pada pertengahan Maret lebih murah 20% dari harga rata-rata yang biasanya ditawarkan.

Kenapa mesti mempelajari harga kamar hotel? Karena, alokasi biaya yang cukup besar saat perjalanan akan terkikis oleh akomodasi jika tak diperhitungkan dan dianggarkan dengan baik.

Bagi pejalan yang terbiasa berjalan dengan membuat trip planning calender, harga adalah faktor penting dalam menentukan kapan dan kemana mereka hendak beranjak. Karenanya, John Brown, Chief Operating Officer Agoda.com, berharap data yang dikeluarkan oleh Agoda dapat membantu pejalan untuk memaksimalkan pengaturan dana perjalanan mereka.

Pergilah ke Berlin pada Januari maka kamu akan menghemat harga kamar 51% dibanding bila bepergian di September. Dari Berlin mau lanjut ke Barcelona, kamu pun akan menghemat dana perjalanan untuk akomodasi karena pada Januari harga kamar 49% lebih murah dari harga rata-rata. Cape Town dan Sydney memberikan penawaran harga kamar hotel yang lebih murah ada Juni dan Juli, meski pun Juli tergolong high season.

Hal yang berbeda akan kita jumpai bila bepergian di sekitar Asia. Harga kamar hotel di sebagian besar destinasi populer Asia, konsisten dengan harga yang sudah dipatok sehingga tak akan ada perbedaan harga yang besar. Contoh, diskon kamar terbesar yang bisa kamu dapatkan jika bepergian ke Hongkong pada Mei dan Juni hanya 11% dari harga kamar yang ditawarkan pada bulan lainnya.

Hmm … jadi kapan saat yang tepat untuk bertandang ke Eropa dan Afrika Selatan? Eng ing eeeengggg, tergantung siapa yang mau menjadi supporter. Sebelum ada pengakuan, mari kita buat saja Kalender Rencana Perjalanan dengan mengingat perubahan tanggal perayaan hari raya besar seperti Idul Fitri yang berpengaruh pada rate hotel serta menghindari Oktober, karena harga kamar di mana-mana cukup tinggi pada bulan tersebut. Tapi, nggak menutup kemungkinan juga jika ada yang keceplosan mengajak ke Frankfurt Book Fair 2016, kan? saleum [oli3ve].


Menepi di Senyapnya Taman Indria Purwokerto

$
0
0

Bayu tak banyak bicara, surya pun hanya mesem saat aku beranjak dengan Dwipangga menuju Purwokerto, menggeret segudang tanya yang tiada henti berputar membuat kepala meringis. Apa sih yang menarik dari Purwokerto sehingga harus dikunjungi? Jika melintas di pikiran saja tak pernah, untuk apa mencari tahu keunikan ibukota Banyumas, Jawa Tengah ini?

Hampir lima jam perjalanan dan aku tak berhasil mengumpulkan memori yang bisa membuatku sedikit saja membebaskan diri dari tanya yang terus saja mengusik.

bu kasur, kuburan bu kasur, taman kanak-kanak indria

Sudah lama tak disapa

Waktu mengingatkanku, terkadang hanya perlu menjejak di satu tempat dimana jejak masa pernah bersandar agar engkau tersadar bahwa jejak itu pernah ada. Di peron stasiun Purwokerto, satu per satu memori yang menepi di sudut yang paling sepi perlahan beranjak pada ingatan masa perjalanan dengan Kereta Api Terakhir.

Satu-satu, aku sayang ibu
Dua-dua, juga sayang ayah
Tiga-tiga, sayang adik kakak
Satu-dua-tiga, sayang semuanya

Pernahkah di masa kanak-kanakmu mendendangkan lagu di atas? Atau minimal kupingmu pernah merasakan iramanya?

Bagi generasi yang lahir pada 1960 – 1980, yang konsumsi lagu masa kanak-kanaknya penuh warna, yang tontonan sorenya program Taman Indria di TVRI, saluran televisi satu-satunya pada masanya; pasti tak asing dengan lagu di atas. Tentu pula tak akan asing dengan suara teduh dan masih menyimpan kenangan pada alunan suara serta gerak tubuh pengasuh acara Hip Hip Ceria di RCTI dulu, Ibu Kasur.

Lahir di Batavia (sekarang Jakarta) pada 16 Januari 1926 dengan nama Sandiah. Jika kemudian lebih dikenal sebagai Ibu Kasur, itu karena dirinya menikah dengan pemuda Soerjono yang dijumpainya di Kepanduan Indonesia (sekarang Gerakan Pramuka Indonesia). Soerjono disapa dengan Kak Soer yang lama-lama menjadi Kasur. Pergeseran masa menjadikan panggilan itu lekat sebagai Pak Kasur dan bagi pasangannya; Ibu Kasur.

kaliori, makam bu kasur, bu kasur, pak kasur

Makam keluarga Pak dan Bu Kasur di Kaliori, Purwokerto

Pasangan ini selalu merindu anak Indonesia bertumbuh, bermain dan belajar melalui lagu yang sesuai dengan usia mereka. Lagu mendidik yang mudah dicerna dan gampang dimengerti oleh anak-anak. Karenanya, pak Kasur dan bu Kasur yang mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan dasar anak, membuka Taman Kanak-kanak Mini di rumahnya pada 1968 serta giat menciptakan lagu sederhana yang sarat pesan untuk anak-anak.

Aku menghampiri gerbang kecoklatan yang memagari pekarangan di tepi jalan di jelang gerbang Goa Maria Kaliori. Warna coklatnya lahir dari perpaduan warna cat yang telah pupus dan karat yang menggerogotinya.

Sebuah gembok karatan melingkar dan menggantung di jerujinya. Sebelum memutuskan untuk memanjat pagar, rasa penasaran mengajakku untuk terlebih dahulu memastikan gemboknya terkunci rapat atau hanya digantungkan di sana. Nyatanya, memang tak dikunci. Karat telah merusak fungsi anak kuncinya sehingga si gembok dibiarkan saja menggantung tak diganti. Di sisi kanan tegak pendopo, satu-satunya bangunan di dalam pekarangan itu dengan 16 tiang  penopangnya. Debu menebal yang melapisi ubin hitamnya mempertegas keberadannya jarang disapa.

Hanya ada dua cungkup bisu di sana. Terdiam bersisian, tak ada lagi suara kanak-kanak yang bersemangat mengikuti gerak lagu, tak ada lagi tepuk sorak yang mengiringi alunan nada. Semua terdiam dalam sepinya.

pak kasur, bu kasur, taman kanak-kanak indria

Peristirahatan Pak Kasur dan Bu Kasur

Bangun tidur ku terus mandi,
tidak lupa menggosok gigi,
habis mandi ku tolong ibu,
membersihkan tempat tidurku

Ingin hati beranjak menyapu dan mengepel lantai berdebu itu. Namun tak kujumpai sebatang sapu atau pun kain pel yang bisa dipakai. Aku teringat tempat IBU di bukit sana, meski tersembunyi di pucuk bukit namun selalu bersih dan bebas dari debu, membuat badan betah untuk berbaring di atasnya.

Pak Kasur meninggal pada 26 Juni 1992. Setelah kepergiannya, Ibu Kasur terus melanjutkan langkah dan cita-cita mereka di jalur pendidikan dasar anak tanpa pernah memikirkan berapa rupiah yang akan didapatkan. Passion, panggilan jiwa memanglah tak bisa dilawan.

bu kasur, pak kasur, taman kanak-kanak indria

Anak TK jadul yang senang menemukan jejak guru TK-nya (doc. Lita Jonathans)

Cinta menautkan hati mereka di Bandung, cinta pula yang tetap menyatukan mereka di Kaliori, Purwokerto. Hari ini, 13 tahun yang lalu; 22 Oktober 2002 Ibu Kasur pun dipanggil pulang oleh Sang Khalik untuk mengasuh taman kanak-kanak di Surga, saleum [oli3ve].


Manuskrip dari Aceh

$
0
0

Aku beringsut dari balik selimut di saat sebagian besar penghuni bumi lebih memilih untuk meringkuk di kehangatannya. Saat gelap masih menyelimuti cakrawala dan dingin sedikit menusuk, aku memilih mengantri di depan petugas bandara. Menunjukkan boarding pass, bergegas memanggul Meywah dan Onye mencari tempat bersandar untuk memejamkan mata sebentar saja. Namun, sebentar menjadi sangat langka.

Di ruang keberangkatan, obrolan tentang perjalanan tak dapat ditampik mengisi waktu penantian terbang saat bersua dengan Vera, teman berjalan. Ya, stasiun bus/kereta, terminal keberangkatan/kedatangan, dan destinasi yang dilalui adalah tempat para pejalan dipertemukan. Pertemuan di tangga toilet ruang keberangkatan membuatku sebentar  lupa pada kantukku hingga penantian itu berakhir jua pada pk 05 kurang sedikit ketika pengeras suara memanggil calon penumpang yang akan terbang ke Medan dan Banda Aceh masuk ke pesawat.

perpustakaan ali hasjmy, ali hasjmy, perpustakaan banda aceh, zentgraaff, sejarah aceh

Menyelami Aceh di Perpustakaan dan Museum Ali Hasjmy, Banda Aceh

Duduk di sebelah jendela, membuatku leluasa untuk menikmati pergantian hari dan cuaca di sepanjang perjalanan. Di sebelahku, dua perempuan muda yang juga hendak pulang ke Aceh. Dari menguping pembicaraan mereka, sepertinya ini perjalanan pertama mereka ke kampung halaman. Mereka saling bertanya apa yang hendak dilakukan jika sampai di Medan, akankah turun dari pesawat atau bagaimana? Kubiarkan saja mereka berbincang dalam bingung hingga seorang pramugari menghampiri. Aku hanya ingin bersendiri menikmati perjalanan ini. Pulang ke Nanggroe, ke tempat asa pernah disemai bersama, menjumpai IBU yang telah menunggu.

Ngapain ke Nanggroe?”

Pertanyaan itu tak pernah usai kau, dirinya dan mereka dengungkan. Saat engkau ingin menghapus semua jejak yang pernah ada, gairah itu bangkit menantangku untuk bergulat dengan egoku. Aku harus pulang, meski tak semua orang dapat mengerti dan mau memahami pilihan itu. Menepi sejenak dari hiruk-pikuk kota, pergi tanpa perlu banyak yang tahu hendak kemana. Cukup DIA yang tahu, aku tak dibiarkanNYA berjalan sendiri.

Perjalanan tak melulu tanpa kendala meski langkah terayun tiada kendali. Selalu ada cara bagiNYA membuat langkah berhenti sejenak agar irama berjalan selaras dengan ayunan tali kendali dalam genggamanNYA. Jika engkau tak mau dituntun, bebaskan saja dirimu dariNYA dan berjalanlah sendiri menuju asamu. DIA tak kan menahanmu karena DIA menjunjung hak kebebasan tak mengikat. BagiNYA, hidupmu itu pilihanmu.

Pagiku disapa kabut asap yang menunda pendaratan di Kualanamu, Medan. Empat puluh lima menit kami berputar di udara menikmati cakrawala yang dipoles bedak kabut, putih pucat seperti muka tak dialiri darah sebelum menjejak bumi. Beku dan dingin. Kututup Manuskrip yang Ditemukan di Accra, yang menemaniku terbang, menyimpannya ke dalam saku Onye dan beranjak dari bangku mengikuti langkah mereka yang mengantri keluar dari badan pesawat. Tak perlu menunggu lama untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan yang diimpikan. Kakiku yang baru menjejak di tanah, kembali diajak bergegas oleh teriakan petugas bandara yang mengarahkan langkah menuju jalur transit tanpa sempat menikmati anggunnya ruang terminal bandara Kualanamu.

manuskrip yang ditemukan di accra. quote paulo coelho

Manuskrip yang Ditemukan di Accra, menemani perjalanan kontemplasi ke Nanggroe

Penerbangan Kualanamu – Banda Aceh sangat mulus, langit cukup ceria memaparkan birunya. Kk Linda menyambutku di pintu kedatangan Sultan Iskandar Muda (SIM). Raut mukanya tak banyak berubah, hanya sedikit lebih gelap dan berkerut dari pertemuan dua tahun lalu. Senyum lebar tak bisa kutolak saat seorang kerabat kk Linda menghentikan langkah kami ke pelataran parkir,”ini anaknya ya kk?” Ho ho ho .. berasa anak kuliah pulang ke rumah. Obrolan itu berlanjut dalam bahasa Aceh yang hanya bisa kutebak-tebak arahnya, berbagi kabar.

Berita terkini seputar Nanggroe diceritakan kk Linda dalam perjalanan dari Blang Bintang menuju rumah alm. Prof. Ali Hasjmy, tempat yang menjadi tujuan utama pagi itu. Menyusuri Blang Panyang, sebuah bangunan besar dengan tiang-tiang kekar di Lampeunerut mengalihkan pembicaraan. Ouwh, rupanya inilah Meuligo Wali Nanggroe yang dibangun sejak 2013 dengan dana 35 milyar, dan menuai banyak kritik dari aneuk negeri. Melewatinya seperti melihat gedung balaikota di Jakarta saja. Yang membedakan, kiri kanannya masih ada sepetak dua petak sawah bukti dia berdiri di luar Jakarta.

Bang Azhar membebaskanku untuk menikmati rumah keluarga Hasjmy yang telah dijadikan perpustakaan dan museum. Semua koleksi buku ditempatkan dalam lemari yang saling memunggungi dan berhadapan di ruang depan dan tengah yang terbuka. Tiga ruang lainnya diisi dengan koleksi foto, lukisan, manuskrip dan benda-benda berharga milik sang profesor. Kubuka lebar-lebar daun lemari yang berisi buku-buku dalam kelompok Adat Budaya Aceh, dan meraih buku bersampul merah yang menarik perhatian. Aceh karya H.C. Zentgraaff sangat menggoda untuk diselami. Tuturannya yang tak terelakkan mengajakku mengatur janji dengan bang Azhar agar diijinkan kembali esok pagi meski perpustakaan tutup di akhir pekan. Wassalamu’alaikum, nazarku dikabulkan olehNYA. Selalu ada jalan ketika niatmu tulus untuk melangkah.

Kamu tahu apa yang menarik dari buku Aceh (judul aslinya Atjeh) itu? Ia menguak memori pada manuskrip yang kubuka di ruang arkip Tun Sri Lanang, Bangi, Malaysia, penghujung 2013 lalu. Adakah mereka saling menjalin masa?

universiti kebangsaan malaysia, arsip aceh, manuskri aceh di malaysia, perpustakaan malaysia

Ruang Arkib Perpustakaan Tun Sri Lanang, Universiti Kebangsaan Malaysia

Tun Sri Lanang diangkat sebagai uleebalang (raja) pertama Samalanga oleh Sultan Iskandar Muda atas desakan Putroe Phang. Samalanga mengingatkanku pada syair Samalanga yang dirangkai sebagai penyemangat oleh pendeta Izaak Thenu pada 1901 untuk para serdadu bumiputera (marsose) yang melakukan serangan ke Samalanga, Aceh Utara.

Aku merenungkannya saat menyepi di Bukit Malahayati jelang senja. Saat raguku tersampaikan di depan IBU yang seperti biasa dengan sabar mendengarkan semua keluh kesah. Meski mata tajamnya tak dapat menyembunyikan asa yang terus terpancar pada masa, menelisik ke dalam hati; senyum penuh kasih tak lepas dari bibirnya. Kulihat IBU tak meragu pada panggilannya menerabas masa, akan lahirnya generasi yang kan teruskan rangkaian asa. Di saat yang sama, aku meragu pada langkahku sendiri, pada harap yang membubung tinggi dan jalan berliku yang harus ditempuh. Haruskah kuhentikan langkah bila perlahan semua rahasia alam ini tersibak di depan mata? Semakin penuh kepala ini dibuatnya, semakin sulit menghindari panggilannya.

Kalah dalam pertempuran, atau kehilangan semua yang kita anggap milik kita, akan membawa kita pada saat-saat penuh kesedihan; namun setelah semua itu berlalu, akan kita temukan kekuatan tersembunyi dalam diri kita masing-masing; ketangguhan yang mengejutkan dan membuat kita lebih menghargai diri sendiri – [Paulo Coelho]

asa untuk nanggroe, harapan untuk nanggroe, monumen tsunami aceh

Asaku tak kan pernah padam, padamu Nanggroe

Tak ada yang terjadi secara kebetulan jika semua sudah digariskan untuk dilalui. Raguku menggamang saat kujumpai nama Izaak Thenu di Peutjoet, beberapa jam sebelum beranjak ke SIM. Pula kutemui jejak Laksamana Pasha Khiszir Reis di pelataran Ma’had Baitul Maqdis di Gampong Bitai. Kamu tahu siapa dia kan?

Ratusan tahun nyawaku berkelana, berjalan melewati abad titian masa, mencari jiwa putih dan hati bersih. Untuk menguak kembali bahwa aku pernah ada. Bersama angin menembus batas ruang dan waktu – [Perempuan Keumala, 346]

Langkah telah diayun. Perjalanan ini kembali pada akarnya, sebuah kontemplasi untuk kembali memupuk asa. Semoga kelak di satu masa ketika hati kita telah berdamai dengan dirinya; di ujung jalan yang kini sama kita tempuh berlawanan arah; kita kan bersua untuk satukan rasa, saleum [oli3ve].

Sedikit catatan penting:

  • Pendeta Izaak Thenu adalah pendeta pasukan Belanda di Aceh, meninggal di Kutaraja pada 10 Mei 1937. Syair Samalanga, disimpan di Museum KNIL Bronbeek Arnhem.
  • Tun Sri Lanang, dikenal sebagai pujangga Melayu; namanya diabadikan sebagai nama jalan, gedung sekolah, perpustakaan di Malaysia serta penghargaan di bidang sastra di Singapura. Keturunan Tun Sri Lanang tesebar di Indonesia dan Malaysia (Johor, Pahang, Terengganu).

The Pade: Petiduran Elok di Kaki Seulawah

$
0
0

Wangi tanah basah yang mendesah lamat-lamat lewat celah-celah pintu menggairahkan pagiku. Aaaahhh, aroma itu. Tak bisa kutampik hasrat tuk menghirup dan memenuhi rongga paru-paru dengan wanginya yang merindu. Ia mengajakku meninggalkan peraduan, bersegera membuka lebar daun pintu yang membatasi ruang petiduran dengan balkon.

the pade hotel, hotel di nanggroe

Pemandangan Minggu pagi di balkon kamar The Pade, meski kabut asap turun di Nanggroe tetap menggairahkan dengan Gunung Seulawah yang samar di sana

Ooooh maaaaaaaak!
Takjub aku pada lukisan pagiMU, mengajak pagiku:

menyelami sapa rindu cengkerik pada semu merah mentari yang diselimuti kabut
menikmati senda gurau bangau yang beramai-ramai beranjak bekerja melintas di depan mata
dihibur celotehan sekelompok bebek yang berbaris di pematang sawah di bawah sana
dibuai pelukan bayu yang bergerak lembut mencumbu pori-pori

hingga, pagiku hanyalah senandung puja bersama Semesta, mensyukuri setiap irama pada jantung yang masih berdetak oleh anugerahMU

i pray we’ll find Your light
and hold it in our hearts
when stars go out each night
eternal light will shine

let this be our prayer
when shadows fill our day
lead us to a place, guide us with your grace
give us faith so we’ll be safe

Selamat pagi Nanggroe. Berikan pancaranmu untukku menikmati perjalanan masa menyusuri jejak yang pernah ditinggalkan di sini.

the pade hotel, hotel di banda aceh

Kamar deluxe dengan pojok favorit yang membuat betah membaca di tepi pembaringan hingga jelang pagi

Meski kabut asap sepagian menyelubungi Nanggroe dan membuat punggung Seulawah hanya samar terlihat dari balkon kamar 3404, mata tetap betah memandanginya. Tanpa sadar, membandingkan hijaunya Bukit Barisan yang menyegarkan kemarin siang kala langit masih biru dan aku melaju ke Lamreh. Harapku, esok pagi kabut asap segera berlalu dari Nanggroe agar Seulawah dapat kunikmati sepuasnya di Lampeunerut.

The Padé, sesuai namanya, taklah mengherankan bila pot-pot kecil berisi benih padi nan hijau menghiasi tempat pertemuan yang ada di hotel. Benih hijau itu akan menyambut langkahmu saat menyapa meja resepsionis sebelum disuguhi welcome drink, yang akan kau jumpai pada meja-meja untuk bersantai di teras  serta meja makan di restoran menunjukkan semangat untuk setiap harimu. Bahkan pilar di restoran pun dihiasi dengan seikat padi menguning penanda setiap jerih payah dan lelahmu akan menghasilkan buah yang siap dituai selama engkau mau berdaya upaya dan berserah  padaNYA.

the pade hotel, hotel di banda aceh

Padi ada dimana-mana

Kamarku di lantai tiga, menujunya dapat dengan meniti anak tangga atau lift, melewati selasar yang berangin. Salah satu kamar pilihan di The Padé, ia berada di tengah-tengah deretan kamar di lantai teratas dengan pemandangan gunung dan sawah yang tersaji di depan mata sejak pintunya dibuka.

Kamar berpendingin dengan dipan yang besar, ruangan yang lega. Sebuah sofa di sudutnya untuk bersantai dan meja panjang minimalis dilengkapi dengan sebuah tivi tipis yang menemani melihat berita dari luar sana. Bila dahaga memanggil di malam hari, teh dan khupi tersedia di dalam kamar siap diseduh.

Kurang greget? Bila perut masih kriuk-kriuk dan lidah ingin menyesap sajian Nanggroe, berjalanlah sedikit ke kanan; pergilah ke Rumah Makan Masam Keu-Eung atau ayun kakimu beberapa langkah ke kiri hotel untuk menikmati secangkir khupi di Kedai Kopi Solong. Tapi ingat, pulanglah sebelum pk 23.00 karena perempuan nggak boleh terlihat berlama-lama hingga larut di kedai kopi. Bisa kena razia kamu, Lip!

Satu lagi yang kusenangi di kamar ini adalah, kamar mandi dan toiletnya bersih. Perlengkapan mandinya lengkap membuatku betah berdiam di bawah pancuran air hangat setiap usai berkegiatan di luar dan pulang ke hotel di malam hari.

the pade hotel, hotel di banda aceh

Amenities yang lengkap

Pesona Seulawah dan sapaan Semesta menahanku berlama-lama di luar. Aku baru beranjak dari balkon jelang pk 07.00, bergegas mandi dan turun menikmati sarapan. Segelas jus pepaya, semangkok sereal, segulung telur dadar, sedikit nasi dengan ikan ditemani sayuran yang ditutup dengan secangkir khupi itam menjadi pilihan sarapan cepat. Pagi ini memenuhi sebuah janji pertemuan di tengah kota maka tergesa kutinggalkan hotel usai sarapan.

Untuk menggapai tengah kota, aku menumpang becak motor dari depan hotel yang mengantarkan ke tujuan sembari mengobrol banyak hal dengan abangnya. Jadi, tak perlu khawatir untuk bepergian.

Pagi keduaku, kuluangkan waktu untuk menikmati hotel bernuansa Timur Tengah yang berdiri di pinggir Leupung ini lebih lama. Setelah sarapan, aku turun ke pekarangan belakang mengikuti petunjuk yang tersemat di dinding taman: Jogging Track dan Swimming Pool.

Sempat meragu saat kujumpai jalan buntu dengan sebuah pintu besi yang tertutup rapat. Pikirku, tak mungkin mereka memberi petunjuk yang salah; maka kudorong saja perlahan pintu itu agar tak berderit.

the pade hotel, hotel di banda aceh

Petunjuk ke kolam renang dan jogging track, di ujung sana ada pintu besi berwarna hijau. Dorong aja untuk melihat keajaiban di balik pagar ;)

Ooohhhh Maaaaaaakkkkk! Pematang sawah yang sedari kemarin melambai-lambai terhampar di depanku. Kuikuti gerakan segerombolan bebek yang berlenggak-lenggok di ujung pematang, tak lepas bercanda turun ke dalam sawah. Tak mau kalah dengan mereka, aku pun bersorak meneriakkan pintaku

we ask that life be kind
and watch us from above
we hope each soul will find
another soul to love

let this be our prayer
just like every child
need to find a place
guide us with your grace
give us faith so we’ll be safe

the pade hotel, hotel di banda aceh

Jalur trekking di pematang sawah, kelihatan kan ada punggung Seulawahnya?

Puas bermain di tepi sawah, aku berharap satu hari nanti bisa kembali ke sini saat padi menguning dan para petani menuai hasil sawahnya. Saat itu, kan kudendangkan bait ini … potong padi ramai-ramai hai kawan, ani-ani dikerjakan semuaaaa. bila tiba waktunya, mari kita pulang ke rumah …

Aku berbalik melangkah pulang ke hotel, mendekati sebuah pintu besi lain yang sedikit terbuka, mengintip ke dalam dan menemukan sebuah kolam renang dengan airnya yang menggoda siap melumat lekuk tubuh yang telah lama tak berolah raga.

the pade hotel, hotel di banda aceh

Siap-siap terjun yaaaa

The Padé
Jl Soekarno Hatta No 1
Desa Daroy Kameu Lampeunerut
Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darusalam

Telp. 062-651-49999 Fax. 062-651-47999
Email: info@thepade.com

the pade hotel, hotel di banda aceh

Selasar untuk bersantai sembari menikmati kopi/teh dari coffee shop

Memandangi kecibak-kecibuk air setiap kali tubuh yang direndamnya bergerak, mengingatkan pada kisah perjalanan yang juga tak lepas dari cibak-cibuk sekeliling. Saat merenungkan perjalanan ini, memoriku berputar pada semangat yang membawaku terus berjalan; teringat pesan sang pemberi pesan:

Kita tidak akan menang bila kita masih terus mengingat semua kekalahan – [Cut Nyak Dien]

Karena ingin mengulang dan menikmati perjalanan bersendiri awal 2013 lalu, aku bersendiri pulang ke Nanggroe untuk sebuah kontemplasi. Tak pupus syukurku karena mendapatkan tempat tinggal yang membuat lelahku sirna acap kali bertemu dengan petiduran di malam yang memekat. Percayalah, setiap langkahmu telah diaturNYA, tak ada yang terjadi secara kebetulan, saleum [oli3ve].



Infinito Singers dan Segalariak Senandung Ulayat

$
0
0

Bagi generasi yang menikmati masa kanak-kanak dan remaja di era 1980 hingga 1990an, yang tontonannya Aneka Ria Anak-anak Nusantara pada jaman slogan … TVRI menjalin persatuan dan kesaaaaatuuuuaaaan … sangat akrab didengar dan didendangkan; tentulah tak asing dengan lagu Cublak Cublak Suweng, Ular Naga Panjangnya, Kakak Mia, Ampar-ampar Pisang, Injit-injit Semut; lagu tradisional yang dinyanyikan kala bermain.

infinito singers, injjit-injit semut, dolanan anak nusantara

Infinito Singers saat membawakan lagu dolanan anak nusantara, Injit-injit Semut

Ada berapa banyak anak-anak Indonesia sekarang yang dolanan sembari menyanyikan atau minimal mendengarkan lagu-lagu tersebut? Berapa sering kita masih merindukan generasi sekarang mengakrabi nada-nada riang pada syair lagu sepanjang masa itu?

Runtutan beberapa tanya berkeliaran di dalam kepala kala bibir turut berdendang saat mendengarkan dentingan piano bersahutan dengan suara gembira sekelompok pelantun lagu di atas pentas. Tak hanya bernyanyi, kepala, badan, tangan dan kaki mereka pun ikut bergerak riang mengikuti irama.

Pada lagu Ular Naga Panjangnya, mereka bernyanyi sembari membentuk dua kelompok bermain ular naga. Percaya nggak bahwa permainan ini adalah salah satu permainan untuk melatih sensomotorik anak? Dengan bermain ular naga panjang sambil bernyanyi, kepekaan panca indera si anak akan dilatih, dirinya dituntut untuk dapat melakukan gerakan yang terarah serta berinteraksi dengan lingkungannya. Sangat berbeda dengan kenyataan yang kita jumpai sekarang, ketika anak mulai rewel dan minta bermain maka orang tua akan menyodorkan gawai untuk.mendiamkan anaknya.

Medley Dolanan Nusantara menjadi rangkaian Senandung Ulayat yang dibawakan oleh Infinito Singers pada Minggu (01/11/2015) malam dalam konser tahunannya di Usmar Ismail Hall, Jakarta. Sesuai tema konser yang bertujuan untuk mengangkat dan memperkenalkan syair khas dari beberapa etnis di dunia; mereka pun membawakan lagu khas dari beberapa etnis negara lain seperti Fatnamen Vuelije dari Skandinavia yang menjadi lagu pembuka konser, Waltzing Matilda dari Australia, atau Izar Ederak dari Basque.

Terlepas dari interaksi yang sesekali dilakukan oleh Irzam, sang konduktor dengan penonton di pergantian lagu, tak kurang dari 28 lagu mereka bawakan tanpa jeda. Di sela-sela konser, Irzam pun dengan terbata-bata menyampaikan bagaimana proses yang dirinya jalani hingga sampai pada titik dimana diri dan timnya sekarang berada.

Seorang penyanyi bisa bernyanyi dengan suara bagus tapi nggak mengerti notasi sama saja dengan orang yang bisa membaca tapi buta warna.

Sindiran halus yang dilontarkan coach Marthin Saba di satu sesi latihan paduan suara pada satu akhir pekan itu, terngiang saat mendengar curhatan Irzam. Rentetan  kata yang terlontar dari mulut coach masih lebih lembut terdengar di kuping dibanding komentar yang diterima oleh Irzam dari Bonar Sihombing saat hendak bergabung dengan kelompok paduan suara di Universitas Trisakti beberapa tahun yang lalu.

Bilang sama teman kamu, bodoh boleh-boleh saja tapi kelewat bodoh jangan dipelihara. Kira-kira begitulah pengertian pesan yang dititipkan oleh Bonar dalam bahasa Batak lewat temannya untuk disampaikan kepada Irzam.

Irzam Rajasa Dastriansyah, infinito singers

Irzam Rajasa Dastriansyah

Tidak semua orang memiliki mental yang siap menerima kritik dan belajar untuk menjadi lebih baik seperti Irzam. Mungkin dia dulu memang bodoh, tapi pesan itu telah menempa Deputy Chorus Director PSM UI Paragita ini menjadi salah seorang konduktor bertalenta yang dimiliki Indonesia. Andai saja pesan tersebut ditelan mentah-mentah oleh Irzam; saya terlalu yakin tak akan pernah ada kelompok suara sopran, alto, tenor dan bas yang berpadu mendendangkan ragam lagu dengan suara yang bersih dan gerak yang gemulai seperti yang disajikan malam itu. Dan tentu saja, Infinito Singers tak akan pernah tercatat dalam perjalanan karir musik seorang Irzam Rajasa Dastriansyah.

Tidak mudah untuk memadukan perbedaan dalam satu kelompok yang besar. Namun, perjalanan waktu telah menempa dan membuktikan kemampuan yang terasah. Lewat Senandung Ulayat, Infinito Singers kembali tampil maksimal, memberi yang terbaik bagi para Infiniters. Selamat  menjelang 10 tahun Infinito Singers! Saleum [oli3ve].

*Segalariak (bahasa Basque), Basque adalah salah satu etnis di timur laut Spanyol yang bermukim di antara wilayah otonomi Perancis dan Spanyol.


BerHoliday In[n]spirasi Jantung Jakarta

$
0
0

Inspirasi bisa datang dari mana saja. Saat berdesakan di dalam bus kota, tergesa mengejar commuter line, berbincang dengan seseorang di dalam mimpi bahkan kala sedang bengong sendirian di toilet. Namun, terkadang inspirasi jual mahal dan tak kunjung menampakkan diri. Ketika hanya bayang semunya yang hadir, cobalah untuk  mencari keriaan lain yang dapat membangkitkannya dari mati suri. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menggelitik rasanya, membaca buku kesukaan misalnya. Atau, beranjaklah sejenak dari tempatmu biasa merenung dan ganti suasana kerjamu.

holidayinn_wahid12

Membaca, salah satu cara mencari inspirasi

Siang itu beberapa buku kesukaan ditenteng ke jantung Jakarta. Sebagai pengguna transportasi publik, TransJakarta menjadi armada pilihan yang mengantarkan langkah hingga ke perhentian Sarinah. Penghargaan yang dalam pada pengasuhnya, membuat Soekarno mengabadikan nama Sarinah pada gedung pencakar langit pertama yang hadir di Jakarta pada 1962 itu. Sekarang di sekelilingnya berdiri angkuh gedung-gedung yang berlomba untuk meninju langit Jakarta. Keluar dari perhentian bus, kaki diayun ke arah Tanah Abang.

Sebagai pejalan yang banyak perhitungan, lokasi strategis menjadi salah satu poin penting dalam memilih tempat untuk mencari inspirasi. Karenanya, Holiday Inn Express Wahid Hasyim, hotel keempat InterContinental Hotels Group yang dibuka pada November 2015 lalu menjadi tempat perhentian. Meski berdiri di tengah keseharian kawasan Thamrin yang disibukkan dengan hiruk pikuk kendaraan dan lalu lalang para urban tak membuatnya gerah. Senyum ramah dari petugas keamanan hingga sambutan hangat petugas di lobi menyejukkan siang itu. Setelah mendapatkan kunci kamar, langkah bergegas untuk bersegera menikmati kesenangan.

Saat petang, pemandangan dari jendela kamar yang menghadap ke perempatan Wahid Hasyim – MH Thamrin tak terlalu padat. Hanya beberapa gelintir kendaraan yang berlalu lalang, serta TransJakarta yang terlihat berlarian setiap sepuluh menit sekali. Di seberang Sarinah, lampu Djakarta Theater mulai berkedip mesra. Kututup gorden dan mengalihkan pandangan ke tempat tidur queen di tengah kamar yang tampak nyaman dibungkus dengan seperei putih. Ia melambai-lambai penuh godaan, mengajak untuk berlayar ke pulau impian. Tak ingin terlena, muka segera dibasuh dengan air hangat sembari menjerang air panas untuk menyeduh secangkir kopi hitam yang tersedia  di atas meja demi menghalau kantuk.

Ketika malam menjelang dan lapar mulai mendera, di sekitar hotel banyak tempat kuliner untuk memanjakan lambung. Berjalanlah sedikit saja ke Jalan Sabang untuk mendapatkan aneka makanan yang aromanya menggelitik ujung lidah. Bila ingin mencicipi rasa di dalam ruang yang berpendingin, pilihlah restoran atau tempat jajan di pusat perbelanjaan yang bertebaran di Sudirman – Thamrin. Kalau pun enggan untuk pergi jauh; pesan GoFood aja. Manfaatkan fasilitas WiFi gratis dan cepat yang dapat diakses dari lobi hingga kamar untuk tetap  berkegiatan dari dalam kamar. Beres kan?

Click to view slideshow.

Holiday Inn Express Wahid Hasyim
Jl K.H. Wahid Hasyim No 123
Jakarta 10240
Reservasi online: 1 803 011 3456

Bagaimana dengan sarapan? Jangan khawatir, meski namanya express, sarapan nikmat sudah termasuk di dalam harga kamar. Express Start bagi kamu yang ingin duduk tenang menikmati makan pagi dan bagi kamu yang terburu-buru; Grab & Go membantumu tetap menikmati  sarapan membungkus makanan pilihan untuk sumber energi. Kurang banyak? Di lobi tersedia camilan yang dapat dibeli dan dibawa berjalan atau  sebagai tambahan camilan bila waktunya dipakai untuk bekerja di kamar. Dua buah Mac  juga tersedia di lobi untuk berselancar jika kamu bosan bekerja di dalam kamar. Bagi yang sedang melakukan perjalanan bisnis dan mengharuskan untuk menginap beberapa hari, tersedia pula Self-Service Laundry untuk mencuci pakaian kotor yang bisa diakses 24 jam lengkap dengan peralatan untuk menyeterika.

Di Minggu pagi jika tak malas, bergabunglah dengan warga Jakarta menikmati car free day sembari berolah raga di sepanjang jalan Sudirman – Thamrin. Jangan lupa mampirlah ke beberapa destinasi wisata Jakarta yang ada di sekitar hotel seperti Monas, Museum Nasional, Museum Taman Prasasti, Senayan atau berwisata belanja di Grand Indonesia, Sarinah dan Tanah Abang. Semua tempat itu dapat dijangkau dengan berjalan kaki saja dari hotel. Bila ingin lebih jauh sedikit, bermainlah ke kota tua dengan menumpang TransJakarta. Kalau pun enggan untuk beranjak, manfatkanlah ruang kebugaran untuk menyegarkan badan.

holidayinn_wahid08

Sleeping not beauty

Karena akhir pekan ini hanya ingin diisi dengan bermalasan, pada sebuah pojok di lantai 8 Holiday Inn Express Wahid Hasyim, kaki dipangku, hati disenangkan dengan melahap lembar demi lembar buku kesukaan yang membawa angan melayang ke ujung Sumatera. Ingin menggali inspirasi yang perlahan bias? manjakan diri dengan kesenangannya, saleum [oli3ve].


Chez Bon: Kelana pada Sebuah Masa

$
0
0

Lelah menghantarkan kaki menyusuri kelap-kelip Bragaweg mencari satu kamar untuk beristirahat malam itu. Muda-mudi berpasangan keluar masuk kedai, tawa mereka pecah meretas malam. Musik pengantar keriaan berdentum dari sebuah kedai kopi yang tampak semarak. Di depannya, seorang perempuan muda tertunduk lesu. Mungkin dirinya sudah terlalu lelah menanti kekasihnya yang tak kunjung menjemput. Pada sisi kedai Kopi Oey kutemukan sebuah papan berkelip memberi harap akan tempat untuk merebahkan badan, Chez Bon.

chez_bon_03

Dipan untukku di Chez Bon

Satu kamar berukuran besar berisi delapan dipan susun ditunjukkan oleh seorang petugas yang berjaga malam. Serasa berada di dalam kamar asrama dengan dipan-dipan tinggi yang diatur berderet dan berhadapan sehingga masih ada ruang kosong di bagian depan pintu dan di antara dipan yang cukup lega utuk berlalu lalang.

Menurut lelaki berkulit putih yang bertugas di bagian penerimaan tamu, kamar berukuran kecil sudah penuh. Yang tersisa hanyalah ruang kamar ini. Aku tak terlalu menginginkan kamar untuk  bersendiri tapi ruang ini terlalu luas untuk dihuni sendiri. Entah membaca pikiranku, lelaki itu buru-buru menyahut sembari menyodorkan kunci kamar,”Nanti ada temannya tiga orang koq mbak yang tidur di kamar itu.” Kepada lelaki lain yang sedang menyesap kopi di ruang sebelah dirinya bersuara,”Jang, Large Room.”

Large room adalah kamar berkapasitas 16 orang, masing-masing penghuni menempati dipan bersusun. Kamar yang lebih kecil Medium Room memiliki tiga dipan susun atau dapat diisi oleh 6 enam orang sedang yang terkecil Small Room dapat dihuni 2 orang dengan satu dipan susun. Yang unik, kamar mandi dan toilet di dalam kamar hanya tersedia untuk Large Room, sedang kamar-kamar lain kamar mandi dan toiletnya di luar kamar. Meski Bandung dinginnya terkadang menggalau; setiap kamar di Chez Bon dilengkapi dengan AC.

chez_bon_04

Empat dipan yang rapi itu akhirnya hanya terisi 2 orang

Aku berpikir, bila gelap semakin pekat, akan bertambah sepilah jalan di depan hostel. Ternyata tebakanku kurang jitu. Saat bergegas ke gerai di seberang hostel untuk membeli sabun cair, kulihat semakin ramai pulalah mereka yang berkeliaran di jalan itu. Sebagian yang letih berjalan, berhenti sejenak mengistirahatkan tungkai kaki dengan duduk-duduk pada bangku yang berderet di sepanjang pedestrian.

Kamar yang sepi. Dipan-dipan yang bisu dan bunyi berderit saat dipannya diduduki menyambut hadirku. Sepeninggal si Ujang yang hanya mengantarkan hingga ke depan pintu, aku bersendiri memindai setiap sudut kamar dengan pikiran berkelana pada satu masa. Pada perjumpaan sesaat di pagi sebelum engkau beranjak dari Bethel yang menyisakan jejak yang terus membayangi setiap langkah. Sudah kusampaikan kesalku pada hari yang terlalu cepat bergulir tuk menahan gelap agar waktu bagi kita masihlah panjang untuk bercengkerama. Meski akhirnya, waktu jualah yang melerai perbincangan kita.

Setelah membasuh badan di kamar mandi yang luas dengan ubinnya yang dingin, aku hanya ingin lena dalam mimpi. Kunyalakan lampu baca di sisi atas dipan, membuka lembaran Jugun Ianfu yang menemaniku berjalan seharian ini untuk memancing kantuk. Entah jam berapa aku lelap, resahku sedikit terganggu ketika suara-suara perempuan yang kupikir keluar dari buku bacaan semalam yang hadir di kamar ini. Ternyata, mereka adalah tiga perempuan yang saling berkenalan karena perjumpaan di bilik Chez Bon.

chez_bon_01

Chez Bon! Wilujeng enjing, Bandung ;)

Berkunjung ke Bandung untuk tempo yang singkat mestilah mempertimbangkan banyak hal terutama waktu dan pilihan tempat untuk beristirahat jika mendadak malas pulang larut ke Jakarta. Waktu yang ada hendaknya dimaksimalkan dan diisi dengan keriaan yang bermanfaat bagi kesegaran otak.

Chez Bon
Jl. Braga No.45, Bandung , Jawa Barat 40111
Telp +62-22-4260600
Twitter @IdChezBon

Click to view slideshow.

Pagi hari usai berbenah, dengan semangat baru aku bergegas ke lantai atas untuk  menyiapkan sarapan. Setangkup roti selai kacang stroberi, telur mata sapi dan secangkir teh manis panas (yang suka kopi juga tersedia kopi yang siap seduh) menu sarapan yang tersedia pagi itu pun meluncur ke lambung. Chez Bon! Wilujeng enjing, kumaha damang? saleum [oli3ve].


Lupakan Hujan di Little Swiss

$
0
0

Semasa di bangku sekolah, saat ujung nama bulan mulai menyisakan BER, pertanda siap payung sebelum hujan. Namun hari-hari belakangan ini, dogma itu tak berlaku karena hujan pun enggan turun di hari seharusnya dia datang. Lebih sering, ia mendadak menjerit-jerit ketika hadirnya tak diharapkan.

Becek, alas kaki hingga badan kuyup, menuju tempat berllibur nggak nyaman, tak bisa leluasa berfoto bersama alam, tak dapat melihat pemandangan yang cantik dan ragam alasan yang membuat semua rencana bisa berantakan saat si hujan hadir. Benar apa betul? Berapa kali kau enggan berjalan ketika hujan ingin turut? Takkah ada inginmu sesekali mengajaknya serta, menemanimu mengisi hari?

museum satwa, museum di malang

Museum Satwa, Batu, Malang

Hujan datang kambing lari .. potongan bait yang sering dikumandangkan Ibuku semasa kecil dulu setiap kali hujan berlarian di pekarangan rumah. Aku bukan kambing, untuk apa berlari? Kalau mau libur ya berlibur saja, kenapa dirinya harus menjadi penghalang? Yang perlu kau pikirkan adalah, kemana dan dimana enaknya menikmati hari ketika bersama hujan.

Kesenangan mendapatkan tiket terbang murah dari Jakarta setelah menguyel-uyel si Wego, pagi ini aku kembali menyapa Paris van Oost-Java. Aku tak peduli pada hujan yang bergegas menyambut langkahku di Abdul Rachman Saleh. Kubiarkan derainya menyemarakkan pagi, mengajak kaki tuk berlari kecil mencari tempat berteduh sebelum dibuatnya kuyup.

Entah karena namanya atau memang seharusnya begitu, setiap kali menjejak di kota sejuk meski arti katanya nggak enak di kuping, Malang; hujan selalu menyapa hariku. Seharusnya, pagi ini aku berjalan ke Singasari menjumpai Gayatri. Tapi ingin itu harus mengalah agar hari tak berlalu tanpa makna. Hujan memaksaku, menyingkirkan sejenak keinginan berjalan di luar ruang dan memilih untuk menikmati ruang waktu.

Dari Parijs van Oost-Java, kuputuskan untuk melangkah ke lereng Arjuno dan Panderman. Ke kota peristirahatan para raja, De Kleine Zwitserland, Batu. Kamu pasti dapat menebak pilihanku tak jauh-jauh dari museum. Ya, iyalah … tiga tempat wisata yang dikelola oleh Jatim Park Group akan kulahap selama di Batu: Museum Satwa, Secret Zoo dan Museum Angkut. Tempat yang dapat dinikmati ditemani derai hujan tanpa khawatir dirinya kan membuatmu basah.

secret zoo, museum di malang, wisata malang

Secret Zoo, Batu, Malang

Sesuai namanya, Museum Satwa kan mengajak kita belajar menyelami dunia satwa lewat koleksi satwa yang didatangkan dari berbagai belahan duni seperti Brasil, Madagaskar, Amerika Selatan, Afrika, Australia, Papua New Guinea dan tentu tak ketinggalan dari kawasan Asia. Tak perlu kau sesali tak lolos casting Jurassic World karena di sini kau dapat berbincang aman dengan Tyrannosaurus dan Stegosaurus. Koq bisa? Karena semua koleksi satwa di sini telah diawetkan, jadi tak perlu khawatir diseruduk banteng, dililit ular atau disengat serangga berbisa.

Satwa-satwa itu dikelompokkan berdasarkan jenisnya, serangga yang merupakan hewan invertebrate (tidak bertulang belakang) menempati ruang Insectarium di bagian depan sedang kelompok hewan vertebrata (hewan bertulang belakang) seperti mamalia, reptil, aves berada di ruangan berikutnya. Tak usah khawatir bakal bingung di dalamnya, informasi yang kau perlukan tersaji di depan mata, tinggal kau serap ke dalam memorimu.

Untuk melihat satwa yang bergerak, berjalanlah ke Secret Zoo. Koleksi satwanya lucu-lucu menggemaskan daaaaan … hidup! Agar tak mengganggu pengunjung, mereka di tempatkan di dalam kandangnya masing-masing yang ditata sesuai habitat aslinya agar mereka betah. Burung-burung memiliki pohon untuk bermain, singa dan harimau memiliki pekarangan rumah untuk berkeliaran, ular punya sarang dan dahan untuk melilitkan tubuhnya, dan dengan beberapa satwa yang tak buas kita bisa berinteraksi langsung.

Ingatlah, hanya ada satu hal yang perlu kamu pahami ketika berada di dua tempat ini, waktu. Jangan salahkan dia saat dirimu terlalu asik bercengkerama di Museum Satwa dan Secret Zoo sehingga lupa untuk mere-charge energi dengan makan dan beristirahat yang cukup. Makanan bisa didapatkan di gerai makan yang ada di dalam kawasan wisata, tapi bila ingin menikmati kuliner Batu, carilah tempat makan yang bertebaran di sekitar sana. Sebagai penikmat museum, sepagi hingga sore kuhabiskan di dua tempat ini. Jadi, makan siang kesorean pun baru dijalani setelah puas berkeliling. Lalu, kapan berangkut ke Museum Angkut?

museum angkut malang, museum di malang, wisata malang

Museum Angkut, Batu, Malang (gambar : Laurentia Dewi)

Kadung sudah berada di Little Swiss, kenapa tak sekalian menikmati pergantian hari di sini? Tak ada salahnya memanjakan diri dengan menginap di penginapan. Ketersediaan kamar dapat kamu cek di hotel-hotel pilihan kota Batu. Saranku, nikmati liburannya saat yang lain sedang berkutat dengan pekerjaan di kantor, di hari biasa bukan di akhir pekan. Lepaskan semua lelah hari kemarin, beristirahatlah yang cukup. Esoknya, puaskan hari di Museum Angkut, menyusuri lahirnya ragam angkutan dan merasakan berada di kota-kota impian dunia.

hujan telah tiba
hujan telah tiba
horeee! horeee! horeeeee!

rengkuhlah tas dan payungmu
lupakan keluh kesahmu
libur telah tiba, libur telah tiba
hatiku gembira

keraton kasepuhan cirebon, keraton di cirebon, wisata cirebon

Anak-anak ini asik bercengkerama di bale-bale Keraton Kasepuhan Cirebon

Hujan tak akan menghentikan langkahku untuk berjalan. Usai dari Malang, aku telah menyusun langkah berikutnya menikmati Empal Gentong di Cirebon. Kembali hendak menyusuri jejak masa di Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Taman Gua Sunyaragi dan heiii! tust me, aku ingin belanja batik di Trusmi.

Jadi, kenapa rencana perjalananmu harus berhenti ketika musim penghujan? Tahukah kau, hujan pun anugerah Semesta yang dengannya engkau dapat berbagi rasa? nikmati saja. Saleum [oli3ve].


Rindu Jantho

$
0
0

Jantho tak pernah tahu dirinya telah lama divonis mati. Bahkan kembang-kempis paru-parunya tak teraba meski nadinya masih berdenyut mengalirkan darah ke bilik jantungnya.

jantho_08

Kembang Jantho

Jantho tak pernah tahu, sepinya akan dirindu karena pesona lekak-lekuk bebukitannya yang menggoda rasa tuk memeluknya.

jantho_02

Ini bukan Tembok Cina, bukan pula New Zealand

jantho_07

Selamat pagi Semesta, selamat pagi Jantho

Jantho tak pernah tahu, hijau padang dan hembusan napasnya membawa damai ke relung jiwa. Serenade yang merangkul asa tuk berbaring dan terbuai dalam peluk malamnya.

jantho_04

Selamat pagi bapak ibu petani

Tak pernah terpikir untuk menjumpainya, meski berkali langkahku menjejak di Nanggroe. Tak pernah terbayang kan menemuinya saat mentari setengah hati menghangatkan tubuhnya, hingga hujan melerai semua keterasingan itu.

jantho_03

Menikmati Jantho

jantho_01

Salam rindu Jantho

Keterasingan yang membuatku tersadar: Jantho adalah bebukitan yang padanya asaku bertunas, rinduku berakar; surga yang tak kau sadar bernapas di dalamnya, saleum [oli3ve].


Perempuan Pengutip Kerang

$
0
0

Aku mematung di ujung Indra Patra, memandang mentari beranjak memunggungiku. Dia mengijinkanku menyaksikan senja mencumbui cakrawala, menghantarkan desah binarnya memancarkan rindu pada tembok-tembok bisu yang padanya kaki kujejakkan. Ini kali pertama dirinya membiarkanku menikmati kemesraan senja, setelah berkali harapku pupus dilerai derai hujan.

benteng indra patra, sejarah benteng di aceh

Bagian belakang Benteng Indra Patra

Pikirku, mungkin ini hari yang istimewa. Atau … sapa rindu penebus kesalahan setelah melewati hitungan tahun untuk kembali menjejak di sini. Entahlah, aku tak ingin berdebat. Aku hanya ingin menikmati senyum puas senja, usai memagut-magut setiap jengkal benteng yang telentang di hadapannya. Mencoba memindai setiap gerak-geriknya, tuk kuceritakan bila nanti kita berjumpa. Entah kapan. Menebaknya aku meragu. Hanya jejak yang kutitipkan di gerbang Indra Patra dengan sejuta asa kupasrahkan pada sang waktu.

Aku iri pada perempuan-perempuan di luar benteng, yang bebas melepas tawa sembari mengais-ngais lumpur dari dasar parit yang mengelilingi Indra Patra. Bayangkan, pada masa jayanya, pastilah parit itu sebuah sungai deras yang tak mungkin mereka duduki dengan santainya sembari berkelakar. Karena masa itu, ada dua gerbang yang berdiri di antara aliran airnya. Yang tak memungkinkan mereka untuk melintas sesuka hati. Gerbang terdepan, adalah gerbang yang menuju ke laut lepas, sedang gerbang di belakang adalah gerbang untuk memasuki benteng. Pertahanan berlapis yang dibangun untuk melindungi seisi gampong dari gempuran Portugis dan bangsa asing yang datang dari Selat Malaka pada masa Kerajaan Lamuri.

benteng indra patra, sejarah benteng hindu di aceh, benteng di aceh

Sungai yang melintang di depan benteng

Indra Patra berdiri semasa Hindu merambatkan akarnya di Tanah Rencong. Negeri yang dipuja sebagai Serambi Mekkah yang akarnya berasal dari tiga benteng pertahanan yang dikenal sebagai Aceh Lhèè Sagoë: Indra Puri, Indra Patra dan Indra Purwa. Dari tiga mukim inilah kemudian muncul Kerajaan Aceh Darussalam.

Kupandangi perempuan-perempuan itu yang sekejap menghentikan candanya, mengalihkan perhatian meski tangan-tangan mereka tetap lincah mengais lumpur dan memandangku penuh tanya.

Saleum Cut Kak, peu haba?
Saleum, adek dari mana? $@# … bla … bla .. bla ..,” bahasa planet yang membuatku hanya tersenyum setelah melontarkan kata Jakarta.

Mereka mengutip kerang di waktu senggang antara pagi hingga siang ketika lelakinya berangkat untuk bekerja dan anak-anak mereka berangkat ke sekolah. Serta di petang hingga jelang maghrib. Kerang – kerang yang terkumpul, dibersihkan lalu dijual ke pasar sebagai tambahan biaya lauk serta apa pun yang bisa dibeli dengan uang itu untuk keluarga di rumah.

pemetik kerang, benteng indra patra, benteng di aceh

Perempuan-perempuan yang bersetia mengutip kerang di belakang Benteng Indra Patra

Tak banyak yang didapat Dek, cukup tuk tambah biaya di dapur.”

Jika beruntung, dalam sekali berendam, mereka dapat membawa pulang sekaleng susu kerang yang telah bersih dan siap dijual ke pasar dengan harga Rp 8,000,-. Di hari Sabtu dan Minggu, saat benteng banyak dikunjungi pelancong, perempuan-perempuan itu menggunakannya untuk berjualan makanan kecil dan minuman ringan.

Sebulan berselang, aku kembali ke Indra Patra. Di pagi saat matahari masih malu-malu mencumbu bumi, aku berjalan ke belakang benteng mencari perempuan-perempuan yang bersamanya kami pernah berbagi senyum. Hanya seorang yang kujumpai di sana, asik bersendiri, berendam di dalam sungai. Dirinya melarikan diri sesaat setelah menghantarkan anak perempuannya ke sekolah demi sekaleng kerang yang padanya dia berharap, ada sedikit tambahan uang yang kan membuat seisi rumah tersenyum memandang sajian di atas meja yang bervariasi. Tangannya dibungkus sarung tangan tebal. Mencoba melindungi jemari dari gesekan kulit kerang yang tajam meski tak urung sekali dua kali tangannya tergores karena ujung-ujung sarung tangannya sudah sobek.

benteng indra patra, sejarah benteng di aceh

Ibu yang bersendiri mengutip kerang pagi itu

Berbincang dengannya, mengingatkanku pada obrolan senja yang membuatku hanya tersenyum tak mengerti apa yang mereka sampaikan.

Belajarlah kau bahasa Aceh, kakak ini orang Aceh tapi kau kan yang tahu jalan, Live. Kalau jalan sendiri, tahulah kau berbincang dengan mereka.

Beruntung senja itu, kak Yasmin yang menemani berjalan setelah dirayu-rayu mau juga menjelaskan dengan runut kisah yang membuatku hanyut. Tentang sodet yang bisa mampir ke wajah, menjadi senjata untuk melawan ketika lelaki mereka hanya bisa memuntahkan amarah saat tak ditemuinya apa yang mereka harapkan terhidang di meja makan. Tentang mulut yang kan tetap terkunci rapat, meski sakit terasa hingga ke ulu hati. Tentang kerelaan mereka untuk berbagi waktu mencari tambahan biaya meski hasilnya tak selalu menyenangkan. Bertumpu pada aliran sungai di belakang benteng dengan harap masih banyak kerang-kerang yang tersasar terbawa arus ketika pasang.

Setengah baskom kecil kerang telah dikumpulkannya, namun itu belumlah cukup.

Harus dibersihkan Dek, tak ada yang mau jika masih terbungkus kulit dan terlihat kotor seperti ini.”

benteng indra patra, sejarah benteng di aceh

Parit (dulunya pasti sungai lebar) di belakang benteng Indra Patra, Aceh

Besar perjuanganmu Cut Kak. Kutinggalkan perempuan itu menikmati kesendiriannya, sembari menanti waktu anaknya bubar sekolah, dia bersetia mengais lumpur mengumpulkan kerangnya. Kuteruskan langkah, memanjat benteng di belakang, untuk menyapa Seulawah.

Di dalam benteng, kujumpai seorang perempuan yang asik bersijingkat, memainkan ujung-ujung sepatunya, meliukkan badannya ke depan dan ke belakang. Tangannya menari mengikuti irama kakinya berlari, di tempat engkau pernah hadir dan diakui keperkasaanmu. Di tempat kupijakkan kembali kaki yang sempat enggan untuk diayun.

IBU, aku pulang
pulang untuk menghirup wangi tanahmu,
pulang untuk mereguk helaan napasmu,
pulang untuk memeluk asamu,
pulang untuk menyelami energimu,
pulang untuk menyapa generasimu,
pulang untuk kembali melangkah

Betapa syukurku padaNYA yang masih memberi kesempatan untuk menikmati sapa mesra mentari pagi dan senja di negerimu. Di tempat generasi masa masih terus menata asa, meski pendar asamu redup di mata rasa. Selamat hari IBU, saleum [oli3ve].

Tulisan bertema #InspirasiIBU ini di #HariIbu, Selasa, 22 Desember 2015 ini adalah posbar dengan teman-teman TravelBloggersIndonesia. Tulisan lainnya bisa dinikmati dari:


Pada Sebuah Pertemuan

$
0
0

Tenda yang berdiri sepi. Di hadapan meja panjang yang ditinggal sendiri, lelaki berambut ikal memutih duduk bersendiri menikmati makan kesiangan. Satu suapan terangkat dari piring, dinikmatinya sembari menerawang. Entah apa yang bergulir dalam pikirannya.

Dari gerbang depan, seorang lelaki lain berjalan tertatih menghampirinya. Sesaat, mereka berpandangan dalam diam. Sebuah pelukan dalam senyap, rangkulan pelepas rindu, meluruhkan rasa. Sesaat yang mengharukan, yang mengungkap berjuta rasa dan kenangan yang lama tersimpan dalam memori. Lima puluh tahun lalu, saat emosi jiwa masih meletup-letup, bersama mereka mengisi hari dengan semangat merangkai cita.

guru sma kristen rantepao

Mereka yang banyak berjasa membentuk diri

Dua lelaki di jelang senja, yang pernah melewatkan masa muda bersama, kembali bersua pada sebuah pertemuan di tempat mereka pernah merenda asa. Sesaat. Ya, sesaat yang membuat sudut mata memanas menyaksikan pemandangan tak biasa dari kisi-kisi jendela ruang kelas yang pada satu masa, di dalamnya kita pernah berbagi rasa. Ketika soal-soal ujian diperhadapkan di depan mata, dan kita hanya bisa memandangnya dengan beragam rasa karena semalam tak sempat membaca ulang pelajaran yang catatannya entah hilang kemana.

Di ruang yang sama, dua hari sebelumnya ketika senja menjelang, seorang lelaki lain yang tetap bugar di jelang senjanya, dengan mata berbinar berbagi kenangan masa kala diperhadapkan pada kenyataan: PENDIDIKAN yang didamba samar di depan mata. Bagaimana hendak melanjutkan cita bila sekolah yang ada tak menerima diri untuk melanjutkan pendidikan?

Satu kenyataan yang menggerakkan hati yang terpanggil untuk membuka ruang kelas meski harus menumpang pada sebuah gedung pertemuan. Di belakang asrama dimana kenangan perjalanan masa banyak terserap pada dinding-dinding bisunya yang telah habis dihancurkan paksa oleh ego dan arogansi, menyisakan tiang beton yang bisu tak tahu hendak berbuat apa. Jangan sedih, meski pedih diam-diam merambat di hati melihat kenyataan di depan mata. Bersyukurlah karena kenangan itu akan tetap tersimpan dalam album kenangan yang tak akan pernah usang, simpanlah yang menyejukkan jiwa di dalam hatimu yang lapang.

Hingga satu masa engkau kan dapat menjawab setiap tanya yang mengemuka: Apa yang akan kamu lakukan bila waktu mengijinkanmu melangkah kembali ke satu tempat dimana kenangan pernah dirangkai, ribuan mimpi pernah disemai, dan janji-janji surga ditabur? Akankah debaran itu masih ada? Ataukah tumpukan kecewa yang kan kau bawa tuk bersua dengan sahabat lama, dengan dia yang pernah pernah lekat di hati, atau dengannya yang pernah menorehkan luka di hati?

Akankah buroncong yang pernah kita bagi bersama sebagai menu makan pagi sebelum berangkat ke sekolah masih kita jumpai setelah melewati masa? Akankah deppa kakau, masih merekatkan tepung-tepung kenangan dalam manisnya rasa yang akan selalu dikenang bersama?

reuni_sma02

Jumpa idola, duo penggemar kata yang senang memainkan rasa :)

Ketika usia tak membatasi kita untuk melangkah bersama ke tempat ini, yang membuat kita sejenak lupa diri bahwa di antara kita pun sebagian mulai menapak ke masa senja. Ketika hentakan musik yang pernah meliukkan tubuh pada pertemuan-pertemuan masa muda, ketika jemari tak selentik dulu lagi untuk menari, ketika api semangat yang mempersatukan hati di sini, jarak tak lagi menjadi menjadi pembatas. Yang ada hanya rasa yang lebur dalam derai tawa, dan tetes-tetes air mata bahagia yang ungkapkan rasa betapa pertemuan ini sama kita damba.

terpujilah wahai engkau ibu bapa guru
namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
s’bagai prasasti terima kasihku
tuk pengabdianmu

engkau sebagai pelita dalam kegelapan
engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa

Entah sudah berapa lama kita tak melantunkannya, mungkin pula kita sudah lupa rangkaian kata demi kata yang merangkai syairnya. Namun, semangat dan kesatuan hati yang menggerakkan setiap lidah untuk berujar terima kasih dan berbagi pelukan dengan mereka yang pernah dan akan selalu kita hormati. Mereka yang mungkin pernah kita maki karena lalai pada diri, mereka yang tetap bersetia mendidik meski harus berhadapan dengan jiwa-jiwa muda yang kadang lupa diri. Mereka yang tak bisa kau pungkiri, telah menempamu menjadi seorang yang memiliki arti.

Kedua lelaki di jelang senja itu, kembali diam. Meski tak banyak kata yang terucap, dalam diam rasa itu mengalir lewat senyum dan binar mata yang saling menyapa. Terlalu banyak kenangan yang ingin diungkap, pada pertemuan sesaat yang membuat mereka kehilangan kata.

Click to view slideshow.

Dalam diam, seorang lelaki di ujung senja mendekat. Tongkat di tangan membantunya melangkah tegak. Meski hasrat ingin berlari, kaki hanya diam tak mampu bergerak. Dan perjumpaan haru itu kembali terurai antara guru dan siswa yang kini bersama menyambut senja memberi kesempatan kepada generasi masa untuk teruskan langkah yang telah mereka lewati.

Untuk setiap petuah yang pernah masuk di kuping kiri dan melesat keluar di kuping kanan, untuk setiap canda yang pernah kita tebar bersama, untuk sepatu yang pernah melayang dan kapur tulis yang beterbangan di ruang kelas, untuk setiap proses yang pernah kita jalani bersama; padamu bapak ibu guru kami berterima kasih, saleum [oli3ve].



MerinduMU Menyapa Pagi

$
0
0

Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony – [Mahatma Gandhi]

Pagi yang dinanti itu datang juga. Sebait syukur dipanjatkan padaNYA yang selalu setia menuntun langkah dan tak pernah bosan menyayangi jiwa. Di pagi yang dinanti itu; kembali tersungkur dalam diam. Berterima kasih masih bisa menghela napas, memenuhi rongga paru dengan udara pagi dan diberi kesempatan untuk melihat dunia.

Berkemas. Sebuah pertemuan telah disepakati dari beberapa bulan sebelumnya. Pertemuan yang waktunya telah berkali-kali berganti karena kesibukan yang menyertainya. Percaya, tak ada yang terjadi secara kebetulan. Di antara kesibukan itu, diberinya kita kesempatan untuk menyiapkan hati menyambut pertemuan ini, bukan? WaktuNYA tak pernah terlambat, meski harus melewati proses penantian panjang yang terkadang melelahkan dan mulai membosankan.

Kubuka gorden kamar di lantai tiga hotel tempat melepas penat beberapa jam lalu. Di luar masih terlalu gelap. Hanya ada cahaya lampu dari tiang-tiang listrik yang berderet di sepanjang jalan melingkar di belakang sana serta pendar lampu yang ditinggalkan sebuah motor yang melaju perlahan. Aaah, aku yang terlalu bersemangat pada pertemuan ini. Hampir lupa, pagi ini terbangun di ujung barat Sumatera. Di tempat matahari bangun berlambat-lambat.

Benteng Inong Balee, Benteng Malahayati, Laksamana Malahayati

Benteng Inong Balee, Aceh Besar

Bosan mondar-mandir di dalam kamar, aku bergegas turun ke lobi. Bang Nausa berkabar sedang bersiap untuk menjemput ke hotel. Setelahnya, kami baru akan menjemputmu di hotel yang lain. Lucu juga, harusnya kita bisa mengatur waktu agar berada di satu hotel. Tapi ya itu tadi, kesibukan membuat kita disibukkan urusan masing-masing dan baru benar-benar berbagi kabar setelah menjejak di negeri ini.

Lobi masih sangat lengang. Duduk menanti jemputan, kuedarkan pandangan ke sekeliling. Sesekali kusambut sapaan pagi petugas yang melintas di lobi. Sebelum lupa, ijinkan aku untuk memuji para pekerja di hotel ini. Dari petugas yang menyambut di lobi, vallet service, penerima tamu, room boy, hingga manager-nya mengingat nama tamu yang masuk jelang pergantian hari dan pagi buta sudah duduk bersendiri menanti jemputan di lobi dengan mata setengah tertutup. Takjub! meski hotel penuh dengan tetamu yang lain, mereka melafalkan nama si tamu ajaib ini dengan baik dan benar.

Setahun lalu rasanya hanya mimpi. Ketika isengku kumat dan dirimu menanggapi setiap pesan yang kutitipkan tanpa merasa terganggu. Maka kupikir, ini bukan suatu kebetulan. Kupercayakan saja pada waktuNYA, apa yang kan terjadi. Pun masih seperti mimpi saat senja kemarin kita bersua di Nanggroe. Di tempat semangat itu adalah magnet yang menarik-narik kita sampai di sini.

Pagi masih lengang, kita berkendara meninggalkan pusat kota. Kembali menyusuri jalan yang kemarin telah kususuri, namun tak pernah ada bosan untuk melintasinya lagi. Di Ujong Batee aku merindu, pada sapa mentari yang menyembunyikan senyumnya. Seperti berjalan pulang ke rumah, ke tempat yang lekak-lekuknya telah melekat dalam memori.

Oh, ya bukankah ini perjalanan pulang? Pulang bersama memenuhi panggilanmu? Pulang ke tempat engkau menyatukan semangat untuk bangkit dan melawan segala bentuk ketidakadilan. Di tempat kaki ini tak pernah bosan untuk menapaki setiap jengkal tanahnya. Di tempat untuk kesekian kalinya aku memandang ujung cakrawala, di pagi yang tetap diam dan kau masih saja memilih mengamati setiap tingkah kami dari kejauhan.

Benteng Inong Balee, Benteng Malahayati, Laksamana Malahayati, Inong Balee

Jejak yang tersisa di Benteng Inong Balee, Aceh Besar

Setelah semua lelah panjang ini, aku hanya ingin berdamai dengan hatiku. Semoga tak lagi lari dari harapmu, padaNYA aku berserah … BAPAku, tanpaMU, aku bukan siapa-siapa.

ENGKAU ada bersamaku
di setiap musim hidupku
tak pernah KAU biarkan kusendiri
kekuatan di hidupku
hanyalah bersamaMU
tak pernah kuragukan KasihMU

bersamaMU BAPA, kulewati semua
perkenananMU yang teguhkan hatiku
ENGKAU yang bertindak memberi pertolongan
anugerahMU besar melimpah bagiku

Biarlah kembali meleleh di pagi ini, untuk sebentuk hati yang memilih jalannya sendiri kala teringat pinta yang tak pernah bosan kuungkap padaNYA. Pinta yang berulang di pagi tadi: ingin memelukmu sebelum harapku berakhir. Aku merindumu saat pagi menyapa bumi. IBU, aku … ah, kami pulang. Jalan di depan masih panjang, bergandengan kita nikmati harmoni alam, untukmu IBU dan Nanggroe aku bersetia, saleum [oli3ve].


Pieter de Bruijn

$
0
0

Matahari hanya diam, ia memandangiku dengan muka ditekuk-tekuk. Belumlah waktunya makan siang, namun dirinya tampak sudah terlalu lelah dan hendak menangis saja. Harusnya yang tersedu si Darlang, yang berdiri tanpa kepala di depanku. Kepalanya hilang entah kemana. Aah, keterlaluan sekali mereka yang tega memisahkannya dari si empunya badan. Beruntung aku melihatnya di saat matahari masih ada, sehingga tak perlu khawatir berlebihan saat menjumpainya menyendiri di sudut kerkhof.

Apa yang membuat orang menghancurkan jejak masa, sebuah karya yang seharusnya bisa dinikmati oleh generasi yang lahir jauh setelahnya? Uangkah? Kebanggaaankah? Kepongahankah? Atau kebencian?

Pikiranku sedang berputar-putar memikirkan semua itu ketika lelaki di depanku ini mendadak muncul dari belakang Darlang. Lelaki berkulit hitam, yang sorot matanya tajam, yang raut mukanya terlihat bersahabat meski tampak kikuk berhadapan dengan orang yang baru dijumpainya.

Tanya dalam pikiranku pun bertambah: Siapa gerangan lelaki ini? Menapakkah dia, melayangkah dia saat melangkah ke tempat ini? Bila dilihat dari posisi tapak kaki yang hanya beberapa centimeter di depan ujung kakiku, alas kasut yang membungkusnya menjejak rapat di atas tanah tempatnya berdiri.

BAPA, bentengi aku dengan pasukan malaikatMU. Hanya padaMU aku berserah, KAUlah perisai dan sumber kekuatanku.

Tepat saat aku usai merapalkan kata-kata sakti dalam hati, gemuruh menggelegar dari langit. Terbatuk-batuk dia. Apa pun yang akan terjadi, aku percaya, DIA tak pernah diam. Jika diriku bisa kembali menjejak di sini karena seijinNYA, maka aku yakin semua akan baik-baik saja. Aku pun berserah, jadilah kehendakMU.

F. Darlang, kerkhof peutjoet, kuburan belanda di banda aceh

Monumen F. Darlang di Kerkhof Peutjoet

Kupeluk Onye erat-erat, bersiaga bila orang asing ini bertingkah mencurigakan. Setidaknya, di dalam saku Onye ada payung ajaib yang memiliki tombol otomatis untuk mengembangkan dan melipat payungnya. Itu bisa menjadi senjata untuk bela diri.

Erhmmm, maaf membuatmu kaget.” sapanya memecah senyap.
Udah sering koq dikagetin, cuma ya kaget,” aku berbohong kecil dengan menarik bibir agak melebar sembari membenarkan letak kaca mata yang ikut melorot karena gelisah. Semoga dia tak pandai memindai tanya dan rapalan yang berlangsung di dalam hati dan pikiranku.
“Sekali lagi maaf, nama kamu siapa?” dia menyodorkan telapak tangannya.
Bintang.”
Bintang, hmm … nama yang indah.”
Teurimong gaseuh, eehm maaf abang mmm … ”
Pieter.”
Eh, iya bang, Pieter? nama yang aneh untuk orang Aceh.”
P-I-E-T-E-R, tanpa bang. Nggak boleh orang Aceh menggunakan nama itu?”
Bukan gitu bang ..upz .. uhm Pieter, hanya tak biasa.”

Kembali sedikit tarikan bibir dengan mata dicelikkan kuberikan yang membuat seulas senyum malu-malu terlihat sekilas pada bola mata lelaki yang telah mengusik kesendirian. Kulit hitam mengkilat yang membungkus badannya, setidaknya itu yang terlihat pada sepanjang lengan hingga punggung tangannya. Raganya bisa diraba, kulitnya lembut, terasa saat bersalaman dan tak dingin. Jadi, siapa lelaki ini?

Sadar dirinya diamati dengan seksama, tawa lepas Pieter membuatku undur beberapa langkah saking kagetnya,”Hahahaha .. kamu pikir aku hantu?”

Bisa jadi. Hanya aku di sini dan kamu mendadak muncul dari tempat yang sedari tadi senyap.”
Dan dari tadi, aku pun memperhatikan kamu hanya berkeliaran di sekitar kerkhof, perlu bantuan untuk mencari sesuatu yang hilang?”
Nah yaaa … siapa yang berkeliaran dengan siapa? Nggak ada yang hilang yang perlu dicari, hanya seujung kenangan yang hendak diasah
A philosophy?” Pieter mengernyitkan kening, mencoba memahami rangkaian kata yang meluncur sesuka hati dari bibirku.
Pengakuan diri, aaah … entahlah.”

Peutjoet bagiku bukan sekadar tempat perhentian terakhir yang mendadak harus dikunjungi kala waktu mengantarkan langkah menjejak di Banda Aceh dan jam terbang masih tersisa banyak namun tempat lain terasa jauh untuk dijangkau. Peutjoet bukan pula sekadar hamparan nisan-nisan bisu yang tak pandai berkisah. Ia adalah kumpulan kisah tak tersampaikan dari mereka yang pernah ada dan tertidur di tempat ini.

Wouww … baru kali aku mendengar pernyatan tentang kerkhof yang indah.”
Tadi namaku kau bilang indah, sekarang kerkhof kau bilang indah. Jadi, menurutmu semua indah ya bang?

Dia hanya tersenyum. Dan senyum itu hanya terpancar di matanya. Aaah, lelaki Aceh. Senyummu membuat seribu tanya kembali berkeliaran di pikiranku.

Apa yang akan kau sampaikan pada calon pengantinmu yang telah bersiap jauh-jauh hari ketika hanya tubuh kaku berlumuran darah yang dibawa pulang ke hadapannya pada hari yang sakral itu? Sanggupkah kau menatap langkah lunglai dan lelehan air mata yang tiada terbendung darinya yang sangat kau cinta? akankah kau mencoba bangkit merengkuhnya kala ragamu tak lagi mampu untuk menjangkaunya? Esok hari berbahagia yang kau nanti, namun malam ini engkau harus pulang menghadapNYA. Tak ada yang bisa melawan waktuNYA.

Sampaikan pada ibuku, telah kuberikan yang terbaik ...”
Pieter … kamuuuuu …” suaraku tersekat dalam kerongkongan. Tangan kokoh Pieter mencengkeram pergelangan tanganku. Ditariknya aku melangkah, menyusuri jalan setapak dari ujung kerkhof. Aku menurut bak kerbau dicucuk hidung mengekor di belakang langkah-langkah panjangnya. Oh maaaak, kesalahan apa yang telah kubuat hingga lelaki ini menggeretku seperti ini? dan, kenapa aku hanya pasrah??

Bukkkk!
Aduuuuh! hati-hati woi, yang kamu geret-geret ini orang bukan kerbau!” tubuhku menabrak tubuh Pieter yang mendadak berhenti pada sebuah pembaringan sepi. Kucoba memindai setiap jengkal kerkhof yang tertangkap pandangan. Tak tampak lagi para pekerja yang tadi bersenda gurau di sisi kanan taman perhentian. Di atas sana, rombongan awan bergegas dalam kumpulan kelabu. Tinggallah aku dan lelaki ini yang sedang menyelami pikiran kami sendiri, siapa dirinya yang kini berdiri di sisi dan kenapa bertemu di sini? Aku sedang bersiap untuk berlari ke gerbang melihat langit semakin gelap ketika suara Pieter memecah sepi.

Bintang, apa yang kamu ketahui dan ingin ketahui tentang dia yang terbaring di sini?”

Ohhh, rupanya ada yang hendak main tebak-tebakan tatkala langit bersiap untuk menumpahkan bebannya. Ingin bersegera beringsut dari sana, aku berjalan berputar untuk menemukan pesan yang tertulis pada perhentian yang di depannya kami berdiri.

Hier Rust H.P. de Bruijn … kubaca lamat-lamat tulisan besar-besar pada pembaringan itu sembari mengusap-usap kening yang terkejut membentur punggung Pieter.

De Bruijn? Dia pergi sehari sebelum pernikahannya, di usia yang menjanjikan dengan masa depan cerah yang menantinya. Pergi sebagai seorang kesatria, the blood fingers. Kukatakan tadi, tak ada yang sanggup melawan waktuNYA. Umur adalah rahasia TUHAN, kau tak dapat menawarnya.”

Bloedvingers (the blood fingers), nama yang disematkan pada keberanian anggota pilihan Korps Marechaussee atau Marsose, pasukan infantri yang memiliki mobilitas tinggi dan dibentuk pada masa pemerintah Hindia Belanda. Personilnya adalah mereka yang tersaring dari berbagai kesatuan Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL), pribumi atau pun Eropa. Satu divisi pasukan terbagi dalam dua belas brigade. Masing-masing terdiri atas 18 – 20 orang serdadu Ambon, Jawa dan ya beberapa di antaranya Afrika; dipimpin oleh seorang sersan Eropa dan kopral Indonesia. Pada 1890, pasukan pertama ini dipersenjatai dengan bedil (karaben), klewang, rencong dan senjata tradisional lainnya diterjunkan pertama kali di Aceh. Pada masa itu, klewang adalah senjata yang paling ditakuti. Mereka berhasil memukul mundur pejuang Aceh dan menangkap salah satu panglima Aceh, Teuku Umar.

Sehari menjelang pemberkatan pernikahannya, de Bruijn ditugaskan menyusuri pantai Barat Aceh, Seunagan. Pangkatnya letnan satu, ia tak dapat menampik tugas untuk mendampingi H.J. Marthels, pimpinannya. Ia mengenakan seragam yang diujung kerahnya tersemat lambang yang disegani, jari-jari yang berdarah, the blood fingers. Mereka berangkat mengejar Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem serta pengikutnya. Pada 11 Juli 1902, kegemparan terjadi di Ulee Lheu. Sebuah kapal mendekat ke pelabuhan. Sauh dibuang, ia merapatkan badannya agar tak jauh jarak bagi mereka yang hendak beranjak ke daratan menjejakkan kakinya. Tubuh-tubuh kaku dengan luka menganga, sebagian tertutup darah yang mulai mengendap dan beku, satu-satu diturunkan. Dendang pelipur lara dikumandangkan, menyambut mereka yang telah berpulang.

Di Meuligo, tempat kediaman Gubernur Aceh, Jenderal van Heutsz, di Kutaraja; sebuah perhelatan agung telah dipersiapkan. Hanya menanti kedatangan calon mempelai pria kembali dari medan perang. Calon mempelai perempuan, puteri J.P. Meyer, menunggu penuh harap kehadiran sang pujaan hati. Belumlah sampai ke kupingnya, calon mempelainya ada di Ulee Lheu, terbujur kaku. Sebatang tombak telah merobek perut, menembus hingga ke punggungnya. Sabetan klewang meninggalkan luka melintang pada sekujur tubuhnya. Di hutan Seunagan, dirinya menghembuskan napas terakhirnya, dengan sebuah pesan untuk sang ibu.

Pieter, apa yang membuatmu menyeretku ke tempat ini? adakah dia memiliki kisah lain yang ingin kau bagi untukku?
Henrie P-I-E-T-E-R de Bruijn, dia pergi dengan segala cinta yang tersimpan di dalam hati untuk seorang perempuan yang sangat dipuja namun tak sepatah kata perpisahan ditinggalkan untuknya. Pula rasa bangga telah berbakti pada negeri dan memberi yang terbaik walau harus berpisah dengan yang dikasihi. Meski tak sempat terucap, hatiku pergi bersamanya. Aku mencintainya. Sampaikan padanya, aku mencintainya.

Lelaki di depanku mendadak kejang, seperti ada yang meninggalkan raganya. Oh maaak drama apa lagi ini? Kutengok langit semakin kelabu, membuatku kalut. Aku tak ingin tertahan di sini dengan seorang lelaki kejang-kejang bak terserang ayan dengan bola mata berputar seperti hendak meloncat dari dalam kelopaknya. Tubuhnya panas. Kucoba mengembalikan kesadarannya, kuguncang bahunya sekuat tenaga. Tepatnya, meninju badannya berkali-kali yang membuatnya semakin melotot, dan melompat-lompat, berusaha menghindar dari serangan tinju bertubi-tubi ke tubuhnya.

kerkhof peutjoet, kuburan belanda di banda aceh

Kerkhof Peutjoet, tempat bertemu mereka yang banyak menyimpan cerita yang tak tersampaikan

Kamuuu … hei, apa-apaan ini?”
Pieter, aaah syukurlah kirain kamu tadi kerasukan.
Pieter? ah maaf, pasti ada yang keliru.”
Keliru? Kamu masih ingat kan nama kamu? P-I-E-T-E-R, begitu tadi kamu mengenalkan diri.” Mukanya berkerut, dia bingung, berkali digaruknya kepalanya yang tampak tak gatal tapi terpaksa digaruk untuk mengurangi kikuk. Lama kami hanya diam di bawah langit yang semakin gelap.

Namaku bukan Pieter, aku Wenda. Kamu siapa?” dia kembali memecah sepi.
Hahahaha … eh bang, jangan mulai bercanda. Kita sedang di kuburan!”
Aku nggak bercanda, Teuga Bentara Wendrana, panggil saja Wenda. W-E-N-D-A” dia menjulurkan tangan mengajak berkenalan sambil memonyongkon mulut melafalkan namanya sendiri.
Dari tadi kita berbincang, dan kita sudah berkenalan. Namaku Bintang.”
Bintang, nama yang indah, sayang langit sedang mendung. Hmm … maaf aku benar-benar lupa apa yang baru saja terjadi, aku seperti melayang.”
Sudah kuduga, tak ada orang Aceh yang memiliki nama Pieter. Baiklah, aku bantu kamu mengingat kejadian yang sesaat membuatmu lupa.”

Aku bertemu Pieter, Wenda atau siapalah dirinya, di depan monumen Darlang. Andai Darlang bisa berbicara, mungkin kepalanya yang entah lenyap kemana akan kembali melayang dan mengangguk membenarkan. Pieter muncul tiba-tiba saat aku sedang bingung memikirkan siapa gerangan yang tega memenggal kepala Darlang? Di tempat yang tak menarik untuk disusuri, dari semak-semak di pojok kerkhof itu Pieter menampakkan diri.

Jadi, kamu manusia apa bukan?”
Tadi kurang puas mukulnya? Silakan cubit sekeras yang kamu inginkan atau injaklah kakiku sekuat tenagamu,” Wenda bercanda sembari menyodorkan tangan kanannya dan memajukan kaki kirinya selangkah ke hadapanku. Aaah, lelaki Aceh. Dingin saat kamu tak mengenalnya, tapi lihatlah mata lelaki ini yang kembali tersenyum di balik sikapnya yang sedikit kikuk menutupi kekakuannya.

“Aku tadi sedang berdiri di sini saat melihatmu berjalan dari depan pelataran Meurah Pupok. Tak asing kau dengan tempat ini? Berani benar berkeliaran seorang diri, tak kau lihat tadi serombongan lelaki pekerja di Kohler Laan? Tak khawatir dicandain?

Aku hanya tersenyum menanggapi rentetan tanyanya. Bukannya menjelaskan kenapa dia tetiba muncul di depan Darlang, malah berputar-putar ke tempat Kohler. Hingga langit pun tak kuasa menahan sedihnya. Butiran air satu-satu menetes dari matanya, perlahan dan pasti langkah mereka berkejaran rapat-rapat menggapai bumi.

Wen, hujan.”
Gerimis.”
Wenda, hujaaaaaan!” tak peduli baginya itu masih gerimis, aku berlari sekencang-kencangnya menggapai gerbang kerkhof. Wenda menyusul dengan napas tersengal dan muka sedikit pucat. Kusorongkan botol minum, dirinya pasti haus setelah tubuhnya dipinjam Pieter.

***

Sebuah cerita yang terinspirasi dari obrolan kedai khupi, pertemuan dengan bang Wenda, Teungku Safrudin,”aduh abaaaang, kenapa pula telpon-telpon aku terus?” serta abang-abang yang pagi itu berkumpul dan hanya melempar senyum saat aku hilir-mudik di kerkhof Peutjoet. Kalau ceritanya terpotong, itu memang sengaja untuk memancing rasa ;). Mungkin satu saat akan berkembang menjadi sebuah kisah yang panjang. Semoga, saleum [oli3ve].


Kedai Interkom Cut Kak Pipi

$
0
0

Kapan ke Banda (Aceh) lagi? Mau kuajak sarapan lontong enak
Jadi, kapan sarapan lontong bareng? Sampai kapan di sini?
Besok aku jemput sarapan di Kak Pipi, ya

Pesan-pesan tersebut meramaikan kotak surat selama empat bulan kemarin. Dikirimkan Poetri, seorang kawan dari Banda Aceh. Jika tak salah mengingat, kami bersua pertama kali di Kedai Kopi Solong, Ulee Kareung tapi baru berkenalan dan berbincang di trotoar Peunayong, tiga tahun lalu. Dia membuat panik saat melihat celana 3/4 yang melekat di badan. Celana itu dikenakan selama berjalan seharian di Sabang dan belum sempat diganti hingga merapat di Banda Aceh jelang makan malam.

lontong sayur banda aceh, tempat sarapan di banda aceh, sarapan murah di banda aceh

Lontong Sayur di Kedai Cut Kak Pipi, Banda Aceh


Pikirku, sudah malam dan nggak kemana-mana juga usai makan selain menemani ibu-ibu belanja oleh-oleh, amanlah. Eh, kata dia, WH (atau sering disebut polisi syariah aka Wilayatul Hisbah; pengawas pelaksanaan Syariat Islam di Aceh) kalau malam juga tidur, tapi suka-suka merekalah kalau pengen patroli. Jadi hati-hati kak! Sontak pernyataannya membuatku melirik kiri kanan dan merapat ke dalam gerai biar dengkul tak menyolok tertimpa kibasan lampu jalanan.

Kembali ke lontong. Tetiba lontong Kak Pipi menjadi trending topic yang selalu dibicarakan acap kali berkirim kabar seputar Nanggroe dengan Poetri. Dirinya bilang, ada tempat sarapan enak dan murah di Banda Aceh yang harus diicip. Maka ketika akhirnya bisa pulang ke Nanggroe, Poetrilah yang bersemangat menanyakan kapan mau dijemput untuk sarapan lontong. Karenanya, pagi pertama di Banda Aceh, bremm .. bremmm … mengejar lontong yang katanya menjelang pk 09.00 hanya menyisakan kuah yang menempel di panci.

nasi gurih aceh, sarapan murah di banda aceh, kuliner banda aceh

Nasi Gurih di Kedai Cut Kak Pipi

Benar saja, kami datang jelang pk 08.00 tapi sebagian lauk sudah tak ada. Di sana sudah mengantri ibu-ibu (dan beberapa lelaki juga) yang membeli sarapan untuk orang rumah. Sebagian duduk-duduk berkelompok 3 – 4 orang, menikmati sarapan di meja yang tersedia. Poetri tak terpisahkan dengan lontong. Dia langsung memesan sepinggan Lontong Sayur. Aku memesan Nasi Gurih dengan lauk telur dadar dan perkedel karena seharian akan bersemedi di perpustakaan agar energinya tercukupi. Tak lupa, teh panas serta secangkir khupi itam dari kedai khupi seberang karena Kak Pipi tak sedia kopi.

Cut Kak Pipi membuka kedai di depan rumahnya di Jl Paro 24, Blower. Pekarangan rumahnya asri, ada aneka kembang dan pohon belimbing sebagai peneduh. Sebuah pajangan kaca tiga susun untuk menempatkan makanan diletakkan di atas meja. Tak banyak yang dijual, hanya Lupis, Nasi Gurih dan Lontong Sayur. Meski begitu, pelanggannya antri jelang jam berangkat sekolah/kerja. Bila datang kesiangan sedikit saja, sudah tak dapat apa-apa. Tiga buah meja plastik ditambah satu meja kayu panjang dikelilingi bangku bakso ditata di pekarangan. Beberapa bangku lainnya, disusun berderet di dekat pintu masuk rumah, tempat menunggu bagi pelanggan yang membeli makanan untuk dibawa pulang.

kedai cut kak pipi, sarapan murah di banda aceh, kuliner aceh

Kak Pipi dan Kedai Cut Kak Pipi, Banda Aceh

Saat sedang menikmati pesanan, Poetri mulai iseng,”Pernah makan di kedai atau resto yang pakai interkom nggak?” Aku menggeleng, di mulut sedang penuh dengan makanan. “Mau lihat kak Pipi pencet interkom?” Aku pun menganguk, mulutku tak henti memamah biak.

Dua porsi Cenil dipesan, usai mengkonfirmasi pesanan, terlihat Kak Pipi langsung membuka kain selubung lemari pajangannya dan mengirimkan pesan ke dapur lewat … interkom. Seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru, kami pun senyam-senyum. Senang sekali melihat sesuatu yang tak biasa. Ketika waktunya untuk membayar semua yang telah dimakan (dan dibungkus), hati terkejut mendengar biaya kerusakan yang meluncur dari bibir Cut Kak Pipi, “totalnya tiga puluh lima ribu rupiah, ya.” Aaah, inilah yang disebut menikmati kemewahan dalam kesederhanaan, bersyukur.

kedai cut kak pipi, sarapan murah di banda aceh, kuliner banda aceh

Sarapan di kunjungan kedua

Dua bulan berselang, saat kembali pulang ke Aceh; kedai Cut Kak Pipi sudah tak terbantahkan untuk didatangi sekembali dari Jantho. Kali ini mengajak lebih banyak pasukan. Setelah sarapan di hotel, bersama kak Badai dan Poetri kami meluncur duluan ke kedai. Lupa kalau sebelumnya berangkat dari Lampeuneurut, dengan penuh keyakinan mengirimkan info ke Yudi Hikayat Banda untuk menyusul sarapan di Gampong Punge Blang Cut. Maka terjadilah sebuah keriaan, ada orang Aceh nyasar sampai ke Meuraxa demi lontong hahaha … upzz, ternyata kedai Cut Kak Pipi adanya di Blower. Tinggal selonjoran dari belakang kerkhof.

kedai cut kak pipi, sarapan murah di banda aceh, kuliner banda aceh

Total kerusakan plus 1 cangkir khupi itam yang belum dihitung ;)

Sarapan kali ini pesanannya bihun karena sebelumnya perut sudah diisi dengan nasi goreng hotel saking laparnya sedang Kak Badai memesan Lontong Sayur dan Poetri cuma mau nyemil Perkedel. Lupis dan Cenil tentu menjadi menu pelengkap agar interkomnya diaktifkan hahaha. Keluarga Yudi menyusul setelah keliling gampong, dan ikut memesan Lontong Sayur. Kamu tahu berapa total kerusakan kali ini? Empat puluh delapan ribu eeeh .. ditambah tiga ribu khupi itam jadi lima puluh satu ribu rupiah saja. Jadi, mudik berikutnya giliran lontong sayur yang dilahap, saleum [oli3ve].


Indonesia BUKAN Tujuan Wisata di Asia Tenggara

$
0
0

Berjalan berkelompok adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang Cina ketika melakukan perjalanan. Saya teringat ketika melakukan perjalanan beberapa waktu lalu ke Singapura, dan bertemu dengan sekelompok pejalan Cina yang dibagi dalam dua kelompok masing-masing terdiri dari 10 – 15 orang. Usianya berbaur, ada yang masih muda, sebagian sudah cukup dewasa. Mereka berjalan dipandu seorang pemimpin kelompok yang membawa bendara berwarna mencolok agar terlihat dari kejauhan bila ada yang terpisah dari kelompoknya.

Hal yang sama kembali saya jumpai ketika mengikuti satu kegiatan di Terengganu, Malaysia dua tahun yang lalu. Sekelompok pejalan muda dari Cina, mendapatkan pendamping seorang pemandu yang juga bertugas sebagai penerjemah. Pada satu kesempatan, saat berkunjung ke sebuah tempat wisata bahari, saya “tersesat” dan masuk ke dalam perahu mereka. Karena mereka tak paham bertutur dengan bahasa Inggris, maka perbincangan dalam perahu pun hanya bergulir antara saya dengan sang pemandu yang sesekali ditimpali dengan bahasa Hokkian yang heboh di antara mereka dan sangat asing di kuping saya.

Waktu terus berjalan, apa yang terjadi selama dua tahun belakangan dengan pejalan muda Cina yang biasanya berjalan berkelompok ini?

Ternyata, ada satu kebiasaan baru yang mulai merambah kalangan anak muda Cina yang gandrung untuk berjalan. Mereka perlahan meninggalkan kelompok besarnya, melakukan perjalanan sendiri dengan menyasar destinasi wisata anti mainstream di kawasan Asia khususnya Asia Tenggara.

Sebuah data studi yang dikeluarkan oleh Agoda.com di Singapura pada 15 Januari 2016 lalu menyebutkan, berdasarkan lalu lintas pemesanan kamar melalui Agoda sepanjang 2014 – 2015; terdapat kenaikan angka yang sangat mengejutkan pada pola berjalan para pejalan muda Cina ini. Lebih mengejutkan lagi, ternyata dari Top 10 Destinasti Wisata Anti Mainstream di Asia Tenggara, Indonesia sama sekali tak dilirik.

Filipina menempati urutan pertama yang dilirik oleh para pejalan Cina, menyusul Jepang, Thailand dan Vietnam. Dari kesepuluh destinasi wisata tersebut, Jepang memiliki 6 (enam) destinasi wisata yang sangat diminati. Kesepuluh destinasi tersebut adalah:

  1. Dumaguete, Filipina
  2. Yufu, Jepang
  3. Koh Lanta, Thailand
  4. Asahikawa, Jepang
  5. Nagoya, Jepang
  6. Beppu, Jepang
  7. Nha Trang, Vietnam
  8. Nagano, Jepang
  9. Krabi, Thailand
  10. Takayama, Jepang
top emerging destination, survey agoda, tujuan wisata populer asia tenggara

sumber data: Agoda.com

Tanda tanya besar menggelembung di dalam pikiran, kenapa bisa begitu? Dumaguete sebagai kota pelabuhan, mengandalkan wisata sejarah dan bahari (diving) yang juga dimiliki oleh Indonesia tapi Agoda mencatat bahwa terjadi lonjakan pemesanan kamar sebesar 805% pada 2015 ke Dumaguete atau naik 4 (empat) kali lipat dari tahun sebelumnya. Nha Trang, Vietnam, tak jauh berbeda, wisatanya sejarah, budaya dan bahari. Kurang apa coba Indonesia?

Sebelum mencela sana – sini, ada baiknya kita melihat tampilan angka yang disampaikan oleh Anindhita Maharrani (13/01/16) kenapa Pariwisata Indonesia Kalah? dan ulasan Erik Meijaard (11/01/16) tentang Indonesia is Losing the Race to Cash In on Nature. Kurang gencar ya promosi wisata Indonesianya? Kurang banyak pejalan Indonesia yang mendengungkan kecintaan dan ajakan untuk berkunjung ke Indonesia? Dari mana angka – angka tersebut? Pergeseran angkanya bisa dilihat di data World Bank atau The World Tourism Organization (UNWTO) sedang data statistik Kementerian Pariwisata bisa dilihat di SINI.

Ketika beberapa negara mulai mengeluarkan tanggap darurat dan memberikan peringatan bagi warganya untuk tidak mengunjungi Indonesia saat terjadi teror bom di Sarinah minggu lalu; Kemenpar galau. Sebuah pernyataan dikeluarkan untuk MENUNDA peluncuran promosi Wonderful Indonesia yang kemudian dibatalkan dalam beberapa jam melihat keadaan membaik. Sementara, kawan-kawan saya dari Indonesia Bertindak kembali gencar menggalakkan kampanye Indonesia Dangerously Beautiful yang didengungkan pertama kali pada 2008 lalu lewat media sosial bahkan turun ke jalan. Malaysia ketika dikecam habis-habisan dengan peristiwa hilangnya MH370 Maret 2014 lalu, lewat Kementerian Pelancongan malahan mengundang para pejalan Cina untuk datang ke Malaysia dan menikmati sajian wisatanya. Mereka yang saya jumpai saat tersesat dan salah naik perahu itu.

Jangan takut, Indonesia punya banyak sekali destinasi wisata dibandingkan dengan negara tetangga. Hanya saja, bagaimana pengelolaan, perilaku pejalan yang mengunjungi tempat tersebut, gagap budaya yang dialami ketika berinteraksi dengan masyarakat setempat, kesiapan masyarakat adatnya, masihkah kita memelihara kearifan lokal, masihkah kita punya rasa peduli dengan lingkungan?

Indonesia pun tak kekurangan pejalan yang senang berjalan hingga ke pelosok dan mengunjungi destinasi anti mainstream lalu menyebarkan kegiatan mereka lewat media sosial. Tapi, sudahkah kita mengingatkan diri untuk selalu berjalan dengan menumbuhkan, memelihara dan memiliki rasa peduli terhadap sekeliling? Sudahkah kita berbagi informasi wisata yang baik dan mengedukasi untuk sesama pejalan lewat media sosial? Sesederhana itu koq, mulai dari diri sendiri, saleum [oli3ve].

Sebelumnya dipublikasikan di Kompasiana, Selasa (19/01/2016)


Hijrah Saputra, Pembelajar dan Pengusaha Muda dari Aceh

$
0
0

Di Aceh, kedai kopi adalah satu dari tiga ruang publik yang banyak dijumpai dan ramai bertebaran di pinggir jalan selain masjid dan kedai makan/restoran. Kedai kopi tak sekadar tempat untuk menikmati secangkir dua cangkir kopi lalu usai. Ia pula tempat tempat ide-ide yang berseliweran dipertemukan, tempat mengolah rasa dan tempat bersua. Tempat sebuah interaksi menemukan jodoh, melahirkan inspirasi dan aspirasi.

Karenanya, satu malam tatkala lidah hanya ingin menyesap rasa khas Nanggroe; bersama kawan, kami berhenti di kedai kopi legendaris Aceh, Kedai Kopi Solong, Ulee Kareng. Duduk pada sebuah meja dengan kesibukan masing-masing. Di depan saya, dua orang kawan tenggelam dalam kekusyukan menikmati makan malam yang telat. Masing-masing menghadapi sepiring nasi ditemani semangkok soto daging yang tuntas dalam sekejap. Rasa lapar saya sudah meluap, saya hanya memesan secangkir sanger (sange) dingin; semacam kopi susu yang hanya dijumpai di kedai kopi Aceh. Ine yang duduk di samping saya, tak biasa makan malam, untuknya segelas sanger dingin pun cukup untuk menemani berbincang.

Hijrah Saputra, Pengusaha Muda Aceh, Sosok Inspiratif dari Aceh

Hijrah Saputra (dok. IG Hijrah Saputra)

Saat sedang asik menyesap sanger, seorang lelaki berkemeja putih melangkah ke dalam kedai. Dia, lelaki yang selama ini sangat ingin saya jumpai. Muda, bergairah, senyumnya selalu penuh semangat, dan sorot matanya menyimpan berjuta harapan. Lelaki yang dua bulan lalu, hanya bisa saya sapa suaranya lewat jaringan telepon setelah dengan penuh percaya diri saya meminta nomor telepon dirinya ke penjaga gerai di samping kedai kopi tempat saya duduk saat ini menikmati sanger dingin. Waktu itu, saya mengaku sebagai sahabat baiknya. Ya, sahabat baik yang tak menyimpan nomor telepon sahabatnya sendiri.

Saya tak kan pernah lupa kala pertama kali bersua dengannya, kurang lebih empat tahun yang lalu. Malam-malam, dengan dua bus saya dan rombongan mendatangi gerai yang dikelolanya. Sekarang, lelaki itu ada di depan mata! Usianya baru saja menggelindingkan angka nol di belakang angka 30, tapi apa yang dilakukannya untuk Nanggroe membuat kekaguman dalam hati tak usai hanya melihat pencapaiannya. Jantung saya berdebar keras, bukan karena sanger tapi kesempatan yang sudah lama dinanti. Oohhh maaaaak! lambaian tangan, langkahnya yang mendekat dan tentu senyum yang bersemangat itu.

Gregetan melihat potensi wisata daerah yang pengelolaan dan promosinya kurang mendapat perhatian, menguatkan langkahnya untuk pulang ke Sabang selepas kuliah di Malang. Dilihatnya, banyak pemuda yang hanya fokus membicarakan masalah tanpa pernah berusaha untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut. Jika dibiarkan, akan semakin kacau. Baginya, masalah adalah sebuah peluang usaha yang bagus. Keputusannya bulat, dia memilih jalan yang berbeda. Dirinya seorang sarjana teknik. Planolog yang tergoda pada dunia pariwisata, dengan talenta besar pada desain grafis dan marketing membawa langkahnya membuka usaha Piyoh Desain pada 2009 di Sabang. Konsep gerai yang menjual ragam pernak-pernik promo wisata Aceh hasil karya sendiri ini, telah direncanakannya sejak di bangku kuliah. Di tahun ketiga, dirinya membuka cabang di Ulee Kareng dan dalam waktu 6 (enam) tahun Piyoh Desain telah memiliki 3 (tiga) gerai: Sabang, Ulee Kareng dan Peunayong. Buka mata, melihat peluang, lalu berusaha menyelesaikan masalah yang ada dengan bekal ilmu dan kemampuan yang dimiliki; dia MELANGKAH.

Setelah usahanya berkembang, dirinya tak lantas diam. Dia masih punya mimpi yang ingin dikepakkan, dia ingin anak muda yang lain dapat meraih impian dan maju bersamanya. Akhir tahun 2012, bersama 10 (sepuluh) orang generasi muda Aceh yang dianggap aneh, memiliki visi yang sama serta berpotensi berkumpul dan membuat satu organisasi menyatukan semangat dan kekuatan dengan satu misi membawa perubahan positif di Aceh terutama di kalangan generasi muda, The Leader. Mereka ingin menunjukkan bahwa generasi muda Aceh bisa bangkit setelah konflik dan tsunami lewat kegiatan Dreammaker Camp, Dreammaker Institute, Kelas Kreatif, Liburan Produktif, Sobat Buku, Ngobrol Inspiratif dan Aceh Luar Biasa. Tahun pertama, The Leader mendapat penghargaan sebagai juara I MDGs Awards (IMA) 2013 untuk bidang pendidikan. Dirinya terus BERGERAK.

Cukupkah baginya? Ternyata masih ada lagi mimpinya yang ingin terus dikepakkan. Saya kembali teringat masa berbincang lewat jaringan telepon dengannya dua bulan lalu. Saat itu dirinya di Lhokseumawe dan saya di UK, sebutan keren untuk Ulee Kareng. Ngapain turun ke gampong-gampong? Jawabannya membuat rasa kagum di hati semakin kembang kempis. Aceh memiliki banyak potensi besar untuk dikembangkan, hanya saja tertutup oleh kebiasan-kebiasaan buruk; satu di antaranya adalah krisis kepercayaan diri dan kepekaan yang hilang. Masalah bukanlah kendala untuk maju bersama, tak akan ada masalah berat di Aceh yang tak dapat diselesaikan jika kita bisa bergandengan tangan, satukan semangat untuk membuat Aceh lebih ASYIK. Untuk itu program lain seperti Gam Inong Blogger, Sedekah Sendal, Sabang Berkebun, I Love Songket Aceh, Colourful Kota Naga, Gampong Tanyoe, dan Tangkulok Project pun diluncurkannya bersama generasi muda Aceh. Dirinya seorang MOTIVATOR.

Jelang ramadhan yang lalu, saya melihat gambar sandal dengan tulisan SS tak henti bertebaran di media sosialnya. Usut punya usut SS bukanlah sebuah organisasi jaman dulu yang terkenal itu tapi ide sederhana yang digagasnya bersama Rumah Kreatif Sabang menyumbangkan sandal jepit ke meunasah atau masjid untuk dikenakan umat saat berwuduh lewat gerakan #SedekahSandal. Dia, anak muda yang tahu BERSYUKUR, berkarya dengan cara sederhana.

Kegiatannya tak hanya itu. Dirinya memiliki energi luar biasa yang menggerakkannya untuk terus melangkah. Untuk segala usaha dan kerja kerasnya, sederet prestasi pernah diraihnya. Dirinya terpilih sebagai satu dari 32 (tiga puluh dua) pemuda Indonesia yang masuk dalam Youth Booklet The United Nations Population Funds (UNFPA) 2015 yang memiliki potensi membuat perubahan di Indonesia, penerima anugerah Marketers of the Year 2015 untuk sektor Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan MarkPlus, Inc, juara 1 Wirausaha Muda Mandiri 2013 bidang Kreatif, Juara 1 Marketeers Techno Startup Icon 2014, Delegai Propinsi Aceh di Kapal Pemuda Nusantara 2012 dan Sail Morotai, Delegasi Indonesia ke Youth Engagement Summit 2009 di Kuala Lumpur, Juara I Agam Duta Wisata Provinsi NAD 2008, Juara Harapan I Raka Jawa Timur 2007, dan Juara I Kakang Malang 2006. Di Lomba Branding Image Kota Malang 2006, dirinya keluar sebagai Juara I, ia membuat konsep “Malang Welcoming City” dengan maskot: Tukoma (Tugu Kota Malang) dan motto : smiley, friendly and memory. Dirinya mendulang segudang PRESTASI.

kopi solong ulee kareeng, hijrah saputra, pengusaha muda dari aceh

Kika: Hijrah Saputra, Taufan Gio, saiya dan Sha Ine Febriyanti. Abaikan muka berminyak dan kantuk di mata mereka. (dok. IG Hijrah Saputra)

Usai mengikuti program Wirausaha Muda Mandiri (WMM), dia tak bisa tinggal diam. Bersama beberapa rekan pengusaha muda Aceh, dirinya membangun komunitas WMM Chapter Aceh. Di komunitas ini mereka saling membantu satu sama lain dan mengompori anak muda lainnya untuk turut berkarya dan menjadi pengusaha muda.

Hai Cut Kak,” sapa lelaki yang kini berdiri di depan saya. Tanpa berkabar dan tak menebar janji, kedai kopi mempertemukan kami. Senang bersua dirinya yang kini mendapat kepercayaan menjadi staf ahli Pejuang Pendidikan dari Aceh, Muslim, SHI, MM; anggota DPR RI Komisi X. Ia menjalankan tugasnya untuk menjembatani generasi muda Aceh yang memiliki semangat positif bersama pemerintah berkembang di bidang Pendidikan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Kepemudaan dan Olahraga. Dia, Hijrah Saputra, aneuk muda inspiratif dari Sabang, Nanggroe, pembelajar yang tak pernah berhenti menebar semangat untuk maju pada generasinya. Sosok yang telah mengurai kerinduan pada sebuah pertemuan yang melahirkan perbincangan seru saat malam semakin pekat menyelimuti Nanggroe. Bereeeh, sukses untukmu Heiji, saleum [oli3ve].

Sebelumnya dipublikasikan dan headline di Kompasiana, 22 Januari 2016. Meski diikutkan dalam Blog Competition Frans Seda Award 2015 yang diselenggarakan oleh Kompasiana dan Unika Atmajaya, tulisan ini tak mengejar juara tapi ditulis untuk berbagi inspirasi.


Viewing all 398 articles
Browse latest View live